H E P A T I T I S
Pendahuluan
 Proses inflamasi – nekrosis sel hati
 Etiologi – banyak
 Infeksi
 Virus : hepatotropik (A – G), Epstein Barr, Cytomegalovirus
 Bakteri : S.typhosa, M.tuberculosis
 Protozoa : Toxoplasma
 Parasit : amoeba 
 Non – infeksi
 Autoimun
 Infiltrasi (keganasan)
 Toksik (obat a.l tuberkulostatika, sitostatika, parasetamol, antikonvulsan)
 Metabolik (penyakit Wilson, def α1 - antitripsin, gangguan metabolik KH, lemak, protein)
Hepatitis Virus
 Infeksi virus sistemik
 Inflamasi dan nekrosis sel hati
 Konsekuensi klinis, biokimiawi, imunologis
 Etiologi – hepatotropik : A – G; TT
Hepatitis A dan E (Self Limitting Disease)
Hepatitis A
 Jaundice outbreak (≈ hep A dan E) – abad 5 SM
 Penyebabnya virus – dekade I abad 20
 1930 – biopsi percutaneus – necrosis dan inflamasi
 Transmisi – kontak – masa inkubasi beberapa minggu
 (1947) McCallum : virus hepatitis infeksiosa  virus hepatitis A (VHA)
Hepatitis E
 1980 – virus ≈ VHA  hepatitis E (VHE)
 1997 : Jepang (hepatitis akut pasca transfusi)
Virus DNA, famili Circovirus
Proliferasi  sel hati (hepatotropik)
Transmisi secara horizontal ataupun vertikal 
Hepatitis B, D, C, G
Hepatitis B
 Kesamaan historis – karakteristik klinis
 1883  hepatitis virus  transmisi darah
 1941 (USA ; epidemi)  vaksin terkontaminasi VHB
 1947 (McCallum)  virus hepatitis serum  VHB
 1965 (Blumberg)  antigen Australia (penderita hemofilia aborigin australia ≈ HBsAg)
 Identifikasi  hepaDNAvirus (virus DNA)
Hepatitis D
 1970, identifikasi hepatitis D (VHD) ≈ hepatitis Delta
 Inti dalam – antigen VHD ; inti luar – HBsAg
 Virus DNA defektif  sitotoksik direk
Hepatitis C
 1970  disadari adanya hepatitis non A – B – D  Hepatitis pasca transfusi
 1989  VHC berhasil dikloning dan diidentifikasi  test anti HVC
 Virus RNA – famili Flaviviridae
Hepatitis G
 1993  disadari – hepatitis non A – B – D – C
 1996  identifikasi VHG (Virus RNA) – famili Flaviviridae
TRANSMISI
 Hepatitis E  fekal – oral
 Hepatitis A   fekal – oral, kontak personal
 Hepatitis B  parenteral, perinatal, seksual
 Hepatitis C  parenteral, seksual & perinatal (< hepatitis B)
 Hepatitis D   parenteral, hanya pada hepatitis B (+)
 Hepatitis G   parenteral, seksual, perinatal ( < )
 Hepatitis TT   horizontal
Hepatitis A
 Picornavirus  sitopatik
 Replikasi – saluran cerna (-) ; hepatosit (+)
 Jarang – hepatitis berkepanjangan
 Diagnosis serologis – anti VHA
IgM – akut (bbrp minggu – awitan) ; 4 – 5 bulan (-)
IgG – recovery (puncak, bulan 3 -1 2 awitan);infeksi lampau ; kekebalan (pasca imunisasi pasif, aktif)
 Etiologi Entities
Gambaran VHA VHB VHC VHD VHE VHG
Karakteristik
   Ukuran (nm)
   As nukleat 
27
RNA 
42
DNA 
30 – 60
RNA 
35 – 37
RNA 
32
RNA 
RNA
Massa inkubasi
   Sebaran (hr)
   Rerata 
15 – 49
30 
28 – 160
70 – 80 
15 – 160
50 
21 – 140
?35 
15 – 65
42 
≈ VHB
VHC
Imunitas
   Heterologus
   Homologus 
Tidak
Ya 
Tidak
Ya 
Tidak
Ya 
Tidak
Ya 
Tidak
Ya 
Tidak
Ya
Epidemiologi
   Ekskresi – tinja
   Fekal – oral
   Percutaneus 
Ya
Ya 
Jarang 
Tidak
Tidak
Ya 
Tidak
Tidak
Ya 
Tidak
Tidak
Ya 
Ya
Ya
?Tidak 
Tidak
Tidak
Ya
Klinis
   Kronik
   Sirosis
   HCC 
Tidak
Tidak
Tidak 
Ya
Ya
Ya 
Ya
Ya
Ya 
Ya
Ya
? Tidak 
Tidak
Tidak
Tidak 
Ya
?
?
Hepatitis B
 Virus DNA, non sitopatik, integrasi – DNA pejamu
 3 bentuk : partikel sferis kecil, tubular, sferis besar
 Partikel (+) di :
 Hepatosit
 Serum
 Ekstrahepatik (endotel pembuluh darah, epitel saluran empedu, sumsum tulang, limfosit perifer)
 Replikasi utama di hepatosit
 Identifikasi
 DNA – serum  replikasi aktif
 Antigen core (DNA polymerase, HBeAg)
 Antigen surface (HBsAg)
 Subdeterminan antigen surface  subtype VHB (adr, ayr, adwl-4, aywl-4)
 Antigen x (HBxAg)
 Uji serologi (identifikasi antigen, antibodi)
Hepatitis D
 Defective RNA virus – ekspresi perlu HBsAg
Hanya ada pada penderita VHB (kronik)
 Memperberat penyakit, eksaserbasi, kronik
 Replikasi – hepatosit
Replikasi VHD  supresi replikasi VHB
 Identifikasi
 Antigen VHD
 VHD RNA
 Antibodi – VHD
 IgM  akut, singkat (2 – 4 minggu) ; bisa menetap – superinfeksi
 IgG  kronik (6 bln – 2 th), menetap lama ; titer tinggi  superinfeksi kronik
Hepatitis C
 Mayoritas – hepatitis non A – B
 Virus RNA – Flaviviridae – sitopatik
 Integrasi – DNA pejamu (-)
 Replikasi – hepatosit
 Identifikasi
 RNA VHC (positif – minggu I)
 Antibodi – VHC (rerata 22 mgg)
(15 hr – 33% ; 30 hari – 40% ; 3 bulan – 60% ; 9 bln – 85%)
 Akut   50 – 80% menjadi (-) – 10 th
 Kronik  5 – 20% menjadi (-)
Anti VHC (+)  Infeksi (umumnya)
Antibodi protektif/ neutralizing (-)
Hepatitis E
 Virus RNA - Calcivirus (tergolong enterovirus)
 Replikasi – hepatosit ; lain ?
 Identifikasi – antigen VHE dan anti VHE (konvalesens)
 Wanita hamil – bisa fatal (Trimester akhir)
 Dewasa muda. “ Self limitting” ; kronisitas (-)
Hepatitis G
 Virus RNA, Flaviviridae
 Hepatotropik 
 Risiko kronisitas
 Identifikasi
 VHG RNA
 Anti E2 VHG (convalescens)  teknik ELISA
I M U N O P A T O G E N E S I S
 Hepatitis A 
 Sitopatik
 Respons imun
 Hepatitis B
 Respons imun (selular > humoral)
 T-sitotoksik menyerang hepatosit yang mengekspresi VHB
 Sitokin memperkuat ekspresi VHB, merangsang humoral
 Hepatitis D
 Berkaitan dengan VHB
 Sitopatik – respons imun
 Hepatitis C
 Sitopatik, respons imun (selular > humoral)
 Th2 VHC > Th2 VHB  kronisitas 
 Mutasi tinggi  escape immune system
 Hepatitis E  sangat mungkin sitopatik
 Hepatitis G 
 Sitopatik
 Hepatotropik
E P I D E M I O L O G I  {PERBEDAAN GEOGRAFIS (+)}
 Hepatitis A
 Reservoir (-)  transmisi – infeksi akut
 Derajat transmisi :
 Paparan feses (sosial ekonomi rendah, kepadatan)
 Asymptomatic (anak ; 1 – 14 tahun)
 Periode infeksius – fecal shedding (3/52)
 Hepatitis B
 Reservoir (+)  transmisi ≈ pengidap, usia terinfeksi
 Pengidap >> - tropis, ♂, anak, sosial ekonomi rendah, defisiensi imunologi
 Imunisasi neonatus  pengidap 
 Hepatitis D
 ≈ hepatitis B
 Endemik (mediterania) – kontak personal
 Non –endemik (USA) – percutaneus (IVDU)
 Hepatitis C
 Worldwide ; ≈ hepatitis B
 Pengidap  - negara berkembang, sosial ekonomi rendah
 Transimi non percutaneus dan vertikal - <
 Hepatitis E
 ≈ hepatitis A
 Transmisi – infeksi akut (kontak personal, fecal-oral)
 Hepatitis G
 ≈ transfusion associated hepatitis lain
 Non percutaneus & vertikal, <
GEJALA KLINIS
 Akut
 Keluhan – gejala klinis
 Onset 2 – 10 hari pra – ikterus ; flu like syndrome
 Anorexia (semakin siang semakin berat)  malam > bisa toleransi
 Muntah (tak hebat) ; sakit perut
 Urin kecoklatan  ikterus, tinja pucat
  (warna tinja normal – tanda perbaikan)
 Ruam (terutama VHB), arthralgia, arthritis
 Pemeriksaan fisik
 Nyeri perut kanan atas ; hepatomegali ; kenyal
 Splenomegaly (5 – 15%)
 KGB servikal posterior > (limfadenopati)  hepatitis B
 Gambaran laboratoris
 Darah tepi :
 Survival eritrosit memendek
 Kadang terjadi anemia hemolitik
 Leukopenia ringan – limfositosis
 Kadang terjadi anemia aplastik (salah satu sekuele)
 Urin – eritrosit (<), proteinuria (<), bilirubinuria
 Tes Fungsi Hati :
 Bilirubin  (10-14 hr), turun perlahan 2 – 4 minggu
 AST/ ALT , 7 – 10 hari praikterus, puncak minggu I
 Alkali fosfatase, kolesterol, trigliserid,  ringan
 Non – ikterik hepatitis akut   anak > dewasa
 Hepatitis aysmptomatic     anak > dewasa
PERIODE INFEKSIUS
 Hepatitis A
 VHA di feses
 Masa infeksius : 2 – 3 minggu sbeleum – 8 hari setelah ikterus
 Tidak infeksius :  4 minggu sebelum/  19 hari setelah ikterus
 VHA di darah – masa inkubasi sampai dengan awal/ onset
 Peran sekret nasofarings, vagina, semen (sperma), darah mens
 Hepatitis B
 ≈ derajat replikasi ; hati & darah
 Darah : 1 – 2 bulan sebelum onset
 Saliva : jarang, infeksius (+) per oral melalui gigitan
 Semen, sekret vagina, darah mens (+)
 Hepatitis C
 Darah – mulai 2 minggu sebelum onset
 VHC RNA di cairan tubuh lain 
 Hepatitis D
 Di darah, setelah HBsAg (+)
 Singkat – pada self limited HDV – HBV infection
 Di cairan tubuh lain - ≈ VHB
 Hepatitis E
 ≈ hepatitis A
 Hepatitis G
 Di darah ≈ VHB, VHC
 Di cairan tubuh lain – ASI
TRANSMISI
 Maternal – neonatal
 Periode : in utero – durante natal – pasca natal
  Trimester III & awal pascanatal – infeksi 70 – 80%
  Trimester I – infeksi 10%
 Faktor risiko : titer VHB ibu
 Mekanisme :
  Sistem imun – defek
  Maternal IgG menutupi ekspresi VHB
 ASI – bukan kontraindikasi
 Transfusi
 Hepatitis virus – major hazard of transfusion
 Screening donor !!!
 HBsAg, anti VHC, AST, ALT
 Darah/ produknya vs risiko transmisi hepatitis virus
 Materi risiko sedang
 Darah segar, pack red cell (PRC), FFP
 Trombosit – 1 donor
 Granulosit – 1 donor
 Cryoprecipitate – unit tunggal
 Materi risiko tinggi
 Kompleks faktor IX
 Faktor VII
 Trombosit – donor majemuk
 Materi aman
 Albumin
 Immunoglobulin
 Hiperimun globulin (hepatitis B, hepatitis A, Rh[D])
SEKUELE
 Ringan
 Kolesistasis berkepanjangan (> 4/12)
 Relapsing hepatitis (dalam waktu 6/12)
 Posthepatitis unconjugated hyperbilirubinemia
 Chronic persistent hepatitis (Asymptomatic, AST fluktuatif)
 Berat
 Chronic active hepatitis
 Cirrhosis
 HCC
 Hepatitis Fulminant
 Lain-lain
 Anemia aplastik
 Glomerulonefritis
 Necrotizing vasculitis
 Mixed cryoglobulinemia
PENATALAKSANAAN
 Umum 
 Rawat
 Aspek medis (Keadaan umum, AST/ ALT)
 Apek sosial -  isolasi, dll
 Tirah baring
 Medikamentosa
 Antivirus (interferon, lamivudine, ribavirin)
 hepatoprotector
 Suportif
 Dieletik
IMUNOPROFILAKSIS HEPATITIS
 Imunisasi pasif
 IgG (konsentrasi rendah IgA – IgM)
 Mencegah atau meringankan infeksi
 Berikan secepatnya
 Proteksi – singkat (3/12)
 Indikasi 
 VHA kontak (+)
   Epidemi
   Pergi dari non – endemi ke endemi
 VHB Needle stick injury
   Neonatus – ibu HBsAg (+)
 Imunisasi aktif
 VHA
 Indikasi
 Non endemik pindah ke endemik dalam periode waktu yang lama
 Pasien defek imun
 Populasi risiko tinggi (tenaga medis, tenaga panti werdha, penitipan anak, homoseksual, militer)
 Penduduk negara berkembang
 Dosis    360 U (bulan 0, 1, 6)
    720 U (bulan 0, 6 – 12)
 Proteksi ---- 10 – 20 tahun
 VHB
 Indikasi
 Penduduk – endemis
 Risiko tinggi 
 Defek imun
 Dosis
 Anak 10 ug Engerix-B (0,5 ml)
  5 ug HBVax II (0,5 ml)
 Bayi 2,5 ug HBVax II (0,25 ml)
 Schedule
 0, 1, 6 bulan
 Non-responder ; ulang (3x suntik)
 Proteksi
 Antibodi  10 mIU
 5 – 7 tahun – Booster
PENCEGAHAN
 Umum  sesuai cara transmisi
 Mencegah kontak personal (higiene lingkungan – individu)
 VHA & VHE
 Penularan ke mulut – dari tangan terkontaminasi
 Immunoglobulin – anggota keluarga
 Isolasi total – tidak perlu
 Saran toilet terpisah – tak perlu
 Cuci tangan.
 VHB, VHC
 Perilaku seksual – hati-hati (IVDU)
 Vaksinasi hepatitis B
 Mencegah hepatitis – air/ makanan  Hepatitis A
 Sanitasi makanan – minuman
 Koki, pelayan restoran
 Kerang mentah
 Mencegah hepatitis – transfusi  Hepatitis B atau C
 Screening HBsAg, anti VHC
 Donor – riwayat hepatitis
 Donor – risiko tinggi VHB, VHC
 Mencegah hepatitis – instrumen
 Pembuangan disposables – tempat tak tembus jarum
 Jarum – senantiasa tertutup
 Non disposables – sterilisasi adekuat
 Mendidih 20 – 30 menit
 Autoklaf 15 psi 30 menit
 Pemanasan kering 1600 – 60 menit
 Mencegah hepatitis - nosokomial
Hepatitis A
Epidemiologi (gambar 1)
 Tersebar di dunia    endemis/ sporadis
 Prevalensi     sosial ekonomi
 Subklinis  (5% klinis (+))  ? prevalensi
 Puncak morbiditas   5 – 14 thn
 ½ kasus dilaporkan   kasus anak < 15 tahun
 Transmisi     fecal – oral (50%)
 Transfusi    jarang
 Laki-laki = perempuan
 Tidak menjadi kronik  self limiting disease
Etiologi
 RNA virus golongan Picornavirus (Enterovirus)  genus baru = Hep-A-RNA-virus 
 Bersifat sitopatik  carrier (-)
 Replikasi dalam sitoplasma sel hati (limfosit T sitolitik  sel hati hancur)
 Lebih stabil, tahan panas 600C selama 1 jam, tahan asam dan eter
Patogenesis (Gambar 2)
 VHA tahan asam, melalui lambung  usus halus lalu bereplikasi  hati : replikasi  melalui kanalis biliaris  empedu  usus  tinja
 Patologi :
 Necrosis
 Regenerasi - parenkim hati
 Infiltrasi sel radang - daerah porta hepatis
 Retensi pigmen empedu
 kerusakan hati pada semua lobulus terutama daerah sentralobulus
Perjalanan penyakit 
 Gambaran klinis infeksi akut HVA (Gambar 3)
 Asymptomatic
 Subklinik, LFT meningkat
 Tidak nyata : serologis
 Symptomatic
 Anikterik
 Ikterik 
 Asymptomatic
 1 – 2 tahun - 85%
 3 – 4 tahun  - 50%
 < 5 tahun - 20%
 Dewasa  - 3 – 25 %
 Symptomatic, terbagi menjadi 4 stadium :
1. masa inkubasi
2. pra-ikterik (prodromal)
3. ikterik  (40-70%)
4. fase penyembuhan
 Masa inkubasi : 18 – 50 hari (rata-rata 28 hari)
 (Terpapar virus   aminotranferase)
 Masa prodromal : 4 hari – 1 minggu
 Gejala : lesu, lelah, anorexia, nausea, muntah, rasa tak enak abdomen kanan atas, demam ( 390C), rasa dingin, sakit kepala, gejala flu (nasal discharge, sakit tenggorok, batuk)
 Pemeriksaan fisik : hepatomegali ringan & nyeri tekan (70%) dan splenomegali (5-20%)
 Masa ikterik dan penyembuhan (gambar 4)
 Ikterus
 Urin seperti teh (bilirubin direk)
 Tinja lebih pucat (bilirubin  dalam usus)
 Gejala praikterik  lebih berat
 Tambah berat ikterus  gejala lebih ringan
  ALT/ AST
Penyembuhan : 6 bulan (secara klinis dan biokimia)
 ALT/ AST   N = 4 – 6 minggu
Mortalitas : symptomatik 0,1 – 0,4 %
  umur  > 50 tahun/ < 5 tahun
 Komplikasi: fulminant
 Penyakit hati kronis : 27,5 %
Diagnosis Laboratorium
 Tes fungsi hati
 Bilirubin direk, bilirubin total
 ALT, AST (Tanda sensitif kerusakan hati)
 Alkali fosfatase
 Tes diagnostik spesifik
 Deteksi virus/ komponen (RNA-VHA)
 Deteksi respons antibodi : IgM anti HAV
  (akut : gejala  puncak ikterus)
 Penyembuhan : IgG anti HAV
Komplikasi
 Gagal hati fulminant : paling berat
Kuning >> , gejala neuropsikiatris, transaminase  > 1200 IU, PT > , Albumin , hipoglikemi, amoniak serum 
 pada HVB dan HVC kronik ( respons CTL pada heptosit)
Penatalaksanaan
 Tidak ada yang spesifik  istirahat, diet seimbang, suportif
Variasi Bentuk Klinik (Gambar 3)
 Hepatitis fulminant
 Ada gejala ensefalopati hepatik
 Penyakit hati kronik : HVB, HVC
 Hepatitis kolestatik (prolonged cholestasis)
 Jarang pada anak 
 Ikterus berkepanjangan (bilirubin > 10 mg/dl)  12 – 18 minggu  (sembuh sempurna)
 Hepatitis relaps
 Penyakit berat  rawat RS
 Setelah 2 – 8 minggu klinis membaik
 Transaminase : belum normal
 Hepatitis autoimun kronik aktif tipe – 1
 Kelainan genetik (hepatitis A sebagai “ TRIGGER”)
 Defek pada “ T-CELL SUPRESSOR INDUCER”
Preventif Khusus
 Imunisasi pasif
 Profilaksis pra-paparan (pre-exposure) – Tabel 1 a & 1 b
 Profilaksis pasca paparan (post-exposure) – Tabel 2
 kadar A.B tertinggi : 48 – 72 jam
NHIG = Normal Human Immune Globuline 
 Imunisasi aktif (Tabel 2 + 3)
 Melindungi terhadap infeksi HVA  komplikasi
 Penyebaran infeksi  (anak besar, orang dewasa, populasi rentan HVA)
 Penyakit hati kronik  proteksi hepatitis berat
Imunogenitas (sangat baik) :
 Serokonversi : 94 – 95%
93% - 15 hari pasca dosis 1
100% - 30 hari pasca dosis 1
 Lama proteksi : 10 – 20 tahun
Kebijakan kuratif HVA
1. Terapi medikamentosa khusus (-)
2. pemeriksaan SGOT-SGPT, bilirubin direk  utk mengetahui aktivitas penyakit   ulang minggu ke 2  utk melihat proses penyembuhan
  ulang bulan ke 3  utk melihat adanya prolonged/ relapsing hepatitis
3. SGOT/ SGPT > 3x N  batasi aktivitas fisik (kompetitif)
4. Rawat Inap
 Dehidrasi berat : G.E, masukan per oral <
 SGOT – SGPT > 10x N  nekrosis masif sel hati
 Ensefalopati hepatitis fulminatn  kesadaran menurun
 Prolonged, relapsing hepatitis  elaborasi faktor penyerta
5. Terapi suportif :
 Cairan I.V
 Diet khusus (-)
 Diet rendah lemak  terasa mual
Hepatitis B 
> 350 juta orang di dunia (± 5% populasi dunia)
 Penyebab : hepatitis kronis, karsinoma hepatoseluler (KHS)  kematian 1 juta/ tahun
 Infeksi pada bayi
 risiko kronis 90%
 sirosis/ KHS 25 – 30%
Epidemiologi
 Endemis di seluruh dunia
 Infeksi VHB masa bayi/ anak : asymptomatic
 Terinfeksi VHB < 1tahun  kronisitas 90%
    2 – 5 thn  kronisititas 50%
    > 5 thn  kronisitas 5 – 10%
 Prevalensi HBsAg
 Beberapa daerah 3 – 20%
 Jakarta 4,1%
Klasifikasi WHO : Indonesia, prevalensi sedang – tinggi
Strategi : vaksinasi bayi sedini mungkin
 Transmisi 
 Vertikal (ibu pengidap VHB)
 Horisontal (kontak erat masa dini)
 Anak  : 25% hepatitis B kronis  sirosis/ KHS
Dewasa  : 15% hepatitis B kronis  sirosis/ KHS
Etiologi 
 Virus DNA – famili HepaDNAviridae
 Hepatotropik – nonsitopatik
 Tahan terhadap :
 Proses desinfeksi, sterilisasi alat-alat
 Pengeringan, penyimpanan ( 1minggu)
 Infeksi VHB : 2 partikel virus (dalam darah)
 Virion (virus utuh) = partikel dane
 HBsAg (selubung virus)
 DNA – VHB  replikasi virus
 Deteksi dengan :
o Metode hibridasi
o Metode PCR
 Kuantitatif  respons terapi ?
Antigen dan Antibodi
 HBsAg dalam selubung virus – tidak infeksius
 Anti HBs :
 Penyembuhan
 Imunitas thdp reinfeksi
 Respons imun thdp vaksin hepatitis B
 Transfer pasif dari HBIG
 Titer 10 mIU/ml  proteksi infeksi hepatitis B
 HbcAg (Hepatitis B core Antigen) :
 Nukleokapsid membungkus DNA virus
 Dalam sel hepatosit (tidak beredar dalam aliran darah)
 Ekspresi pada permukaan oleh MHC kelas I (kompleks histokompatibilitas mayor)  induksi
Respons imun selular (sel T – sitotoksik)  sel hepatosit hancur
 Anti HBc
 Deteksi dalam serum (terinfeksi VHB)
 Menetap seumur hidup (jadi bukan infeksi akut)
 HbeAg (hepatitis B e antigen)
 Protein gen  (inti)  sirkulasi darah  respons imun tak bereaksi
 Sebagai petanda 
o Infektivitas
o Aktivitas replikasi virus
Transmisi
 Yang utama : jalur parenteral
 ASIA endemisitas tinggi (perinatal – vertikal, kontak erat)
 Dari ibu ke bayi :
 Vertikal  - pranatal (intrauterin)  jarang
  - intranatal (saat lahir)
  - pascanatal (setelah lahir)
 Ibu 
 HBsAg (+) transmisi VHB
 HbeAg (+) 70 – 90%
 Ibu : HBsAg (+)  transmisi VHB 22 – 67%
 Ibu hepatitis B akut : trimester I + II  transmisi (-)
        trimester III     transmisi (+)
Perjalanan Alamiah
 Non – sitopatik langsung pada hepatosit
 Akibat respons imun  hepatosit hancur
   Non Spesifik
 IFN   ekspresi
 HLA kelas I (permukaan hepatosit)  dikenal
 Sel T-sitotoksik  lisis hepatosit
   Spesifik
 Humoral
 Selular
 Infeksi VHB perinatal  infeksi VHB kronis/ pengidap persisten
Oleh karena :
- sistem imun belum sempurna (kurang berfungsi)
- IgG anti HBc ibu secara pasif  bayi  menutup ekspresi HbcAg (permukaan hepatosit)
 tak dikenal sel sitotoksik
 hepatosit tak hancur (lisis)
Gejala
 Hepatitis B anak : asimptomatik/ gejala ringan
 Simptomatik setelah terpapar VHB beberapa minggu/ bulan, malaise, anorexia, rasa tak enak di perut, icterus 
 Laboratorium :
  enzim transaminase
 Petanda serologis virus
 Infeksi VHB akut * HBsAg (+) - infeksius
Pejamu kronis (6 bulan) * IgG anti HBc (+) – menetap seumur hidup
Stadium Infeksi Hepatitis B
Marker Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
HBsAg + + + -
Anti – HBs - - - +
Anti – HBc + + + +
HBeAg + + - -
Anti HBe - - + +
DNA – VHB + kuat + - -
AST – ALT N  N N
 Stadium I
 Bersifat imun toleran
 Neonatus  beberapa dekade
 Dewasa  2 – 4 minggu
 Gejala klinis : -
 Stadium II
 Respons imun berkembang
 stimulasi sitokin
 sitolisis hepatosit
 HBeAg : tetap diproduksi
 Periode simtomatik  3 – 4 minggu (akut)
 Kronis :   10 tahun  sirosis/ komplikasi
 Stadium III
 Mampu mempertahankan respons imun
 Eliminasi hepatosit terinfeksi
 Replikasi virus aktif : berakhir
 Stadium IV 
 HBsAg : hilang
 Faktor-faktor yang berperan dalam evolusi ke 4 stadium:
 Predisposisi genetik (ras ASIA)
 Adanya virus lain (VHD, VHC)
 Pengobatan imunosupresif
 Jenis kelamin (laki-laki lebih buruk dari perempuan)
 Timbul hepatitis B mutan
Kebijakan Preventif
 Memotong rantai transmisi VHB pada usia dini  2 pola : vertikal dan horizontal
 Imunisasi Aktif :
 Vaksin hepatitis B rekombinan (dari sel ragi)
  Engerix-B (SKB)
  HBVax – II (MSD)
  Hepavax Gene (KGC) 
 Semua bayi baru lahir (tabel 6)
 Mencegah HVB klinis : 90-95% (anti HBs > 10 mIU/ ml)
 Memori sistem imun  12 tahun post imunisasi
 Booster tidak dianjurkan
 Efek samping : lokal, ringan, sementara (1 – 6%)
 Uji serologis (anti HBs) tidak dianjurkan
(populasi risiko tinggi  1 – 2 bulan post imunisasi ke – 3)
 Imunisasi Pasif :
 HBIg (Hepatitis B Immunoglobuline)
 Proteksi cepat
 Jangka pendek
 Dosis : 100 U (0,5 ml) I.M
- dalam waktu 12 jam setelah lahir
- bersamaan dengan vaksin aktif (sisi berbeda)
 Keadaan khusus : (tabel 7)
 Ibu pengidap
o HBIg segera setelah lahir/ 12 jam pertama
o BKB/ BBLR  vaksin aktif segera
         periksa antiHBs 1 bulan setelah vaksin ke 3
 Bukan pengidap
o BKB/ BBLR risiko rendah (respons imun kurang) 
  imunisasi ditunda – BB 2 kg
          – umur 2 bulan
 Non-responder
o Setelah 3x vaksinasi  anti HBs (-)
o Vaksinasi tambahan 1 – 3 x (kecuali HBsAg (+))
 setelah 3 x anti HBs masih (-)
 tidak perlu tambahan lagi
Penatalaksanaan Kuratif Umum
 Hepatitis Virus B Akut
 Awal periode symptomatic  tirah baring
 Prinsip :
o Suportif
o Pemantauan perjalanan penyakit
 Rawat inap : G.E.D, masukan oral sulit, SGOT/ SGPT > 10xN, curiga hepatitis fulminan (koagulopati, ensefalopati)
 Pantau : fungsi hati dan HBsAg  setelah 6 bulan HBsAg masih (+)  pengidap HVB
 Hepatitis Virus B kronik 
 Risiko sirosis dan KHS (pemahaman orang tua)
 Pola hidup sehat, aktivitas fisik normal  tumbuh kembang normal
 Imunisasi rutin, vaksin HVA
 Pemantauan berkala :
o Setiap 6 bulan : HBsAg, HBeAg, SGOT/ SGPT, USG hati, -fetoprot (KHS?)
o Setiap 1 – 2 tahun : HBV – DNA (tidak rutin)  untuk terapi antivirus (prediksi keberhasilan terapi dan respons terapi)
o Setiap 2 bulan : > 3 x pemeriksaan berturut-turut HBsAg tetap (+), SGOT/ SGPT  > 1,5 x N  terapi anti virus ?
o Biopsi hati : sebelum anti virus
 ulang biopsi utk melihat respons terapi
Penatalaksanaan Kuratif Khusus
 Hepatitis B kronik  anti virus (Lamivudine dan IFN)
 KHS – HVB
Tujuan Anti virus
 Anti replikasi
 Imunomodulator
 Anti proliferasi 
1. Menekan replikasi  menurunkan risiko transmisi
2. Aminotransferase : N
histologis hati : baik
3. Derajat infektivitas virus : 
4. Gejala : - / 
5. Progresivitas dicegah, insidens  KHS  survival baik
Indikasi terapi antivirus
 HBV kronik, SGOT/ SGPT   1,5 x N
 HBsAg (+)
 HBV DNA (+)
 Keberhasilan kombinasi IFN + lamivudine :
 Hanya 25 – 40% respons jangka panjang
 Terapi berhenti  HBsAg dan HBV – DNA muncul kembali
 Faktor prediktor keberhasilan terapi :
1. SGOT/SGPT  > 1,5 x N
Kadar HBV DNA serum rendah
2. Riw hepatitis B akut, transmisi non-vertikal
3. Lama sakit : relatif pendek
4. P.A hati : hepatitis kronik aktif, sirosis (-)
5. Anti HIV dan HDV (-)
6. ♀ terinfeksi masa dewasa
 KHS – HVB :
 Jarang terjadi pada anak, kecuali daerah endemis
 Bedah  reseksi tumor, lobektomi
 Embolisasi (tumor luas) : 1 lobus hati
 Transplantasi hati
 Chemotherapy : tidak responsif 
Hepatitis C  
Masih merupakan masalah serius
 Anak :  - faktor risiko belum 
  - insidens infeksi VHC jelas
 Faktor risiko tinggi ditemukan pada transfusi berulang darah/ produk darah
 Infeksi akut VHC  
 85% menjadi hepatitis kronis
 20% menjadi sirosis dan KHS (setelah 3 dekade)
 Aysmptomatic  diagnosis dari pemeriksaan awal lab dan uji serologis
 Struktur genom VHC sangat heterogen, mudah mutasi :
 Respons terapi antivirus kurang baik
 Sulit dibuat vaksin
 Terapi antivirus : keberhasilan < hepatitis B
             Angka relaps >
 Upaya preventif : uji tapis darah donor
 Ibu pengidap VHC  pantau bayi sampai 12 bulan  periksa anti VHC > 12 bulan (transfer pasif antibodi maternal)
Virologi 
 Genom virus hepatitis C ditemukan tahun 1989 (Choo,cs)
 Famili Flaviviridae
 Struktur genom : heterogen
 Golongan virus : genotipe  - 6
          subtipe   - > 50
          quasispecies
Cara Penularan
  Parenteral  80% hepatitis kronis
 Transfusi berulang/ donor multipel
 Hemodialisis 
 Kontak personal  prevalensi ± 8 – 15%
 Perinatal (vertikal) : jarang ± 9%
 Transplantasi organ
Manifestasi dan Perjalanan Penyakit
 Klinis : sangat bervariasi, tidak spesifik
 Anak : asymptomatic
 Ko-infeksi hepatitis B  gejala lebih berat
 
 Sirosis KHS 
   Berat Stadium Akhir
 Infeksi VHC Kronik   penyakit hati
      85%
 Infeksi VHC Akut  Hepatitis Kronis
          Sedang     ringan
 Sembuh 15%
Hepatitis C Akut (Gambar 4) 
 Masa inkubasi : ± 7 minggu (3 – 20 minggu)
 Diagnosis pasti dengan uji serologis anti VHC
 Gejala klinis (4 – 12%) : malaise, nausea, nyeri perut kuadran kanan atas, ikterus, urine tua
 RNA VHC (+) : 1 – 2 minggu setelah terpapar
 ALT   + gejala klinis : setelah beberapa minggu
 Histopatologi : sel hati bengkak, nekrosis, infiltrasi sel mononuklear, kolestasis
Hepatitis C Kronis (Gambar 5)
 Klinis : tidak spesifik, sering asymptomatic
 Mutasi virus  beb.quasispecies pd 1 individu  VHC melindungi diri dari sistem imun
 Histopatologi : 3 bentuk (aktif, persisten, lobuler)
 Biopsi hati :  nilai berat kerusakan hati  prediksi progresivitas penyakit (nekrosis “piece meal”, nekrosis lobuler)
Infeksi Fulminant
 Disebabkan karena respons imun thdp hepatosit  lisis sel  enzim transaminase keluar secara masif
Carcinoma Hepatoseluler
 Anti VHC 
 RNA VHC  : serum, hati, jaringan tumor
 Hepatitis C + Ko-infeksi VHB  risiko KHS besar
Autoimmune Hepatitis (AIH)
 Jarang terjadi pada anak-anak
 Ada 2 tipe : tipe 2 a dan tipe 2 b
Diagnosis Hepatitis C
 Pemeriksaan lab 
 Uji serologi  : antibodi VHC
 Uji molekuler  : genom RNA VHC
 Uji Serologi
 Anti VHC : infeksi lampau maupun sekarang
 Cara kerja :  - EIA ( Enzyme Immuno-Assay)  3 generasi
- RIBA (Recombinant Immunoblot Assay)  tes konfirmasi (lebih spesifik)
EIA – 1 Serokonversi 16 minggu
Sensitivitas 70 – 80%
EIA – 2 Serokonversi 10 minggu
Sensitivitas 92 – 95%
EIA – 3 Serokonversi 2 – 3 minggu
Sensitivitas 97%
Dipstick Entebe
 Produksi lab hepatika mataram
 Menemukan : core anti VHC
 Waktu pemeriksaan : 60 menit
 Relatif murah
 Sensitivitas : cukup tinggi
Uji molekuler
 PCR (Polymerase Chain Reaction)
 Dilakukan setelah 1 – 3 minggu inokulasi virus
Preventif Umum
 Mencegah transmisi  hepatitis B
 Uji tapis (screening) donor darah
 Uji tapis (screening) kelompok risiko tinggi
Preventif Khusus
 Pemeriksaan anti VHC  Hepatitis B
 Ibu pengidap HVC  5% bayi terinfeksi
Transfer pasif sampai umur 12 bulan
ASI : tetap diberikan
 Vaksin HVC  belum ada karena sulit dibuat (laju mutasi tinggi)
 Upaya kuratif umum : suportif, pola asuh sehat, imunisasi (walaupun menderita hepatitis)
 Upaya kuratif khusus : terapi anti-virus (IFN dan Ribavirin)
Hepatitis C akut
 Asymptomatic
 Imunodiagnosis (-) : sembuh/ kebal
 Gejala akut  kronis
 Terapi anti – virus : mencegah kronisitas, kerusakan hati
Hepatitis C kronis
  hepatitis B
 Setiap 6 bulan : anti HVC
Masih   SGOT/SGPT, USG hati, RNA-HVC (ideal)
 SGOT/SGPT > 1.5 x N, 3x interval 2 bulan
 Biopsi hati  terapi antivirus ?
 Respons terapi ?
 ulang biopsi hati dan RNA-HVC
InDIkAsi TerApI
 Diagnosis pasti 
 Akut : setelah 2 bulan anti HCV masih  dan  SGOT/SGPT 
 Kronik :  SGOT/SGPT > 6 bulan
Keberhasilan Terapi Kombinasi (IFN + Ribavirin)
 Sangat rendah
 Respons jangka panjang : 10 – 25%
 Terapi berhenti  RNA – HCV muncul lagi, oleh karena :
 Kecepatan mutasi virus tinggi
 Efek resistensi terhadap pengobatan
Faktor Prediksi Respons Terapi
 Gejala hepatitis ringan – sedang  lebih baik daripada asymptomatik atau sirosis
Faktor Prediksi Gagal Terapi
 Kadar viremia tinggi
 Gangguan sistem imun (HIV , keganasan)
 Penumpukan besi dalam hati (hepatitis kronis)
Hepatitis Akut
  
KOLESTASIS
Definisi 
 Gangguan sekresi dan atau aliran empedu ( 3 bulan pertama)
 Penumpukan bahan-bahan yang harus diekskresi oleh hati (bilirubin, asam empedu, kolesterol)
 Regurgitasi bahan-bahan tersebut ke plasma
Klinis
 Sindrom kolestatik yaitu : ikterus, urin berwarna tua, tinja dempul (menetap/ fluktuatif)
Laboratorium
 Terjadi peningkatan kadar :
 Bilirubin direk (conjugated) : > 1,5 mg/dl, > 20% bilirubin total
 ∂ - GT dan alkali fosfatase  
 Kolesterol 
Patologi
 Pelebaran kanalikuli biliaris -  empedu
 Bile lakes  nekrosis hepatosit
 Angka kejadian  1 : 2.500 – 10.000 kelahiran; 20 – 30% atresia bilier 
 Kolestasis merupakan keadaan patologis
 Bilirubin direk
 Empedu  hidrofobik ; hepatotoksik
    
 Metabolisme bilirubin
Hemoglobin
Heme
    Hemoksigenase
Biliverdin
   Biliverdin - reductase
  Bilirubin indirek (bebas)         Lipofilik
                 kompleks bilirubin - albumin
Ambilan : protein - y ; protein – z
Konjugasi (glukuronil transferase)
Bilirubin direk (conjugated)       Hidrofilik
         Hidrolisis Bakteri 
Bilirubin :
Sterkobilin
Urobilinogen
Patogenesis Kolestasis
 Kelainan terjadi pada :
1. Membran sel hati  ambilan asam empedu 
 Gangguan pada enzim Na+ - K+ - ATPase  transporter
 Misalnya : estrogen, endotoksin
2. Di dalam sel hati
 Gangguan transpor garam empedu di dalam sel hati
 Gangguan sekresi garam empedu ke kanalikulus biliaris
 Misalnya : toksin, obat-obatan
3. Saluran empedu intrahepatik
 Proses metabolisme garam empedu yang abnormal
 Gangguan kontraksi kanalikulus biliaris 
4. Saluran empedu ekstrahepatik
 Sumbatan, infeksi 
 Kolestasis terbagi menjadi :
- kolestasis intrahepatik
- kolestasis ekstrahepatik
Kolestasis Intrahepatik
A. Idiopatik
1. Hepatitis neonatal idiopatik
2. Lain-lain : Sindrom Zellweger
B. Anatomik
1. Hepatik fibrosis kongenital/ penyakit polikistik infantil
2. Penyakit Caroli
C. Kelainan Metabolik 
1. Kelainan metabolisme asam amino, lipid, KH, asam empedu
2. Penyakit metabolik lain : def α1 – antitripsin, hipotiroid, hipopituitarisme
D. Infeksi
1. Hepatitis virus A, B, C
2. TORCH, reovirus, dll 
E. Genetik/ kromosomal
1. Sindrom Alagile
2. Sindrom Down, Trisomi E
F. Lain-lain
Nutrisi parenteral total, histiositosis x, renjatan, obstruksi intestinal, sindrom polisplenia, lupus neonatal
Kolestasis Ekstrahepatik
 Atresia bilier
 Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier
 Massa (kista, neoplasma, batu)
 Inspissated bile syndrome , dll
Gejala klinis
Retensi/ regurgitasi
 Empedu – gatal, toksik
 Bilirubin – ikterus
 Hiperkolesterolemia  xantomatosis
 Trace element – toksik (tembaga, dll)
 empedu intraluminal
 Malabsorbsi lemak  malnutrisi
 Malabsorbsi vitamin yang larut dalam lemak
 A – kulit tebal, rabun senja
 D – osteopenia
 E – saraf, otot (degenerasi)
         - anemia hemolitik
 K – pembekuan - hipoprotrombinemia
 Diare/ steatorrhoe  kalsium 
 Gejala-gejala ini pada akhirnya akan menimbulkan penyakit hati progresif (sirosis bilier) yang berakibat terjadi :
1. Hipertensi porta (hipersplenisme, ascites, varises  perdarahan)
2. Gagal hati 
Pemeriksaan Penunjang
 Darah
 Uji fungsi hati :
1. Kemampuan transpor organik anion : bilirubin
2. kemampuan sintesis :
i. Protein : albumin, PT, PTT
ii. Kolesterol 
3. Kerusakan sel hati
i. Enzim transaminase (SGOT = AST ; SGPT = ALT)
ii. Enzim kolestatik : GGT, alkali fosfatase 
 Uji serologi :  intrahepatik kolestasis
1. Hepatitis virus B, (C)  bayi dan ibu
2. TORCH
 Lain-lain (sesuai indikasi)
 Urin 
 Bilirubin – urobilinogen
 Tinja
 Tinja 3 porsi 
I. 0600 - 1400
II. 1400 - 2200
III. 2200 - 0600
Bila tinja pucat fluktuatif   intrahepatik
Bila tinja pucat menetap     ekstrahepatik (atresia bilier)
 Sterkobilin
Pemeriksaan Radiologik
 USG perut, berlangsung dalam 2 fase 
  Puasa  1 – 2 jam setelah minum/ makan
       minimal 4 jam
 Skintigrafi (isotop Tc-DISIDA)  Tc- BRIDA
 Kolangiografi (intraoperatif)
Sirosis/ hipertensi porta :
 USG Doppler
 Splenoportografi
Biopsi Hati
 Intrahepatik  Giant Cell Transformation
 Ekstrahepatik  dilatasi duktulus biliaris
  (atresia bilier)    proliferasi duktulus
4 Kriteria Kolestasis
Kriteria Ekstrahepatik Intrahepatik
Warna tinja
pucat
kuning 
79 %
21% 
26%
74%
Berat lahir (g) 3226 ± 45 2678 ± 65
Usia saat tinja dempul (hari) 16 ± 1,5
± 2 minggu 30 ± 2
± 1 bulan
Gambaran hati
- Normal
- Hepatomegali
 Konsistensi normal
 Konsistensi padat
 Konsistensi keras 
13 %
12
63
24 
47 %
35
47
6
Data Awal Laboratorium
 Ekstrahepatik Intrahepatik 
Bilirubin Direk (mg/dL) 6,2 ± 2,6 8,0 ± 6,8
SGOT < 5 x N > 10 x N /
> 800 U/I
SGPT < 5 x N > 10 x N /
> 800 U/I
GGT > 5 x N/
> 600 U/I < 5 x N/ N
Dasar Terapeutik Kolestasis
1. Terapi etiologik
 Operatif – ekstrahepatik  portoenterostomi kasai (umur < 6 – 8 minggu)
 Non operatif – intrahepatik (medikamentosa)
2. Stimulasi aliran empedu
 Fenobarbital
 Enzim glukuronil transferase
 Enzim sitokrom P450 induksi
 Enzim Na+K+ATPase 3 – 10 mg/ kgBB/ hr ; 2 dd
 Ursodeoksikolat  10 – 30 mg/ kgBB/ hr
 Competitive binding empedu toksik
 Bile flow inducer
 Suplemen empedu
 Hepatoprotector
 Kolestiramin  0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr
 Menyerap empedu toksik
 Menghilangkan gatal
 Rifampisin  10 mg/ kgBB/ hr
  aktivitas mikrosom
 Menghambat ambilan empedu
3. Terapi suportif
 Terapi nutrisi
 MCT
 Vitamin ADEK
 A 5.000 – 25.000 U/ hr
 D3 0,05 – 0,2 μg/ kgBB/ hr
 E 25 – 50 IU/ kgBB/ hr
 K1 2,5 – 5 mg/ 2 – 7 x/ mig
 Mineral dan trace element  Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
4. Terapi komplikasi
 Hiperlipidemia/ xantelasma : kolestipol
 Gagal hati : transplantasi
Kesimpulan
1. Mengenal dini kolsetasis
 Ikterus
 Urin gelap
 Tinja dempul 
2. Membedakan ekstrahepatik – intrahepatik
 Anamnesis perinatal
 Warna tinja
 Laboratorium 
3. Intervensi dini
 Terapi etiologik
4. Terapi suportif
 Terapi nutrisi
 Terapi simtomatik
Infeksi Virus Dengue
 Mild Undifferentiated Febrile Illness
 Demam Dengue (DD) – belum ada perdarahan
 Demam Berdarah Dengue (DBD) – sudah ada perdarahan di bawah kulit (epistaksis, petechiae)
 Demam Berdarah Dengue + Syok (SSD)
Spektrum Klinik
  Asymptomatic Symptomatic
           (Silent Dengue Infection)
        Demam Berdarah Dengue (DBD)
 Demam (Kausa?)  Demam Dengue           Perembesan plasma
(Sindrom Penyakit Virus)        (DD)
 Undiff. Febrile Illness     Syok (-)  Syok 
     (SSD)        Perdarahan (-)    Perdarahan 
                               DD                     DBD
      
Epidemiologi
 Indonesia : sejak abad ke 18  David Bylon (Belanda)
 Penyakit demam 5 hari = Demam Sendi                gejala klinik :
  demam hilang dalam 5 hari disertai nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala hebat
  penyakit ringan, kematian (-)
 Sejak tahun 1968 : Surabaya, Jakarta  kematian 
  dan penyebaran DBD  faktor-faktor :
1. Pertumbuhan penduduk
2. Urbanisasi (tidak terencana/ terkontrol)
3. Daerah endemik  kontrol terhadap nyamuk (-)/ tak efektif
4.  sarana transportasi (Mobilitas )
 Faktor-faktor morbiditas/ mortalitas :
 Status imunologis pejamu (host)
 Kepadatan vektor nyamuk
 Transmisi virus dengue
 Keganasan virus
 Kondisi geografis
 Incidens Rate  : 0,005/ 100 penduduk (1968)
            6 – 27/ 100 penduduk (tahun terakhir)
 Suhu panas (28 - 32°C) serta kelembaban tinggi membuat nyamuk tahan hidup dalam jangka waktu yang lama
 Penyakit menular dan dapat menimbulkan wabah  harus dilaporkan segera dalam waktu < 24 jam (sesuai dengan UU No. 4 th 1984, PERMENKES no 560 th 8.)
VIRUS DENGUE
 Grup B Arthropod Borne Virus (Arboviruses)
  genus flavivirus, famili flaviviridae
 4 jenis serotipe : Den-1, Den-2, Den-3, Den-4 (sirkulasi sepanjang tahun)
Bila sudah terkena serotipe yang satu lalu misalnya orangnya sakit lagi berarti karena serotipe yang lain  karena bila sudah kena terhadap serotipe tertentu otomatis menjadi kebal terhadap serotipe yang terkena
Cara Penularan
 3 faktor : manusia, virus, vektor perantara
 Nyamuk Aedes aegypti
  langsung : dari orang mengalami viremia
  tak langsung : setelah masa inkubasi dalam tubuh 8 – 10 hari (Extrinsic Incubation   Period)
  infektif : selama hidupnya
 Masa inkubasi pada manusia : 4 – 6 hari (Intrinsic Incubation Period)
  penularan : keadaan viremia (3 – 5 hari)
Patogenesis
 Ada 2 teori  hipotesis :
 Infeksi sekunder – secondary heterologous infection
 Immune enhancement
 The Second Heterologous = The Sequential Infection
 DBD terjadi setelah terinfeksi pertama kali, mendapat infeksi kedua dengan serotipe lain  setelah 6 bulan – 5 tahun
 Kompleks antigen – antibodi  aktivasi komplemen  anafilatoksin C3a, C5a   permeabilitas kapiler  kebocoran plasma (plasma leakage)
  Antigen – antibodi  = IgG spesifik
  Anafilatoksin  = mediator
 Immune Enhancement
a. Monosit
 Makrofag  sel fagosit mononuklear
 Histiosit  infeksi virus dengue primer
 Sel Kupffer
b. Antibodi non neutralizing : sebagai reseptor spesifik permukaan sel fagosit mononuklear  virus dengue melekat
c. Replikasi virus dalam sel fagosit
d. Sel monosit mengandung kompleks imun  menyebar ke usus, hati, limpa, sumsum tulang
e. Sel monosit teraktivasi  interaksi dengan sistem humoral dan sistem komplemen  mediator lepas (zat anafilatoksin)   permeabilitas kapiler  perembesan plasma dari intravaskuler ke ekstravaskuler (plasma leakage), hipovolemia dan syok
Mediator  agregasi trombosit, aktivasi sistem koagulasi (koagulopati)  perdarahan hebat
Spektrum Klinis
 Demam Dengue (DD)
 Demam akut : 2 – 7 hari
 Dengan  2 manifestasi : nyeri kepala retro-orbital, mialgia, ruam kulit, perdarahan, leukopenia
 Demam Berdarah Dengue (DBD)
 Awal perjalanan penyakit  DD
 Cenderung perdarahan dengan  1 manifestasi :
 Uji tourniquet 
 Petechiae, echimosis atau purpura
 Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi)
 Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (< 100.000/ mm3)
 Hemokonsentrasi dengan  1 manifestasi :
  Ht > 20% standar (sesuai umur, jenis kelamin)
  Ht  20% setelah pengobatan cairan
 Perembesan plasma  efusi pleura, ascites
Sindrom Shock Dengue (SSD)
 Kriteria SDA + manifestasi gagal sirkulasi
 Nadi lemah, cepat, tekanan nadi  (< 20 mmHg), hipotensi, kulit dingin/ lembab, gelisah
Perjalanan Penyakit DD/ DBD
 Sulit diramalkan
 Fase demam : 2 – 7 hari
 Fase kritis : 2 – 3 hari  suhu , risiko SSD 
 Perdarahan, shock  segera pengobatan cepat/ tepat
 Pengobatan adekuat  menurunkan angka kematian
 Patofisiologi :
 Gangguan hemostasis perembesan
  permeabilitas vaskuler plasma
 Gambaran klinis DBD : diawali demam tinggi mendadak, diatesis hemoragik (terutama kulit), hepatomegali, gangguan sirkulasi (kasus berat  syok)
 Prognosis DBD : tergantung saat diagnosis perembesan plasma ( trombosit,  Ht)
Derajat Penyakit DD/ DBD
Klasifikasi Derajat  untuk Penatalaksanaan
DD/DBD Derajat Gejala Keterangan
DD  Demam +  1 gejala :
Nyeri kepala, nyeri retro-orbita, mialgia, arthralgia Rawat jalan
DBD I Gejala tersebut di atas + uji tourniquet  Observasi rawat Puskesmas/ RS tipe D/C
DBD II/ III Gejala tersebut di atas + perdarahan spontan Rawat inap di Puskesmas/ RS tipe D/C
DBD IV Syok berat, tekanan darah + nadi tak terukur Rawat RS tipe B/A
Diagnosis
 Demam Dengue (DD)
 Masa inkubasi : 4 – 6 hari (rentang : 3 - 14 hari)
 Gejala :
 Prodromal : nyeri kepala, tulang belakang, rasa lelah
 Khas : naiknya suhu mendadak (menggigil, sakit kepala)
 Flushed face (muka merah)
 Dalam 24 jam : nyeri belakang mata, fotofobia, nyeri otot/ sendi
 Lain-lain : anorexia, konstipasi, nyeri perut/ kolik, nyeri tenggorok, depresi (menetap beberapa hari)
 Demam : 39° - 40°C
 Awal  ruam muka, leher, dada  urtikaria
 Akhir fase demam/ awal suhu turun  ruam jadi makulopapular, petechiae tangan dan kaki, gatal
 Perdarahan kulit  uji tourniquet  dengan/ tanpa petechiae (trombosit N, faktor pembekuan N)
 Manifestasi klinis DD  penyakit virus, bakteri
 Diagnosis : isolasi virus/ serologis
 Demam Berdarah Dengue (DBD)
 Patofisiologis : kelainan hemostasis dan perembesan plasma  trombositopenia,  Ht
 Gejala :   khas  DD
 tidak khas : anorexia, muntah, sakit kepala, nyeri otot/ sendi, rasa tak enak daerah epigastrium, nyeri kuadran atas kanan, nyeri perut
 4 gejala utama DBD :
1. Demam
 Mendadak  terus menerus : 2 – 7 hari   cepat 
Pada suhu 40°C dapat terjadi kejang demam
 Akhir fase demam = fase kritis  awal penyembuhan/ awal fase syok
2. Tanda perdarahan
 Penyebab : vasculopathy, trombositopenia, gangguan fungsi trombosit, DIC
 Jenis perdarahan :
 Kulit  uji tourniquet – rumple leede = uji bendung    fragilitas kapiler 
 Penyakit virus (campak, demam chikungunya)
 Infeksi bakteri (tifus abdominalis)
 Awal penyakit : ± 70% uji tourniquet 
  2,8 cm (1 inch) : > 10 – 20 petechiae (bagian volar lipatan siku/ fossa cubiti)
3. Hepatomegali
 Dapat diraba (just palpable) –> 2 – 4 cm bawah arcus aorta
 Nyeri tekan, kadang-kadang ikterus
4. Syok (kegagalan sirkulasi)
 Kasus ringan  sedang : demam , gejala klinis hilang  berkeringat, perubahan denyut nadi dan tekanan darah, akral (ujung) ektremitas dingin, kongesti kulit.
Beri IVFD  sembuh spontan
 Kasus berat : kulit dingin/ lembab, sianosis sekitar mulut, gelisah, nadi cepat/ lemah/ kecil ( tak teraba), tekanan nadi  ( 20 mmHg)
 Fase kritis = syok berat (profound shock) : nadi, tekanan darah tak dapat diukur lagi
 Meninggal dalam 12 – 24 jam/ sembuh cepat setelah IVFD
 Komplikasi : 
 Asidosis metabolik prognosis
 Perdarahan saluran cerna buruk
 Perdarahan intraserebral  kejang, koma
 Ensefalopati 
 Penyembuhan : sinus bradikardi, denyut nadi tak teratur (aritmia), ruam petechiae daerah distal (kaki, tangan, kadang-kadang muka)
 Jumlah leukosit
 Normal/  (neutrofil)
 Akhir fase demam : leukosit dan neutrofil , limfosit relatif 
  limfosit plasma biru > 15% (pewarnaan : Maygrunwald, Giemsa, Wright)
 Trombositopenia
  < 100.000/ mm3 atau < 1 – 2 trombosit/ LPB (pemeriksaan 10 LPB)
 Antara hari ke 3 – 7
 Sebelum suhu , sebelum  Ht
 Kadar hematokrit 
   hemokonsentrasi (  20%)
 Misalnya : 35% menjadi 42%
 Pemeriksaan lab lain :
 Albumin  : sementara
 Eritrosit dalam tinja : selalu
  faktor koagulasi
 Disfungsi hati    vitamin K, protrombin
 PT, PTT
  serum komplemen 
 Hidroproteinemia, hiponatremia, SGOT  
 Asidosis metabolik, ureum 
 Pemeriksaaan radiologis :
 X – foto thorax : efusi pleura terutama hemitoraks kanan (foto dalam posisi lateral dekubitus kanan  tidur sisi badan kanan)
 USG : efusi pleura, ascites
Kriteria Diagnosis DBD berdasarkan WHO 1986 terbagi secara klinis dan secara lab
 Kriteria klinis
a. Demam tinggi : mendadak, tanpa sebab jelas, terus menerus 2 – 7 hari
b. Manifestasi perdarahan : uji tourniquet , petechiae, echimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis/ melena
c. Hepatomegali 
d. Syok : nadi cepat, lemah, tekanan nadi , hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, gelisah
 Kriteria laboratoris
e. Trombositopenia :  100.000/ mm3
f. Hemokonsentrasi :  Ht  20%
Diagnosis klinis DBD :
 2 kriteria klinis pertama
 2 kriteria laboratoris
Memperkuat diagnosis :
 Efusi pleura
 Hipoalbuminemia
Klasifikasi DBD dalam 4 derajat (WHO, 1975)
 Derajat I  : demam, gejala tak khas, uji tourniquet 
 Derajat II  : seperti I, perdarahan spontan kulit, perdarahan lain
 Derajat III : kegagalan sirkulasi  nadi cepat, lembut,  tekanan nadi ( 20 mmHg), hipotensi, sianosis sekitar mulut, kulit dingin/ lembab, anak gelisah 
 Derajat IV : syok berat (profound shoch)  nadi tak teraba, tensi tak terukur
Diagnosis Laboratorium
 Isolasi virus
 Deteksi :  antigen virus – RNA dalam serum/ jaringan tubuh manusia/ nyamuk – PCR
   antibodi spesifik dalam serum
Diagnosis Serologis
1. Uji hemaglutinasi inhibisi (HI test)  baku emas
 Paling sering dipakai
 Sensitif, tidak spesifik  tipe virus ?
 Antibodi Hi tahan dalam tubuh > 48 tahun
 Diagnosis : titer konvalesens 4x titer akut (>1280)
2. Uji komplemen fiksasi (CF test)
 Jarang untuk uji diagnosis rutin
 Prosedur pemeriksaan sulit
 Bertahan 2 – 3 tahun
3. Uji netralisasi (NT)
 Paling spesifik dan sensitif
 Bertahan > 48 tahun
 Prosedur pemeriksaan rumit, tidak rutin
4. IgM ELISA
5. IgG ELISA
Dianosis Banding
 Demam fase akut : infeksi virus, bakteri
 Hari-hari pertama : morbili, ITP disertai demam
 Demam hari ke 3 – 4 : DBD (perdarahan, hepatomegali)
 Sepsis  syok DBD
Komplikasi tidak lazim/ Unusual Manifestation
 Ensefalopati Dengue
 Akibat dari : 
o Syok berkepanjangan + perdarahan
o Gangguan metabolisme : hipoksemia, hiponatremi
o Trombosis permbuluh darah otak (DIC)
 Atasi syok   nilai kesadaran
   kesadaran masih   LP (hati-hati trombosit < 50.000/μL darah)
 Lab :   SGOT/ SGPT , PT/ PTT >, glukosa darah , alkalosis, hiponatremi, amoniak darah
 Kelainan Ginjal 
 Fase terminal, syok tak teratasi
 Diuresis  > 1 ml/ kgBB/ jam
 Oedem Paru
 Pemberian cairan >>
Tatalaksana
 Suportif : mengatasi kehilangan cairan plasma
 Demam Dengue
 Dpt berobat jalan, tak perlu dirawat
 Fase demam  tirah baring
 Antipiretik, kompres hangat
  suhu < 39°C : parasetamol (KI salisilat)
 Cairan dan elektrolit : per oral  2 hari
 Monitor : suhu, trombosit, Ht  sampai normal
 Suhu   penyembuhan
 Demam Berdarah Dengue
Gambaran klinis sangat khas
 Demam tinggi mendadak
 Diatesis hemorhagik
 Hepatomegali 
 Kegagalan sirkulasi
Derajat I dan II  IVFD 12 – 24 jam
Fase demam
 Antipiretik  parasetamol : mempertahankan suhu < 39°C
 Dosis : 10 – 15 mg/kgBB/x
Umur
(tahun) Parasetamol
Dosis (mg) Tiap kali pemberian tablet
1 tablet = 500 mg
< 1 tahun 60 ⅛
1 – 3  60 – 125 ⅛ – ¼
4 – 6 125 – 250 ¼ - ½
6 – 12 250 – 500 ½ - 1
 Demam tinggi  - rasa haus
 Anorexia, muntah  - dehidrasi
 Minum 50 ml/ kgBB dalam 4 – 6 jam pertama
 Dehidrasi diatasi
 Cairan rumatan 80 – 100 ml/ kgBB/ 24 jam
 Kejang demam  tambah antikonvulsif
Penggantian volume plasma DBD :
 Fase  suhu (afebris/ kritis/ syok)  perembesan plasma
 Awal penyakit : 2 – 3 jam pertama hitung kebutuhan 
 Kasus syok : 30 – 60 menit  cairan
 24 – 48 jam berikutnya: sesuai dengan tanda vital, Ht, jumlah volume urine
 Kebutuhan cairan : jumlah cairan rumatan + 5 – 8%
 IVFD pada :
1. Anak terus muntah, tak mau minum, demam tinggi
2. Nilai Ht 
Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang
Defisit 5 – 8%
Berat Waktu masuk
(kg) Jumlah Cairan
ml/kgBB/hari
< 7 220
7 – 11 165
12 – 18 132
> 18 88
Kebutuhan cairan rumatan
Berat Badan
(kg) Jumlah Cairan 
(ml)/ 24 jam
10 100 per kgBB
10 – 20 1000 + 50 x kgBB
> 20 1500 + 20 x kgBB
Ht   perembesan berhenti IVFD terus diberikan
Fase konvalesens  reabsorbsi cairan ekstravaskuler
   
    Edema paru dan distres pernapasan 
Jenis Cairan (Rekomendasi WHO)
 Kristaloid
 Larutan Ringer Laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/ RL)
 Larutan Ringer Asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/ RA)
 Larutan NaCl 0,9% (garam faali = GF) atau dekstrose 5% dlm lar garam faali (D5/ GF)
 Koloid
 Dekstran 40
 Plasma
Sindrom Syok Dengue
 Syok = kegawatan  pengobatan : cairan pengganti
 Penggantian volume plasma segera (bagan 5)
Awal : IVFD kristaloid 20 ml/kgBB tetesan cepat (bolus selama 30 menit)
Shock belum teratasi/ klinis memburuk  koloid 10 – 20 ml/ kgBB/ jam (max 30 ml/kgBB)
Perbaikan
Ganti dengan kristaloid 20 ml/ kgBB
 Syok menetap, Ht   perdarahan ?  transfusi darah segar
 Ht tetap tinggi  darah volume kecil (10 ml/kgBB/ jam)
 Perdarahan masif  darah 20 ml/ kgBB
 Kadar hematokrit  memantau penggantian plasma
 Tanda vital baik, Ht   IVFD tetap, tetesan  10 ml/ kgBB/ jam
 Ht  (± 40%)  IVFD stop
 Urin 2 ml/ kgBB/ jam  sirkulasi baik
 Syok teratasi  48 jam  cairan tak perlu lagi
 Tetap IVFD + reabsorbsi dari ekstravaskuler  hipervolemia  udem paru, gagal jantung
Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit
 Pemeriksaan :  - analisis gas darah  asidosis metabolik
  -  kadar elektrolit  hiponatremia
 Asidosis tak dikoreksi
   DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
 Penggantian secepatnya cairan plasma perdarahan akibat DIC tidak terjadi
 Koreksi asidosis (NaBikarbonas) (jadi heparin tidak perlu)
Sedatif
 Perfusi jaringan kurang baik  gelisah 
 Kloral hidrat oral/ rektal, dosis 12,5 – 50 mg/ kgBB (max 1 gram)
 Pemberian oksigen
Semua pasien syok  O2 2 liter/ menit (pakai masker)
Transfusi darah
 Pemeriksaan golongan darah + cross matching : setiap syok
 Darah segar   konsentrasi eritrosit
 Plasma segar  DIC dengan perdarahan
Trombosit suspensi  masif
 Syok berat + DIC  periksa : PT, PTT, FDP (Fibrinogen Degradation Product)  deteksi terjadi DIC
KELAINAN GINJAL
 Diuresis : belum 2 ml/ kgBB/ jam Furosemid
 Cairan pengganti cukup 1 mg/kgBB
 Pantau : diuresis, ureum, kreatinin
Pemantauan
 Nadi, tekanan darah, respirasi, suhu setiap 15 – 30 menit
 Ht setiap 4 – 6 jam – klinis stabil
 Catat : jenis cairan, jumlah, tetesan  cukup ?
 Catat : jumlah/ frekuensi diuresis
KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan baik
 Klinis : baik
 Ht stabil 
 3 hari setelah syok tertasi 
 Trombosit > 50.000/ μL
 Distress pernapasan (-)
TATALAKSANA ENSEFALOPATI DENGUE
 Syok teratasi   cairan ganti yang tanpa HCO3-
   jumlah cairan 
 Mengurangi udem otak : kortikosteroid (Kontraindikasi : perdarahan saluran cerna)
 Disfungsi hati : vitamin K I.V 3 – 10 mg selama 3 hari
 Kadar gula darah  usahakan > 60 mg%
  tekanan intrakranial :  jumlah cairan ( diuretik ?)
 Koreksi asidosis, elektrolit
 Perawatan jalan napas  O2 adekuat
  produksi amoniak : neomisin, laktulosa
 Mencegah infeksi bakteri sekunder : antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100 mg/kgBB/ hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/ hari)
 Tidak diberi antasid, anti emetik  utk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati
 Transfusi darah segar/ komponen darah  bila ada indikasi
 Masa penyembuhan : asam amino rantai pendek
Aspek Preventif dan Kuratif
 Angka kematian perinatal yang tinggi (sosial ekonomi)
 Laporan komite retardasi mental (hipoksia, trauma lahir, infeksi)
 Laporan-laporan survei epidemiologi
 Penelitian fisiologi janin dan neonatus (maturasi, adaptasi, toleransi)
 Kelangsungan hidup BBLR
 Keluarga berencana (kualitas individu baik, kuantitas dibatasi)
 Maturasi  : transisi kehidupan intra uterin  ekstra uterin, berhubungan dengan masa gestasi 
    dibandingkan BB lahir
 Adaptasi  : hidup dalam lingkungan baru
 Toleransi  : hipoksia, kadar gula darah rendah, perubahan pH darah yang drastis
PERTUMBUHAN PERKEMBANGAN Janin
I. Periode Mudigah (Trimester I) : embrionik
 Organogenesis
 Gangguan: cacat bawaan, abortus
 Penyakit ibu: Rubella
 Obat Thalidomide  phocomelia, amelia
II. Periode Janin Dini (Trimester II)
 Implantasi belum sempurna
 Akselerasi pertumbuhan  panjang
 Organ mulai berfungsi (masih imatur)
III. Periode Janin Lanjut (Trimester III) - pertumbuhan cepat
 Pertambahan berat maksimal
 Siap hidup di luar uterus
 Bahaya: infeksi, partus prematur, retardasi pertumb intrauterin, asfiksia, kematian janin
 Minggu ke – 1 : jaringan germinal  pembelahan
Minggu ke – 2 : 2 lapis  entoderm + ektoderm
Minggu ke – 3 : lapis ke-3  mesoderm
Minggu ke – 4 : diferensiasi cepat 
 Antara 4 – 8 minggu  : proses blastulasi + gastrulasi
 Akhir minggu 8  : bentuk manusia (1 gr/ 2,5 cm)
 Umur 12 minggu (trimester I) : 14 gr/ 7,5 cm dan dpt dibedakan antara ♂ dan ♀
 Minggu ke 8-12 : sistem sirkulasi
 Trimester II:  kehamilan 28 minggu
 Pertumbuhan cepat, t.u panjang
 BB  1000 gr/ PB 35 cm
 Timbul berbagai fungsi yang baru
 Trimester III:  ukuran besar
 Penambahan jaringan subkutan + otot
Proses Pertumbuhan
 Perubahan dalam besar, jumlah, ukuran sel, organ maupun individu  aspek 1fisis
Proses Perkembangan
 Perubahan bentuk, fungsi pematangan organ atau individu, perubahan aspek sosial atau emosional akibat pengaruh lingkungan  aspek: fungsi pematangan 2intelektual dan 3emosional organ atau individu
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Janin/ Neonatus
 Masa Kelahiran : (siap hidup di luar uterus)
 Dampak kelahiran
 Dampak tindakan            Bahaya utama :
 Dampak pengobatan        - Hipoksia
 Dampak penyakit ibu      - Infeksi
 Dampak lingkungan      - Trauma lahir
 Masa Neonatus
Masa adaptasi intra uterin  ekstra uterin
 
 Sistem sirkulasi
 Sistem respirasi
 Sistem saraf
 Sistem metabolisme
 Sistem saluran cerna
 Sistemsalurankemih 
Tujuan evaluasi janin
 Tahap pertumbuhan janin  masa gestasi
 Tahap perkembangan janin  genetik
 Kelainan morfologik janin (bentuk dan struktur)
 Kelainan fungsional janin
 Gawat janin  BBLR
 Kelamin janin (setelah minggu ke-20)
Cara – cara EVALUASI JANIN KLINIS dan LABORATORIS
KLINIS LABORATORIS
 Pertambahan berat ibu
 Pertambahan besar uterus
 Pergerakan janin 
      (melihat dan meraba)
 Denyut Jantung Janin 
      (N: 120 – 160/ menit) Amniosentesis (analisis Rh)
Amnioskopi transabdominal
(cairan amnion hijau ?)
Sampel darah janin
USG: kelainan morfologik, fungsional  napas
Kardiotakografi (frekuensi denyut jantung)
EKG (denyut jantung)
X-Foto: jarang
Terminologi dalam PERINATOLOGI
1. Masa Perinatal  : masa sejak konsepsi s/d 4 minggu sesudah lahir
2. Masa Neonatal  : masa sejak lahir s/d 4 minggu sesudah lahir
3. Masa kehamilan  : masa sejak konsepsi s/d saat kelahiran dihitung dari HPHT
 Cukup bulan = Term  : masa gestasi 37 minggu sampai 42 minggu (259 – 293) hari
 Bayi Cukup Bulan (BCB)  : bayi dengan masa gestasi 37 – 42 minggu
 Kurang bulan = Preterm  : masa gestasi kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari)
 Berat lahir = Birthweight 
 Berat badan neonatus pada saat kelahiran ditimbang dalam waktu 1 jam sesudah lahir
 Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) = Low Birth Weight Infant
 Bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
 Bayi Berat Lahir Cukup (BBLC)
 Bayi dengan berat lahir  2500 gram
 Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) = Very Low Birth Weight Infant
Bayi dengan berat lahir 1000 sampai 1500 gram
 Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) = Extremely Very Low Birth Weight Infant
Bayi lahir hidup dengan berat lahir kurang dari 1000 gram
Masa PERINATAL
 Masa percepatan pertumbuhan otak (trimester terakhir s/d 6 bulan pasca persalinan)  modal dasar perkembangan kognitif, psikomotor dan afektif
KEMATIAN Janin
 Kematian sebelum terjadinya pengeluaran yang lengkap hasil konsepsi dari ibunya tanpa memandang masa kehamilan
 Kematian itu ditandai dengan tidak adanya usaha pernapasan atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan yang lain seperti pulsasi jantung, pulsasi tali pusat atau pergerakan yang jelas otot-otot (voluntary muscles)
Lahir MATI (Still Birth)
 Kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang telah mencapai umur kehamilan 28 minggu atau berat lahir sekurang-kurangnya 1000 gram
Lahir HIDUP
 Adalah pengeluaran lengkap suatu hasil konsepsi, tanpa memandang masa kehamilannya, yang setelah terpisah dari ibunya bernapas atau menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti pulsasi jantung, pulsasi tali pusat atau pergerakan otot sebelum atau sesudah tali pusat dipotong
Kematian NEONATAL DINI (Early Neonatal Death)
 Kematian bayi pada 7 hari pertama sesudah lahir
Kematian PERINATAL
 Kematian pada masa kehamialn 28 minggu sampai 7 hari sesudah lahir
ANGKA KEMATIAN Perinatal (Perinatal Mortality Rate)
 Jumlah kematian pada masa perinatal dikalikan seribu kemudian dibagi jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati disesuaikan dengan definisi terakhir
ADAPTASI Neonatal
 Pengertian: proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus  kehidupan di luar uterus
 Kemampuan adaptasi ini disebut homeostasis
 Bila terdapat maladaptasi bayi akan sakit
Homeostasis
 Kemampuan mempertahankan fungsi-fungsi untuk “survival”
 Dinamis
 Dipengaruhi tahap perkembangan 
Adaptasi NEONATAL 
* Adaptasi SIRKULASI *
 Homeostasis neonatus ditentukan oleh 2 faktor utama :
 Maturitas (masa gestasi)
 Status gizi (berat badan waktu lahir)
ADAPTASI NEONATAL 
* Adaptasi sirkulasi *
 Janin Neonatus
Sirkulasi paru Belum berkembang dan tidak aktif Segera aktif dan berkembang
Foramen ovale Membuka Menutup (jam-jam pertama)
Duktus Arteriosus Bottali Masih terbuka Menutup (hari pertama)
Duktus Venosus Arantii
(dari v.umbilikalis) Masih terbuka Menutup
Sirkulasi besar Aktif
Resistensi perifer
Kurang Lebih aktif
Resistensi perifer
Bertambah
Stabilisasi sesudah Lahir 
 Masa gestasi cukup, janin jadi matur
 Persiapan janin dan ibu/ jalan lahir
 Lahir   pernapasan pertama
  rangsangan kimia (hipoksia sementara)
  rangsangan mekanik (kompresi toraks)
  rangsangan termik (perubahan suhu  reseptor kulit  pusat pernapasan otak)
 Adaptasi respirasi, sirkulasi, metabolisme SSP, saluran cerna dst
 Dapat hidup di luar uterus
ADAPTASI NEONATAL
* Saluran Cerna *
 Janin Neonatus
Absorpsi nutrien Belum aktif Aktif
Kolonisasi kuman Belum Segera
Feses Mekonium Mekonium (10 jam pertama)
Feses biasa (4 hari)
Enzim Belum aktif
Kemampuan tergantung maturasi  aktif
* Sistem yang Beradaptasi *
 Adaptasi terjadi pada semua sistem
 Adaptasi segera pada sistem
 Sirkulasi
 Respirasi
 Saluran cerna
 Metabolisme
 Sistem Saraf Pusat
 Neonatus lebih bulan besar untuk masa kehamilan   NLB – BMK
Penilaian APGAR
(Skor APGAR)
 Kriteria Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
Usaha napas 
(Respiratory) Tiada Lemah Nangis Keras
Frek jantung per menit 
(Pulse) 0 < 100 ≥ 100
Refleks 
(Grimace) Tak ada
Reaksi Lemah
(reaksi sedikit) Baik
(reaksi melawan)
Tonus otot 
(Activity) Lemas
Lumpuh Ekstremitas fleksi
(sedikit) Aktif
Warna kulit 
(Appearance) Pucat
Kebiruan
(Seluruh tubuh) Badan kemerahan
Ekstremitas kebiruan Kemerahan
(Seluruh tubuh)
Nilai APGAR : 0 – 10
Menit ke-1 setelah lahir  adaptasi neonatus
7 – 10  : adaptasi baik
4 – 6  : asfiksia ringan s/d sedang
0 – 3  : asfiksia berat
Menit ke-5  untuk evaluasi tindakan resusitasi baik/ adekuat ?
- Nilai prognostik
- Berhubungan dengan morbiditas neonatus
Observasi Selanjutnya
 Pernapasan
 Melalui hidung
 Laju napas 40 – 60 x/ menit
 Tipe abdominal atau diafragmatik
 Cheyne Stokes (prematur)
 Torakal  kelainan paru  (7 – 8 tahun: pernapasan torakal)
 Sirkulasi
 Nadi
 Warna kulit (kemerahan, sianosis ujung-ujung jari)
 Ekstremitas (dingin – sepsis)
 Kesadaran, refleks, tonus
 Gejala-gejala tertentu:
 Kejang, ikterus
 Muntah, diare
 Apnea, gemetar
 Pucat (krn anemia), sianosis (masalah jantung)
 Tangisan
 Nafsu minum
 Perdarahan
 dll
Perawatan Segera (IMMEDIATE CARE)
 Pelajari anamnesis (riwayat penyakit keturunan, kehamilan, persalinan)
 Menilai skor APGAR
 Resusitasi
 Rawat tali pusat (1 vena dan 2 arteri)
 Identifikasi (nama, tanggal lahir/ jam, jenis kelamin, alamat)
 Pemeriksaan fisik (cacat bawaan perlu tindakan segera: atresia ani, atresia esofagus)
 Beri vitamin K i.m (1 mg)
 Kamar transisi (utk bayi risiko tinggi)
 Observasi tanda vital
 Tentukan tempat perawatan
 
 Rawat gabung
 Rawat khusus
 Rawat intensif
 Segera operasi
 
RISIKO Tinggi
 Neonatus risiko tinggi adalah neonatus yang oleh faktor risiko ibu, kehamilan, kelahiran, tindakan atau keadaannya kemungkinan sakit atau mati lebih tinggi dibanding dengan yang tidak mempunyai faktor-faktor tersebut
 Klasifikasi
 Bayi normal
 BBLR
 Bayi sakit
 Bayi sakit membutuhkan tunjangan nutrisi metabolik
 Bayi sakit membutuhkan pemantauan ketat respirasi dan sirkulasi
 Bayi sakit membutuhkan tunjangan ventilasi/ respirasi dan sirkulasi
 Lahir gestasi < 37 minggu/ > 42 minggu
 BB < 2500 gr atau > 4000 gr
 Kecil/ besar untuk umur kehamilan
 APGAR 0 – 3 menit ke-1  perlu resusitasi
 Ibu: infeksi, ketuban pecah dini, PJT, umur > 35 tahun untuk anak ke-1, pecandu obat
 Kehamilan ganda
 Lahir SC (Sectio), Hidramnion, plasenta previa
 Arteri umbilikus, cacat bawaan
 Anemia, inkompatibilitas golongan darah
 Gangguan emosi berat ibu waktu hamil
 Hiperemesis gravidarum
 Anestesi umum
Pemberian Makanan/ Minuman
 Pemberian ASI sedini mungkin
 Hindari pemakaian PASI (Pengganti Air Susu Ibu)
 Pemberian PASI hanya bila indikasi medis
 Tidak boleh diberi ASI hanya pada indikasi medis ketat misalnya ibu penderita AIDS dan bayi masih belum ketularan
Perawatan Selanjutnya (“RAWAT GABUNG”)
 Syarat-syarat
1. Skor APGAR ≥ 7
2. Berat lahir ≥ 2000 gram (N: 2500 – 4000 gr)
3. Masa gestasi > 35 minggu
4. Frekuensi napas > 40 s/d 60
5. Frekuensi denyut jantung 100 s/d 140
6. Refleks-refleks baik
7. Suhu > 36.5C s/d 37.5C
8. Tidak ditemukan kelainan
Perawatan Neonatus di BANGSAL
 Pemeriksaan fisis lengkap
 Pemantauan :
1. Kesadaran
2. Pernapasan : frekuensi
3. Warna kulit
4. Aktivitas - posisi (fleksi) & gerakan tungkai & lengan (aktif & simetris)
5. Suhu 36.5C s/d 37.5C (rektum)
6. Cara minum
7. Keluarnya mekonium
8. Keluarnya urin
9. Timbulnya gejala-gejala patologik
(Infant Of Low Birth Weight)
Batasan
 Bayi dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa kehamilannya
Klasifikasi
 Menurut berat lahir :
 Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) : berat lahir 1000 g – 1500 g
 Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) : berat lahir < 1000 g
 Menurut status gizi :
 BBLR SMK = prematuritas murni (< 37 minggu)
 BBLR KMK = dismaturitas (IUGR) PJT
Etiologi :
 
 Status nutr. ibu buruk
 Kehamilan sering
 Hipertensi, preeklamsia, anemia
 Malaria
 Merokok
 Penyakit kronis ibu
 
Kendala BBLR
 Sebagian besar BBLR adalah BKB (Bayi Kurang Bulan)
 Kendala adalah akibat imaturitas
 
 PSE (Perdarahan Sub-Ependimal)
 Imaturitas SSP
 Refleks-refleks  menelan (< 34 minggu)
 Pengaturan suhu  hipotermi
 
 Imaturitas saluran napas
 PMH (Penyakit Membran Hialin) o.k defisiensi surfaktan
 Displasia Bronkopulmoner o.k ventilasi mekanis + O2 jangka panjang
 Imaturitas kardiovaskuler
 DAP (PDA- Persistent Ductus Arteriosus) o.k hipoksemia
 FOP (PFO – Persistent Foramen Ovale)
 Imaturitas saluran cerna  < 30 minggu
 Sindrom malabsorbsi
 Imaturitas hepar: konjugasi bilirubin indirek  direk belum sempurna
 Hiperbilirubinemia
 Metabolic immatur  hipoglikemi, asidosis metabolik
 Imunitas humoral + seluler  infeksi
 Retinopati  buta (O2 >>)
Tatalaksana BBLR
 Tentukan masa gestasi dan klasifikasi pertumbuhan (prematuritas murni atau dismaturitas)
 Dirawat dlm inkubator (suhu 36.5C s/d 37.5C , kelembaban 40 – 60%) mencegah hipotermi
 Perbaiki keadaan umum
 Dicari apakah ada penyakit: infeksi bakterial
 Mengobati penyakit yang ada: SGN, Sepsis
 Tentukan cara pemberian minum (oral/ parenteral)
 Tentukan cara pemantauan (O2 2 L/ menit) 
Klinis tanda-tanda infeksi: letargi, gangguan minum, hipotermi
 Rujukan/ tranportasi 
 
 22 Des 1990 (Hari Ibu): Gerakan Nasional ASI
 ASI eksklusif : selama 4 – 6 bulan
 Th. 1995: 50%
 Th. 2000 : 80 – 90%
Manfaat Menyusui
1. Bagi bayi
2. Bagi ibu
3. Bagi keluarga
4. Bagi negara dan bangsa
Manfaat bagi BAYI
1. Aspek gizi :
 Kandungan gizi lengkap  pertumbuhan optimal
 Komposisi ASI berbeda-beda
 ASI prematur   ASI matur
 ASI hari 1 – 7  : kolostrum
 ASI hari 7 – 14  : ASI transisi
 Setelah hari 7 – 14  : ASI matur
 Mudah dicerna dan diserap
 Enzim lipase  lemak  asam lemak dan gliserol
 Enzim laktase  karbohidrat
 Laktalbumin : mudah dicerna
2. Aspek imunologik :
 Zat kekebalan
 Lisozim  memecah dinding bakteri
 Laktoferin  menghambat tumbuh kuman (Staphylococcus, E.coli, Candida)
 Imunitas humoral (t.u kolostrum)
S IgA  permukaan usus  bakteri patogen ; enterovirus
 Imunitas selular (makrofag, limfosit T dan B)
 Tidak menimbulkan alergi
3. Aspek psikologik : (faktor ikatan batin ibu dan anak)
 Perilaku
 Kepribadian
4. Manfaat lain :
 Selenium  insidens karies dentis
 Mal-oklusi rahang 
Manfaat bagi IBU
1. Aspek kesehatan
 Isapan bayi  merangsang hipofisis posterior mengeluarkan oksitosin
 Mengurangi perdarahan
 Mempercepat involusi uterus
 Kontraksi duktus laktiferus
2. Aspek psikologik
 Bangga
 Merasa dibutuhkan
3. Aspek Keluarga Berencana (KB)
 Hormon laktasi  menekan ovulasi
4. Manfaat lain
 Mudah diberikan
 Karsinoma mammae <
Manfaat bagi KELUARGA
 Belanja rumah tangga
 Pemeliharaan kesehatan
 Hubungan batin ibu – bayi
 Mudah pemberian minum
 Menunjang NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera)
Manfaat bagi NEGARA dan BANGSA
 Angka kematian : diare, ISPA
 Angka kesakitan : diare, ISPA
 Subsidi RS untuk perawatan  (biaya obat-obatan, penggunaan fasilitas, tenaga kesehatan)
 Devisa susu formula  penghematan
 Kualitas generasi penerus  tumbuh kembang optimal
Masalah IBU
1. Kurang informasi
 Kolostrum bersifat sbg pencahar  minggu-minggu pertama defekasi encer dan sering
 ASI belum keluar pada hari pertama
2. Puting susu datar
 Tdk mengandung ASI (hanya kumpulan muara ASI dalam sinus laktiferus di areola mammae)
3. Payudara bengkak
 ± hari ke-3 bendungan pembuluh darah balik dan pembuluh getah bening  sekresi ASI mulai banyak
4. Puting susu nyeri/ lecet
 Salah posisi  areola tidak masuk ke dalam mulut
 Cara melepaskan hisapan
 Sering membersihkan dengan alkohol/ sabun
5. Saluran ASI tersumbat
 Kelenjar ASI : 15 – 20 saluran
 Tekanan jari ibu, posisi bayi, bengkak
6. Radang payudara/ abses
 Karena: puting lecet, saluran tersumbat, payudara bengkak (bisa sakit & demam)
7. ASI kurang  bisa anggapan ibu atau memang kurang o.k faktor-faktor :
 Cara menyusui: terlambat mulai, jarang, posisi kurang benar, dot, cepat diberi makanan
 Faktor ibu: kurang percaya diri, lelah, stress, kontrasepsi
 Faktor bayi: sakit, kelainan menghisap
 Menilai kecukupan ASI
 Timbang BB secara teratur   BB minimal 125 gr/ minggu
 Diuresis minimal 6x/ hari dan encer
8. Ibu dengan penyakit
 Penyakit sangat berat:  hentikan penyusuan
 Gagal jantung
 Gagal ginjal
 Kanker
 Gangguan jiwa:  anjuran menyusui
 Infeksi akut  zat anti dalam ASI
 HIV/ AIDS
 ± 20% sudah terinfeksi (transmisi vertikal)
 ± 14% melalui ASI
 Tanpa ASI  morbiditas dan mortalitas tinggi
    anjuran menyusui eksklusif 
 Hepatitis B: 80-90% bayi terinfeksi intrauterina
 TBC paru
 Kuman tidak melalui ASI
 Bayi: INH profilaksis 3 bulan  Mantoux Test
 Mantoux Test (-)  stop INH, vaksinasi BCG
 Diabetes  menyusui
9. Ibu perlu pengobatan  Diminum segera setelah menyusui
10. Ibu masih menyusui hamil lagi (tak ada bahaya untuk ibu maupun janin)
11. Ibu bekerja
 Keluarkan ASI, simpan dalam lemari es  rendam air hangat
Masalah BAYI
1. Bayi dengan BINGUNG PUTING (telah minum dari botol/ dot)
 Menolak menyusu dari ibu
 Waktu menyusu, sebentar-sebentar melepas hisapan
2. Bayi ENGGAN MENYUSU
 Sakit?  demam, diare, muntah
 Bingung puting, diberi minum lain ?
 ASI kurang lancar ?   susui lebih sering
3. Bayi sering MENANGIS  ketidaknyamanan ?
 Popok basah/ kotor, kembung, lapar, kolokan
4. Bayi KEMBAR
 Produksi ASI sesuai rangsangan 2 bayi
 Susui bergantian, yang kecil dahulu
5. Bayi dengan REFLEKS HISAP LEMAH
 BKB
 ASI  sonde lambung, pipet
6. Bayi SUMBING
 Labiosisis  dengan posisi tertentu
 Labio-Gnato-Palatosisis  perlu protese
7. Bayi KUNING  “Breast Feeding Jaundice”
 Zat dalam ASI menghambat fungsi enzim glukuronil transferase
 Ikterus akhir minggu ke-1
 Stop ASI 24 – 48 jam
8. Bayi SINDROM DOWN
 Tonus otot lemah  sulit menghisap
 Tidak ada koordinasi antara menghisap, menelan dan bernapas  tersedak
 Lekas lelah
Definisi 
 Infeksi pada janin dan neonatus dalam periode perinatal
Klasifikasi
 Infeksi antenatal
 Infeksi intranatal
 Infeksi pascanatal
Infeksi primer : Infeksi bukan dari lingkungan
Infeksi sekunder : infeksi dari lingkungan (Nosokomial)
Faktor PREDISPOSISI Infeksi PERInatal
 Infeksi Antenatal
 Bakteriuria asimptomatik
 Penyakit kronik
 Diabetes melitus
 Grande multipara  BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah)
 Adanya fokus infeksi (TORCH)
 Infeksi Intranatal
 Partus lama
 Ketuban pecah > 24 jam (air ketuban hijau kental, bau)
 Pertolongan yang septik (ekstraksi vakum, CS)
 Pemeriksaan dalam berulang
Faktor PREDISPOSISI Infeksi PASCAnatal
 Bangsal penuh sesak
 Rasio perawat-bayi kurang
 Sarana perawatan tidak memadai
 Pengetrapan asepsis/ antisepsis kurang
 Ventilasi ruangan tidak baik
 Tak ada kamar isolasi
 Tanpa rawat gabung
 Manajemen laktasi tak baik
Mekanisme Infeksi ANTENATAL pada JANIN dan NEONATUS
 Hematogen
1. Sirkulasi ibu  plasenta  janin
2. Sirkulasi ibu  intervilositis  janin
 Perkontinuitatum
Infeksi fokal plasenta  pecah  cairan amnion  ingesti (ditelan) oleh bayi
 Desendens
Tuba falopii  cairan amnion  ingesti oleh janin
Mekanisme Infeksi INTRANATAL pada JANIN
 Kontak langsung dengan kuman vagina
 Infeksi menaik (asenden) dari organisme vagina dan perineum pada ketuban pecah maupun ketuban utuh
 Ketuban utuh: kuman vagina – manipulasi  korionitis – intervilositis – korioamnionitis  ingesti oleh janin
 Ketuban pecah: kuman vagina – korionitis – intervilositis  janin
Mekanisme Infeksi PASCANATAL pada NEONATUS di Rumah Sakit
 Infeksi Silang
Bayi mendapat infeksi akibat ketularan dari bayi lain
 Infeksi Nosokomial
Bayi mendapat infeksi akibat kontak dengan :
☞ Personil rumah sakit
☞ Instrumen rumah sakit
☞ Ruang rawat
☞ Minuman bayi
Faktor-faktor KERENTANAN INFEKSI pada Neonatus
 Kemampuan kemotaksis kurang
 Kemampuan fagositosis kurang
 Imunologi humoral belum memadai: IgG, IgM dan IgA belum diproduksi sendiri
IgG  hibahan transplasenta
IgM dan IgA tak dapat melalui plasenta
 Refleks batuk belum sempurna
 Pergerakan silia traktus respiratorius masih kurang
 Kulit masih tipis
 Adanya port d’entree pada: umbilikus, luka operasi, pipa endotrakeal, kateter i.v
SIFAT INFEKSI pada Neonatus
 Perjalanan penyakit sangat cepat
 Infeksi lokal cepat menjadi infeksi sistemik
 Infeksi lokal harus segera diatasi dengan antibiotika serasi
 Penyebaran hematogen – septisemia – sepsis
 Septisemia merupakan suatu kegawatan sehingga harus dilakukan :
 Resusitasi
 Infus
 Antibiotika i.v dosis tinggi
GEJALA KLINIK Infeksi SISTEMIK pada Neonatus (Baru Lahir)
 Gejala tidak khas : malas minum, tampak sakit
 Gejala SSP:  letargi, gelisah, “cephalic cry”, normotermia, hipotermia, hipertermia, kejang, serangan apnea
 Gejala SSN: sianosis, takipnea, bradipnea
 Gejala SKV: takikardia, bradikardia, hipotensi
 Gejala sistem hematologi: ikterus, petechiae (o.k trombositopenia), leukopenia (< 5000/ mm3)
 Gejala sistem saluran cerna: muntah, kembung, diare
 “Not Doing Well” = infeksi sistemik
PEMERIKSAAN PENUNJANG Infeksi Sistemik Neonatus
 Darah tepi :
 Leukositosis > 20.000
 Granulosit  sel muda meningkat
 Trombositopenia
 Serum :
 C-reactive protein   (infeksi bakteri)
 IgM spesifik
 Biakan darah
 Biakan urine
 Biakan apus tenggorok (faring), mata
 Biakan apus umbilikus
 Biakan feses
 Pemeriksaan sel aspirat lambung
 Pemeriksaan sel aspirat telinga, hidung
 Biakan cairan serebrospinal (jika bayi kejang, contoh infeksi meningitis)
PENATALAKSANAAN Sepsis pada Neonatus
1. Ambil sampel darah untuk biakan uji resistensi (utk melihat jenis kuman, darah tepi, CRP)
2. Infus  diberikan cairan dextrose 5% dan NaCl 0,9% 4 : 1
3. Antibiotika intravena kombinasi Cefotaksim 200 mg/ kgBB/ hari (broad spectrum) dan Amikasin 15 mg/ kgBB/ hari atau kombinasi Ampisilin 50 mg/ kgBB/ hari dengan 
- Kloramfenikol 50 mg/ kgBB/ hari
- Aminoglikosida 5 mg/ kgBB/ hari (gram (-))
4. Pungsi lumbal, X-foto thoraks (bila sesak napas), dll
5. Pemberian makanan kalau perlu – intravena (ASI tetap diberi atau air gula/ glukosa)
6. Pengobatan penunjang yang lain: sesuai gejala  anti konvulsan, transfusi PRC (sampai Hb > 11 g%)
7. Pertahankan tubuh tetap hangat (tidak hipotermia) – dimasukkan ke inkubator
~ TOKSOPLASMOSIS pada JANIN dan NEONATUS ~
☞ Infeksi kongenital pada SSP
Etiologi : Toxoplasma gondii
Cara infeksi : Vertikal dari ibu ke janin (awal trimester)
Patologi : Pseudokista pada otak, mata dan paru
Gejala dini :
 Petechiae
 Ikterus
 Hepatosplenomegali
 Mikro-hidrosefalus 
Gejala lanjut :
 Korioretinitis, strabismus, mikroftalmia
 Kejang, spastis (menignoensefalitis)
 Kalsifikasi otak
 Tuli bilateral
 IQ rendah
Pemeriksaan Serologis
☞ IgM  (tidak dapat melalui plasenta)
☞ IgG  :  * Transfer pasif (dari ibu)  / hilang
  * Infeksi     perlahan  konsentrasi rendah
PCR (Polymerase Chain Reaction)
☞ Cairan amnion, plasenta
RÖ Foto Kepala
☞ Kalsifikasi intrakranial
CT-Scan Kepala
☞ + hidrosefalus
Tata Laksana
☞ Kombinasi selama 1 tahun :
 Pirimetamin : awal 2 mg/ kgBB/ hari selama 2 hari lalu 1 mg/ kgBB/ hari
 Sulfadiazin: 5- 100 mg/ kgBB/ hari  2 dosis
 Folinix Acid : 5 – 10 mg 3 x seminggu
Pencegahan
☞ Hindarkan ibu dari infeksi primer
☞ Obati ibu yang terinfeksi (obgin)
☞ Aborsi pada ibu hamil terinfeksi
Ibu Seronegatif 
☞ Jangan makan daging ½ masak
☞ Hindari kontak dengan kotoran binatang (kucing)
~ SINDROM RUBELLA KONGENITAL PADA NEONATUS ~
Cara Penularan
 Penularan vertikal hematogen
 Kehamilan < 4 bulan : 85 – 90% janin terkena
 Kehamilan  4 bulan : < 10% janin terkena
Gejala-gejala klinis
 IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
 Katarak, mikroftalmia, korioretinitis
 Jantung: PDA, PS, VSD, miokarditis
 Hepatosplenomegali
 Petechiae, ikterus
 Kepala: mikrosefalia, ensefalitis
 Trombositopenia
 Gejala lanjut: retardasi mental, gangguan pendengaran
 Asimtomatik
 Serologis : IgM
 Virus: urin, nasofaring, CSS
 Tak ada obat  pencegahan dengan imunisasi
 ~ INFEKSI VIRUS SITOMEGALIA ~
(CYTOMEGALOVIRUS INFECTION = CMV)
Cara penularan pada neonatus : vertikal dan horisontal
Gejala-gejala klinis
 IUGR
 Ikterus, petechiae
 Hepatosplenomegali
 Mikro/ hidrosefalus
 Mikroftalmia, korioretinitis
 Gangguan pendengaran  fungsi intelektual
 Retardasi mental (kalsifikasi serebral)
Pemeriksaan Penunjang
 Radiologis: kalsifikasi otak menyebar, hidrosefalus, ventrikulomegali
 Laboratorium: IgG titer tinggi (transfer pasif), IgM spesifik 
 Isolasi virus: saliva, urin (dalam 3 minggu setelah lahir)
Tata Laksana
 Pengobatan khusus: “Ganciclovyr”
 Pengobatan komplikasi
 Fisioterapi
 Rehabilitasi
~ HERPES SIMPLEKS ~
Cara penularan
 Intra uterin (kongenital)
 Kontak langsung dari jalan lahir
Diagnosis 
 Klinis
 Lahir prematur
 Timbul pada 5 – 21 hari
 Erupsi herpetis pada kulit, mata & cavum oral (mukosa mulut)
 Hepatosplenomegali
 Petechiae, purpura, icterus
 SSP: ensefalitis, kejang
 Trombositopenia
 Gejala lanjut: retardasi mental, gangguan pendengaran (kalsifikasi intrakranial, hidrosefalus, atrofi otak)
 Laboratoris
 Isolasi virus (dari vesikel)  biakan jaringan
 IgG spesifik titer tinggi
IgM spesifik 
Tata Laksana
 Ibu penderita herpes simpleks pada saluran lahir  kelahiran bayi transabdominal 
(sectio sesarea)
 Isolasi bayi
 Obat: asiklovir 30-40 mg/ kgBB/ hari  3 dosis i.v selama 14 – 21 hari
UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI PERINATAL
 Antenatal
 Optimasi kesehatan ibu
 Hindari kontak dengan penderita penyakit menular
 Makanan harus matang
 Jangan memelihara binatang peliharaan
 Fokus infeksi diobati
 Imunisasi ibu misalnya Toksoid Tetanus (untuk mencegah Tetanus Neonatorum)
 Intranatal
 Periksa dalam seperlunya
 Antibiotika profilaksis rasional
 Prosedur asepsis antisepsis ketat
 Pascanatal
 Prosedur asepsis antisepsis ketat
 Perawatan tali pusat (tali pusat = port d’entree tetanus neonatorum)
 Antibiotika profilaksis rasional
 Rawat gabung
 Manajemen laktasi
 Kamar isolasi (penyakit menular)
~ TETANUS NEONATORUM ~
Tanda Utama
 Kaku otot (spasme), terutama di mulut
 Sadar
Etiologi
 Clostridium tetani, dengan morfologi sbb :
 Bentuk batang, gram +, spora pada ujung
 Bentuk vegetatif dalam lingkungan anaerob
 Eksotoksin (tetanospasmin)  reseptor sistem saraf
 Spora tahan suhu tinggi, kering
Epidemiologi (di Indonesia)
 50% kematian perinatal ; 20% AKB (IMR)
 Angka kejadian masih cukup tinggi:
 Kota: 6 – 7/ 1000 kelahiran hidup
 Desa : 11 – 23/ 1000 kelahiran hidup
 Angka kematian: 60.000/ tahun
 Port d’entree (tempat masuk): tali pusat
 Pemotongan tidak steril
 Pembubuhan: ramuan, daun-daunan, kopi
 Masa inkubasi: 3 – 28 hari (rata-rata 6 hari)
Patogenesis
 Spora masuk tubuh, lingkungan anaerobik bentuk vegetatif, berkembang biak cepat  toksin, lewat motor endplate dan aksis silinder saraf tepi  cornu anterior sumsum tulang belakang  menyebar ke seluruh SSP
 Toksin menempel erat pada reseptor ganglion
 Gangguan enzim kolinesterase: tidak aktif
 Kadar asetilkolin  pada sinaps
 Tonus otot  (otot besar), kaku, kejang
Diagnosis : Anamnesis teliti/ terarah
 Penolong kelahiran: tenaga medis/ paramedis, non-medis/ dukun bayi (dilatih/ belum)  bersih/ higienik ?
 Alat potong tali pusat ?
 Ramuan dipakai pada puntung tali pusat ?
 Imunisasi tetanus toksoid pada ibu ? (sebelum/ selama kehamilan)
 Sejak kapan bayi tidak dapat menetek (incubation period)
 Berapa lama selang antara gejala tidak dapat menetek dengan gejala kejang pertama (period of onset)
Manifestasi klinis
 Kekakuan otot mengunyah (otot maseter)  sukar buka mulut  mencucu seperti mulut ikan  tidak dapat menetek (trismus)
 Otot dinding perut kaku seperti papan
 Kaku makin berat  kejang umum (status konvulsivus)
 Tetanus berat  gangguan napas, laring kaku  anoksia, kematian
 Toksin pada saraf otonom  gangguan sirkulasi/ irama jantung, suhu , keringat banyak
Diagnosis Banding
 Sepsis
 Meningitis
 Dehidrasi
 Akibat trauma lahir
Penyulit
 Sepsis
 Infeksi sekunder: bronchopneumonia
 Kaku otot laring/ jalan napas
 Aspirasi lendir/ minuman
 Fraktur kompresi tulang belakang
Pengobatan
 Perawatan umum
 Kebutuhan cairan/ nutrisi :
 Cairan i.v utk obat-obatan (sampai hari ke-3)
 Nutrisi parenteral
 Sonde lambung: makanan, obat (kejang reda)
 Saluran napas bebas: isap lendir, trakeostomi
 O2 dengan sungkup (masker)
  spasme, mengatasi kejang:
 Diazepam 5 mg i.v perlahan-lahan
 Dilanjutkan dengan dosis 90-120 mg/ 24 jam (pompa semprit = syringe pump)
Bila tidak ada: diazepam tiap 2 jam (12 x/ hari)
 Perawatan tali pusat (setiap hari)  bersihkan dengan perhidrol 3%, larutan rivanol, olesi dengan betadine
 Perawatan khusus
 Antibiotik
 Membunuh C.tetani (vegetatif) 
PP 50.000-100.000 U/ kgBB/ hari selama 7 – 10 hari
 Penyulit: sepsis atau bronchopneumonia
Ampisilin 200 mg/ kgBB/ hari i.v 4 dosis dengan kombinasi:
• Amikasin 15-20 mg/ kgBB/ hari i.v
• Garamisin 5 – 7 mg/ kgBB/ hari i.v       2 dosis
• Netilmisin 5 – 6 mg/ kgBB/ hari i.v
• Sefotaksim 100 mg/ kgBB/ hari i.v  3 dosis
 Antiserum
 ATS 5000 U i.m
 ATS 40.000 U (½ i.v dan ½ i.m)
 HTIG 500 – 3000 IU (Human Tetanus Immunoglobulin) 
Prognosis
 Ditentukan oleh masa inkubasi dan period of onset
 Makin pendek akan semakin buruk
Pencegahan
 Kebersihan waktu persalinan  3 bersih :
1. Tangan
2. Alas tempat bersalin
3. Alat potong tali pusat
Program Eliminasi Tetanus Neonatorum :
 Imunisasi kelompok usia subur
Minimal vaksin T.T 5x (kartu kebal seumur hidup = Tetanus Toxoid Lifelong Card)
 Ibu hamil : TT trimester ke-2  kekebalan tinggi pada janin
~ HEPATITIS B PADA NEONATUS ~
Cara infeksi
 Transmisi vertikal/ perinatal
 Intra uterin (pranatal) : jarang, defek plasenta
 Saat lahir (intranatal)  paling sering
 Setelah lahir (pascanatal)
Probabilitas penularan
 Ibu HBsAg   transmisi 22 – 67%
 Ibu HBsAg  
      HBeAg  
Kronisitas 90%  25 – 30% sirosis hati atau Ca hepatoselular (KHS)
Diagnosis
 Asimtomatik:
 Kronis
 Keganasan usia dewasa
 Ikterus (10%): umur 3 – 4 bulan
 Hepatomegali
 HBsAg (+)
Risiko kronisitas
 Infeksi < 1 tahun : 90%
Infeksi 2 – 5 tahun: 50%
Infeksi > 5 tahun: 5 – 10%
Ibu Hamil HBsAg (+)
 Trimester I dan II  transmisi (-)
 Trimester III  transmisi 
ASI
 VHB  : konsentrasi rendah jadi ASI boleh diberikan
Kebijakan Prevensi Transmisi Vertikal
 Umum
 Ibu hamil: uji tapis HVB  awal dan trimester ke III
 Ibu ditangani secara multidisiplin (PD, Obgin, Anak)
 Imunisasi hepatitis B segera setelah lahir
 Tidak ada kontra indikasi pemberian ASI
 Khusus
 Imunisasi aktif: vaksin hepatitis B (segera setelah lahir/ secepatnya dlm 6 bulan pertama)
 Imunisasi pasif: Hb Ig. 100 U (0,5 ml) i.m  7 hari
 Ibu pengidap: aktif + pasif dalam 12 jam pertama
IKTERUS PADA NEONATORUM
Definisi
 Ikterus adalah diskolorisasi kuning pada kulit dan selaput lendir
Penyebabnya
 Penumpukan bilirubin dalam serum :
 Bilirubin indirek
 Bilirubin direk
 Bilirubin indirek dan direk
Bahayanya :
 Bilirubin indirek  ensefalopati bilirubin
 Bilirubin direk  sirosis bilier
“ Bilirubin Indirek”
 Bilirubin yang belum dikonjugasi
 Tidak larut dalam air
Jenis bilirubin indirek
• Bilirubin indirek bebas (bil. IX α  lipofilik – bisa melewati sawar darah)
• Bilirubin indirek terikat albumin
“ Bilirubin Direk”
 Hasil metabolisme bilirubin indirek
 Larut dalam air
 Ekskresi: ginjal
 Penumpukan: akibat obstruksi
 Bahaya penumpukan: sirosis bilier
Ikterus Fisiologik
 Timbul pada hari ke-3
 Tanpa kelainan lain
 Bilirubin total < 10 mg%
 Hilang dalam satu minggu
Hiperbilirubinemia = Ikterus Patologik
 Timbul dalam 24 jam pertama
 Kenaikan bilirubin > 5 mg/ hari
 Kadar bilirubin > 10 mg% (prematur); > 12 mg% (BCB)
 Menetap sesudah 1 minggu
 Bilirubin direk > 2 mg%, tanda-tanda obstruksi
 Kaitan dengan hemolisis, infeksi berat
Diagnosis Banding Ikterus Neonatal Menurut Saat Timbulnya
Saat Timbulnya Ikterus Diagnosis 
Kemungkinan Pemeriksaan Anjuran Laboratorium 
Hari pertama Inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh)
Sferositosis
Infeksi intra uterin
(TORCH)  bil. dir 
Anemia hemolitik
Lain-lain  bil. indirek   Bilirubin, DPL
Golongan darah, Coombs Test 
(direk ibu-bayi)
Anamnesis
Serologik (TORCH)
Biakan darah
G6PD, dll
Hari ke-2 dan ke-3 • Biasanya ikterus fisiologik
• DD hari-1 (inkomp.darah)
• Infeksi bakteri
• Perdarahan “tertutup DPL, bilirubin
G6PD
Lab Hari-1
Hari ke-4 s/d 7 • Infeksi – sepsis
• Def G6PD
• ASI 
• SGN (Sindr Gawat Napas)
• BIDPM (Bayi Ibu Penderita DM)
• SDR Criggler Najjar (Enz Gluk trans (-))
- tipe I: enzim (-)
- tipe II: def. sedang
• SDR Gilbert (Def. Enz trans): def ringan DPL/ biakan darah
Enzim G6PD
Sesudah hari ke-7 • Hepatitis neonatal
• Sepsis (Infeksi saluran kemih)
• Obstruksi Duktus kolestasis 
     (Atresia bilirubin)
• Galaktosemia
• Hipotiroidisme
• “Breast Milk Jaundice” Bilirubin, DPL
Petanda hepatitis
DAT (Duodenum Aspiration Test), USG
Gula darah/ urin
Biopsi hati, kolesistogram
Alfa 1-antitripsin
Etiologi Ikterus HEMOLITIK pada Neonatus
 Inkompatibilitas rhesus (Rh)
Ibu: Rh - , bayi Rh +  antibodi ibu melalui plasenta
 Inkompatibilitas ABO
 Inkompatibilitas Gol darah lain
 Defisiensi ensim G6PD
 Glutation tidak dapat direduksi
 Sferositosis (ggn struktur dinding eritrosit)
 Talasemia (hemoglobinopati)
 Obat-obatan (Vitamin K)
Kompatibilitas Golongan Darah Ibu – Janin
Golongan Darah Ibu Golongan Darah Janin
 Inkompatibel Kompatibel
O A, B, AB O
A B, AB O, A
B A, AB O, B
AB  O, A, B, AB
Tata Laksana Ikterus pada Neonatus
 Pemeriksaan kadar bilirubin serum
 Pemeriksaan jenis bilirubin
 Pemeriksaan laboratorium yang relevan (Tabel 4)
 Pengendalian bilirubin serum 
 Pengobatan umum
 Pengobatan etiologi
Pencegahan Ikterus Neonatorum
 Pengawasan antenatal yang baik
 Pemeriksaan golongan darah ibu pada kehamilan
 Pimpinan partus yang baik
Trauma lahir  perdarahan
 Penggunaan obat yang rasional
 Pemberian makanan (minum) dini pada neonatus
• Motilitas usus   reabsorpsi bilirubin 
• Bakteri usus >  urobilin
 Penerangan yang cukup di bangsal neonatus
 Cegah infeksi pada janin/ neonatus
~ KERN IKTERUS (ENSEFALOPATI BILIRUBIN) ~
Patologi 
 Batang otak
 Ganglia basalis      daerah sirkumskrip, bercak kuning
 Serebelum
Klinis ada 3 fase
 Ringan (Fase 1 – hari-hari pertama)
• Hanya kelainan kognitif
• Malas minum, stupor, hipotonia, kadang-kadang kejang
 Sedang (Fase 2 – tengah minggu ke-1)
• Kelainan pendengaran
• Kelainan psikologis
• Kelainan kognitif
• Hipertonia, opistotonus, demam
 Berat (fase 3 - setelah minggu ke-1)  akibat jangka panjang
• Paresis spastis
• Opistotonus
• Retardasi mental
 Tahun pertama: hipotonia, perkembangan motorik terlambat
 Setelah umur > 1 tahun:
• Gerakan-gerakan ekstrapiramidal (atetosis)
• Gangguan pendengaran
• Defisit intelektual (25% IQ < 70)
Pengendalian Bilirubin Indirek pada Neonatus
 Mempercepat konjugasi bilirubin: 
 fenobarbital (“Enzyme Inducer)
 Menambah substrat yang kurang dalam metabolisme/ transportasi: 
 albumin/ plasma 15 -20 ml/ kgBB (utk mengikat bilirubin indirect)
 Melakukan fotoisomerisasi bilirubin  terapi sinar
 Mengeluarkan bilirubin secara mekanis  transfusi tukar
Indikasi Terapi Sinar
1. Ikterus pada 2 x 24 jam tanpa melihat kadar bilirubin
2. Bayi cukup bulan (kadar bilirubin indirek  12 mg %)
Bayi kurang bulan (kadar bilirubin  10 mg %)
3. Pra dan purna transfusi tukar
 Inkubator 8 – 10 lampu neon 20 W
 Pleksiglas biru  menahan sinar UV
 Pakaian buka, mata & genital tutup
 Pantau kadar bilirubin dan Hb  bilirubin < 10 mg/ dl, stop
 Lama penyinaran < 100 jam (sinar 420 – 460 nm)
 Dapat terjadi pelbagai komplikasi 
Transfusi Tukar 
Indikasi Transfusi Tukar
1. Indikasi Absolut
 Kadar bilirubin indirek serum  20 mg %
 Kadar bilirubin meningkat  5 mg % per 24 jam
 Bilirubin serum > 10 mg % pada hari I dan uji Coombs (+)
 Bayi anemia (Ht < 45 vol%, Hb < 11 g %)
2. Indikasi Relatif
 Bilirubin indirek  15 mg % pada hari kedua dan uji Coombs (+)
 Bilirubin indirek  15 mg % pada hari selanjutnya dan terapi sinar gagal
 Bilirubin indirek > 15 mg % pada BKB disertai asidosis/ hipoksia/ asfiksia/ SGN BL < 1500 gr atau kelainan SSP
Pedoman Pengelolaan Ikterus Menurut 
Waktu Timbulnya dan Kadar Bilirubin
(Modifikasi dari MAISELS, 1972)
Bilirubin
(mg%) < 24 jam 24 – 48 jam 49 – 72 jam > 72 jam
< 5 Pemberian makanan yang dini
5 – 9 Terapi sinar 
bila hemolisis Phenobarbital + kalori cukup 
   
10 – 14 Transfusi tukar* bila hemolisis Terapi sinar 
   
15 – 19 Transfusi tukar* Transfusi tukar*            Terapi sinar+
Bila hemolisis 
   
 20 Transfusi tukar 
Tujuan Transfusi Tukar :
 Mengeluarkan bilirubin indirek
 Mengeluarkan antibodi imun
 Mengganti eritrosit tersensitisasi
 Koreksi anemia
 Albumin mengikat bilirubin
Tata Laksana Transfusi Tukar
 Atasi dulu hipoglikemi, asidosis, hipotermi
 Tempat bayi hangat, tersedia alat monitor jantung dan paru (O2, alat penghisap lendir)
 Pasang kateter arteri/ vena umbilikalis
 Jumlah darah: 140 – 180 ml/ kgBB
 Kecepatan transfusi tukar (masuk/ keluar): 2 – 4 ml/ menit
 Catat jumlah darah keluar dan masuk
 Pengeluaran darah  pertama  pemeriksaan DPL, Bilirubin, kalsium, biakan, G6PD
 Tanda-tanda vital dipantau dan hipotermia, hipoglikemia, hipokalsemia (iritabilitas, takikardia, interval Q-T memanjang)
Hipokalsemia  suntik kalsium glukonat 10% 1 ml perlahan-lahan
 Setiap kali isap darah/ masuk : 10 – 20 ml
 Bilas dulu jarum semprit dengan larutan NaCl – heparin (4000 U heparin dalam 500 ml NaCl)  setiap 100 ml
Komplikasi Transfusi Tukar
1. Vaskular: emboli udara, trombus
2. Jantung: aritmia, volume > (overload), henti jantung
3. Gangguan elektrolit: kalsium / , Na , asidosis
4. Koagulasi: trombositopenia, heparin >>
5. Infeksi: bakteri, virus (hepatitis, CMV)
6. Lain-lain: hipotermi, hipoglikemi
Pasca Transfusi Tukar
 Lanjutkan terapi sinar
 Pantau kadar bilirubin setiap 6 jam  rebound ?
Tabel 2. Penyebab ikterus yang berlebihan (hiperbilirubinemia)
Produksi berlebihan Sekresi menurun campuran
A. gangguan hemolitik
1. inkompatibilitas ABO, Rh, dll
2. penyebab genetik dari hemolisis
• sferositosis heriditer
• defek enzim G6PD pyruvate kinase, dll
• hemoglobinopatia-alfa-talasemia, beta-delta-talasemia, dll
• galaktosemia
3. hemolisis karena induksi obat vitamin K
B. darah ekstravaskular
Ptechie, hematoma, perdarahan otak dan paru, darah yang tertelan
C. polisitemia
1. hipoksia janin kronik
2. transfusi ibu-janin atau janin-janin
3. transfusi plasenta (pengurutan tali pusat)
D. Sirkulasi enterohepatik yang berlebihan
1. obstruksi mekanik
• atresia dan stenosis
• penyakit Hirschprug
• ileus mekonium
• sindrom mekonium “plug”
2. peristaltik berkurang
• puasa atau kekurangan gizi
• obat-obatan (heksametonium, atropin)
• stenosis pilorus E. berkurangnya uptake hepatik dari bilirubin
1. pirau duktus venosus persisten
2. cytosol reseptor protein (Y) di blok oleh:
• obat-obatan
• inhibitor ASI yang tidak normal mungkin termasuk D atau F (?)
F. bilirubin direk menurun
1. reduksi kongenital dari aktivitas glukoronil transferase
2. kuning non hemolitik familial (tipe I & II)
• sindrom Gilbert*
• inhibator enzim
3. obat dan hormon-novobiosin pregnandoil (?)
• galaktosemia (dini)
• sindrom Lucey-Driscoll
• ASI yang abnormal
G. Gangguan transformasi bilirubin direk yang keluar dari hepatosit
1. defek transportasi kongenital:
• sindrom Dubin-Johnson
• sindrom Rotor
2. gangguan metabolik sekunder karena kerusakan hepatoselular
•  Galaktosemia (lanjut)
•  Kekurangan alfa-1-antitripsin*
•  Tirosinemia
•  Hipermetionemia
•  Intoleransi fruktosa heriditer*
3. obstruksi toksik (alimentasi IV)
H. Obstruksi aliran empedu
1. atresia biliaris
2. kista koledokus*
3. fibrosis kistik*
4. obstruksi ekstrinsik (tumor atau “band”) I. Infeksi perinatal
1. toksoplasmosis
2. rubela
3. virus sitomegalik
4. virus herpes hominis
5. sifilis
6. hepatitis
7. lain-lain
J. infeksi pascanatal (sepsis)
K. Kelainan multisistem
1. prematurits dan sindrom gawat napas (SGN)
2. bayi ibu diabetes melitus
3. eritroblastosis berat
*) tidak ditemukan pada masa neonatus dini.
Dikutip dari: Poland RL, Ostrea EM, Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Klaus MH, Fanaroff A, eds. Care of the high risk neonates, 4th ed. Philadelphia: WB Sauders, 1993; 306
Tabel PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARI BAYI DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA
Peningkatan bilirubin indirek Peningkatan bilirubin direk
a. Hematologik
• Hitung jenis darah lengkap
• Apusan darah (sferosit, dll)
• Hitung retikulosit
• Golongan darah, Rh, Uji coombs
• “Sickle test”
• “Osmotic fragility”*
• Elektroforesis hemoglobin*
• Uji saring G6PD*
b. Penyakit infeksi
• Analisis urin, biakan urin
• Biakan darah
c. Pemeriksaan kadar bilirubin satu atau dua kali sehari
• Bilirubin total, direk, indirek bebas
d. Metabolik, endokrin
• Urin untuk pemeriksaan reduksi
• Tiroid: T3, T4, TSH
• Uji saring obat maternal a. Untuk menyingkirkan sepsis:
• Hitung jenis darah lengkap
• Diferensiasi sel darah purih
• Biakan darah
• Biakan urin
b. Untuk menyingkirkan penyebab metabolik
• Bahan reduksi urin
• Galaktosa-1-uridililtransferase eritrosit
• Asam amino kuantitatif (urin, serum)
• Glukosa darah
• T3, T4, TSH
• Klorida keringat
• Kortisol
• Kadar alfa-1-antitripsin
c. Periksa terhadap kemungkinan infeksi
• VDRL, (darah, cairan sumsum tulang)
• Urin untuk virus sitomegalik
• Titer rubela+ dan toksoplasmosis+
• Biakan virus
d. Identifikasi atresia biliaris
• Bilirubin tinja (negatif atau akolik)
• Bilirubin urin (positif)
• Ultrasound untuk melihat kantung empedu
• Aspirasi empedu dari duodenum
• Schintigrafi biliaris
• Biopsi hati (obstruksi vs hepatitis)
• Kolangiografi operatif
e. Evaluasi fungsi hati pada semua pasien
• Profil koagulasi, AST, ALT, alkali fosfatase
• Gama-glutamil transpeptidase, bilirubin
• Total protein, albumin
• Nilai status gizi
• Serum calsium, fosfor
• Serum vitamin A, E, D
*) bila diperlukan atau atas indikasi
+) harus dibandingkan dengan titer maternal
Dari: Belknap. Hyperbilirubinemia. Dalam Levin & Moris: Essentials of Pediatric Intensive Care. StLouis:QualityMedicalPublishing,Inc,1990;583 
 Diagnosis dan tatalaksana ikterus pada bayi baru lahir
Bagan memperlihatkan pendekatan diagnosis ikterus pada bayi baru lahir (modifikasi Maisels, 1975
Manifestasi Klinis
I. Kejang hampir tak terlihat (SUBTLE)
1. Pergerakan muka, mulut, lidah (menyeringai, mengunyah, menguap)
2. Pergerakan bola mata (kedip-kedip)
3. Pergerakan anggota gerak (mengayuh, berenang)
4. Pernapasan: apneu, hiperpneu, ngorok
II. Gerakan abnormal, perubahan tonus (badan, ekstremitas)
1. Klonik
a. Fokal, unilateral        trauma fokal
b. Fokal bilateral        (contusio cerebri)
c. Multifokal: gangguan metabolik
2. Tonik (perdarahan intraventrikular)
3. Mioklonik (kerusakan SSP luas & hebat)
Diagnosis Banding
I. Jitteriness 
☞ Bayi normal, lapar (hipoglikemia)
☞ BBLR : hiperiritabilitas (hipokalsemia)
  Gerakan tremor cepat, irama dan amplitudo teratur dan sama
II. Apnea
☞ BBLR: pernapasan tak teratur  apne 3 – 6 detik
☞ Perdarahan intrakranial
III. Mioklonus Nokturnal Benigna
Selalu awal tidur  gerakan terkejut tiba-tiba fleksi jari-jari, sendi tangan, siku berulang-ulang
Diagnosis Banding Jitteriness dengan Kejang
Klinis Jitteriness Kejang
Gerakan bola mata/ kelopak mata - +
Peka terhadap rangsang + -
Gerakan dominan Tremor Kejatan klonik
Gerakan dapat dihentikan dengan fleksi pasif + -
Etiologi
I. Intrakranial
1. Asfiksia
 Perinatal  kejang 10%
 Intrauterin  kejang 90%  ensefalopati hipoksik - iskemik
2. Trauma  perdarahan
3. Infeksi: bakteri, virus
4. Kelainan bawaan: gangguan perkembangan otak
 
II. Ekstrakranial
1. Gangguan metabolik
 Hipoglikemia
 Hipokalsemia
 Hipomagnesemia
 Gangguan elektrolit (Na, K)
2. Toksik
 Intoksikasi anestesi lokal
 “Drug Withdrawal”
3. Kelainan yang diturunkan
 Gangguan metabolisme asam amino
 Ketergantungan + kekurangan piridoksin
4. Kernikterus
III. Idiopatik
1. Benign Familial Neonatal Convulsions
2. The Fifth Day Fits
 
Tata Laksana
 Kegawatan  mencegah  kerusakan otak lebih lanjut
 Penyakit primer  yang utama  diobati
 Sekunder: obat antikonvulsan
Prognosis
 Faktor-faktor :
o Penyebab kejang
o Bentuk klinis kejang
o Gambaran EKG
 Hipokalsemia: yg timbul setelah hari ke-6     prognosis
Perdarahan subarachnoid          terbaik
 Kejang + asfiksia         prognosis
Perdarahan intraventrikular      buruk
 Kejang tonik, multifokal pindah-pindah  buruk
 Kejang fokal  baik
Definisi
 Stress pada janin/ BBL karena kurang tersedia oksigen atau kurangnya aliran darah (perfusi) ke berbagai organ
Klinis
 Keadaan BBL yang tidak terjadi pernapasan spontan dan teratur pada menit pertama sesudah lahir
Faktor-faktor ETIOLOGI :
 Faktor ibu: eclampsia, DM, obat, hipoksia ibu, gangguan aliran darah
 Faktor plasenta: plasenta previa
 Faktor fetus: tali pusat (kompresi)
 Faktor neonatus: aplasia paru (kongenital), trauma lahir, obat anestesi ibu
PATOFISIOLOGI  Asfiksia Neonatorum
 Proses kelahiran  asfiksia ringan  merangsang kemoreseptor  “gasping” pertama  pernapasan teratur
 Asfiksia ringan :
o Apne primer
o Frek denyut jantung menurun; bradikardi
o “gasping”
o Pernapasan teratur
 Asfiksia berat :
o Apne sekunder
o Bradikardi
o Tekanan darah menurun
o Kelainan metabolik, keseimbangan asam basa
o Kematian 
Klasifikasi Asfiksia Neonatorum dengan Skor APGAR
Skor APGAR menit pertama :
 7 – 10 bayi bugar
 4 – 6 asfiksia sedang
 0 – 3 asfiksia berat
o Dengan henti jantung s/d 10 menit lahir lengkap
o Dengan henti jantung  BJ hilang post partum
TATA LAKSANA Asfiksia Neonatorum
 Tujuan :
o Mempertahankan kelangsungan hidup bayi 
o Membatasi sekuele di kemudian hari
 Perlu diperhatikan :
o Waktu  pertolongan harus secepatnya
o Cegah kerusakan baru (pascanatal)
o Anamnesis perlu dipelajari (kehamilan, partus)
o Evaluasi bayi harus teliti  resusitasi adekuat
 Prinsip tindakan :
o Lingkungan yang baik, jalan napas bebas
o Pemberian rangsangan  pernapasan
o Bantuan ventilasi aktif (usaha napas lemah) – dg ventilator, dirawat di ICU
o Perbaiki sirkulasi
o Koreksi kelainan metabolik (asidosis)
Resusitasi Pada Asfiksia Neonatorum
 Terbagi menjadi tindakan umum (suhu, jalan napas, rangsangan) dan khusus
 Suhu bayi dipertahankan (sinar lampu, pengeringan tubuh)
 A (Airway)
o Bebaskan jalan napas (lendir, cairan amnion)
o Skor APGAR 0-3 lakukan dengan laringoskopi dan kanul endotrakeal
 B (Breathing)
o Beri bantuan ventilasi 
o O2 dengan tekanan ≤ 30 cm H2O
 C (Circulation)
o Masase jantung eksternal (bila bradikardi)
 D (Drug)
o Obat-obatan untuk koreksi asidosis metabolik dan hipoglikemia
Bantuan Pernapasan (VENTILASI) 
 Bantuan ventilasi diberikan bila sesudah jalan napas bersih pernapasan belum adekuat
 Jenis bantuan ventilasi: (dilakukan di ICU)
o Frog breathing
Kateter O2 intranasal 1 – 2 L/ menit, kepala dorsofleksi
o Pernapasan mulut ke mulut
o Mouth to tube breathing
o Bag to mouth breathing
o Bag to tube breating
o Respirator
Pemberian Obat-obatan 
 Obat diberikan untuk 
o Koreksi asidosis
o Koreksi hipoglikemia
o Pencegahan perdarahan
o Pencegahan infeksi
 Koreksi asidosis dengan bikarbonas natrikus 7.5% 2 ml/ kg/ BB
Baru diberikan bila dengan pembersihan jalan napas, bantuan ventilasi dan perbaikan sirkulasi, pernapasan belum adekuat
 Koreksi hipoglikemia dengan glukose 10% 2 ml/ kgBB i.v dengan syarat-syarat seperti di atas
 Vitamin K 1 langsung diberikan
 Antibiotika bila ada indikasi
Definisi
 Kadar glukosa serum pada 3 hari pertama ≤ 30 mg % dan ≤ 40 mg % sesudah hari ketiga
Faktor predisposisi
 Bayi IPDM
 Bayi IP.Toksemia  IUGR
 BBLR
 BKB (Bayi Kurang Bulan)
 Bayi KMK (Bayi Kecil Masa Kehamilan)
Klinis
 Simptomatik  20 % gejala neurologis, hilang setelah diberi glukosa
 Non simptomatik (sementara)  dalam 1 jam pasca lahir sebelum minum
Gejala Klinis
 Iritabilitas meningkat
 Gemetar (Jittery)
 Serangan apnea
 Kejang
Tatalaksana Hipoglikemia Simtomatik pada Neonatus
 Bolus glukosa 10% 2 ml/ kgBB atau 20 mg/ kgBB intravena perlahan-lahan > 1 menit
 Setelah itu infus dengan cairan glukosa 10% 8 mg/ kgBB / menit terus-menerus
 Kadar gula darah dimonitor terus (setiap 3 – 4 jam)
 Bila masih terdapat hipoglikemi pemberian bolus dapat diulang (ke-2)
 Bila hipoglikemia masih belum teratasi, diberikan tambahan pengobatan dengan 
 hidrokortison 5 mg/ kgBB setiap 2 jam atau prednison 2 mg/ kgBB/ hari
 Bila kadar glukosa sudah normal dan stabil (70-100 mg/dl) cairan glukosa intravena dikurangi dengan 2 mg/ kgBB/ menit tiap 6 – 12 jam
 Bila sudah stabil  minum per oral
Batasan
 Kadar kalsium darah kurang dari 7 mg% (N. 9 – 11 mg %)
 EKG QoTc > 0,20 detik
Faktor-faktor risiko
 Hipofungsi gl. Paratiroid
 Susu kadar fosfat tinggi (susu sapi)
 Koreksi bikarbonas berlebihan pada asidosis
 Transfusi tukar dengan darah sitrat
 BBLR
 BIPD
 Bayi dengan trauma lahir
 Bayi dengan NPT (Nutrisi Parenteral Total) yang lama
Gejala Klinis
 Iritabilitas meningkat
 Tangisan melengking
 Tremor atau kejang (hari ke 4 – 7 pasca lahir)
 Apnea, sianosis
 Hipertonia atau hipotonia
Tata Laksana
 Pengobatan segera dengan kalsium glukonat 10% 2 – 4 ml/ kgBb pelan-pelan i.v atau oral 10 ml setiap sebelum minum susu
 Rumatan dengan kalsium glukonat 100 – 200 mg/ kgBB 4 kali sehari selama 1 minggu
SGNN = RESPIRATION DISTRESS OF THE NEWBORN
Definisi 
 Sindrom gawat napas neonatus ialah suatu sindrom yang terdiri dari beberapa gejala klinik yi :
o Sesak napas: dyspnea, napas cuping hidung
o Retraksi dinding toraks (epigastrium, suprasternal, intercostal  saat inspirasi)
o Takipnea (frekuensi pernapasan > 60/ menit)
o Sianosis sentral: lidah biru pada udara kamar
o Merintih (Grunting) saat ekspirasi
o Auskultasi: suara vesikuler 
Minimal 2 gejala  sesak napas
Etiologi
 Pulmonal
 
o Penyakit membran hialin (PMH)
o SGNN sepintas (SGNNS)
o Aspirasi mekonium
o Perdarahan paru
o Pneumonia (sebagai komplikasi korioamnionitis)
o Pneumonia aspirasi
o Penumotoraks
o Emfisema interstisial
o Paru imatur
o Hipertensi pulmonal
o Lesi pengambil tempat (SOL)
o Atelektasis
o Agenesis paru
 
 Non-Pulmonal
 
o Jantung
 Cacat bawaan (PDA  gagal jantung)
 Penumoperikard
o Otak
 Perdarahan
 Edema
 Obat-obatan
o Darah
 Hipovolemia
 Transfusi antar fetus
 Hiperviskositas/ polisitemia
 Anemia berat
o Dinding toraks
 Distrofi dinding toraks
 Pneumomediastinum
o Metabolik
 Hipoglikemia
 Hipotermia
 Asidosis metabolik
o Kelainan bawaan
 Hernia diafragmatika
 Obstruksi saluran napas atas
Tatalaksana SGNN
 
 Klinis SGNN
o Pengobatan awal
o Foto toraks segera
o Pengobatan suportif
 Pengobatan awal
o Pemberian oksigen
o Nutrisi parenteral
o Pengendalian suhu tubuh bayi (36,5 - 37°C)
o Atasi kelainan metabolik (asidosis dg NaHCO3  pH darah 7,30 – 7,40)
o Antibiotika bila perlu  infeksi sekunder
 Pengobatan definitif
o Tergantung etiologi
o Rujukan
~ PENYAKIT MEMBRAN HIALIN (PMH) ~
Sinonim
 Sindrom Gawat Napas Neonatal Idiopatik (IRDS – Idiopathic Respiratory Distress Syndrome)
Etiologi
 Kekurangan surfaktan paru (prematur, bayi IPDM)
o Bubbles Test (-) & Shake Test (-)
 Sebelum lahir: bubbles test (cairan amnion)
     shake test (cairan lambung)
Patofisiologi
 Kekurangan surfaktan paru  ekspirasi akhir, alveolus kolaps  udara berkumpul di bronkus  radiologis bronkogram udara
 Terjadi atelektasis paru  eksudasi (cairan dengan kadar protein tinggi)  ke rongga alveoli 
 terbentuk membran hialin
Radiologis (4 stadium) :
1. Gambaran/ pola retikulogranuler difus
2. Bronkogram udara (BGU) + PRG
3. Mediastinum melebar  batas jantung kabur + PRG + BGU
4. Hipo-aerasi paru  kolaps seluruh paru (WHITE LUNG)
Diagnosis 
 Gejala klinis SGNN
 Radiologis (4 stadium)
Tatalaksana
1. Beri zat asam
2. Pertahankan suhu (36,5°C - 37°C)
3. NPT (TPN) – Total Parenteral Nutrition
4. Ventilasi : tekanan saluran napas positif
Kontinu (CPAP = Continuous Positive Airway Pressure)   atelektasis alveolus
5. Analisis gas darah: PaO2 < 50 mmHg
 Ventilasi dengan tekanan positif intermiten terkontrol (IPPV)
 Keseimbangan pertukaran gas tubuh dapat diatur
~ SINDROM GAWAT NAPAS NEONATUS SEPINTAS (SGNNS) ~
Sinonim
 Wet Lung Syndrome
 TTN (Transient Tachypnea of The Newborn)
 TRDN (Transient Respiratory Distress Syndrome)
Etiologi
 Terlambatnya pengeluaran cairan dari bronkus dan alveolus (SC, asfiksia, sedasi ibu, 
polihidramnion)
Klinis
 = PMH, kecuali sesudah 24 jam membaik
 Radiologis : 
o Hiperinflasi paru-paru
o Corakan vaskuler daerah parahiler 
o Lapangan paru perifer bersih
 Shake test cairan lambung 
Tatalaksana
  = PMH
 Makanan per oral setiap 3 jam (sonde)
~ SINDROM ASPIRASI MEKONIUM ~
 Hipoksia  mekonium keluar  kontaminasi cairan amnion  larings, trakea  alveolus
Diagnosis
 BCB, BLB (jarang BKB)
 Cairan amnion
 Warna kulit
 Sesak napas, dada busung
 KHAS: X-Foto thoraks (gbrn kombinasi kontradiktif)
 hiperinflasi paru + kolaps
 Sesak sejak lahir
o Berat
 Memburuk progresif  
 Kerusakan paru
o Ringan  baik bertahap (beberapa hari/ minggu)
Pencegahan
 Hisap saluran napas atas sebelum bahu dilahirkan (sebelum bernapas pada saat lahir)
Tatalaksana 
 = PMH
 Hipoksemia  ventilator
 “Stomach Washout” dg Na-bikarbonat 2%  mencegah gastritis
 Colostrum ASI  sel fagosit
Komplikasi
1. Pneumotoraks, pneumomediastinum
2. Hipoksia  organ lain rusak
3. Gastritis
Definisi
 Trauma lahir ialah cedera pada neonatus akibat proses persalinan/ kelahiran  trauma mekanis
Cedera akibat trauma lahir dapat berupa:
 Trauma jar lunak: eritema, petekie, ekimosis/ hematoma, abrasi/ laserasi kulit
 Trauma superfisial (perdarahan ekstrakranial): kaput suksedaneum, sefalhematoma, perdarahan subgaleal (subaponeurosis)
 Trauma alat dalam (intra abdominal): hati, limpa, kelenjar adrenal
 Trauma otak (perdaharan intrakranial): subdural, subarachnoid primer, intraventrikular, intraserebelar
 Fraktura tulang: klavikula, humerus, femur, tengkorak (linier, depresi)
 Paresis/ paralisis: plexus brachialis, saraf phrenicus, saraf fasialis perifer
~ TRAUMA LAHIR SUPERFISIAL ~
“Kaput Suksedanum”
 Terjadinya akibat tekanan yang keras pada kepala oleh jalan lahir  benjolan yg difus, karena bendungan sirkulasi kapiler dan limfe
 Benjolan di luar periosteum  dapat melampaui sutura
 Terdapat edema tekan, teraba lunak, berbatas tegas, tidak berfluktuasi
 Edema (benjolan) berisi plasma: sering bercampur sedikit darah
Terlihat segera setelah bayi lahir
 Tidak perlu pengobatan khusus (menghilang dalam 2 – 4 hari)
 Sering teraba benjolan moulage daerah sutura sagitalis
 Prognosis baik
~ HEMATOMA SEFAL PADA NEONATUS ~
 Perdarahan pada ruangan sub-periosteum kepala, perlahan-lahan  benjolan baru tampak beberapa jam setelah lahir (umur 6 – 8 jam)
 Batasnya tegas, tidak melewati sutura, berfluktuasi (timbunan darah)
 Klinis  tumor batas tegas kenyal
Tumor besar  anemia
 Kadang-kadang berhub dg fraktur linier tulang tengkorak (5 – 15 %)
 Tidak perlu terapi  resolusi sendiri 2 – 8 minggu
 Gejala sisa: timbul perkapuran  mengeras  mengecil dalam waktu 2 – 3 bulan
 Prognosis baik
~ PERDARAHAN SUB-APONEUROSIS ~
 Perdarahan di bawah aponeurosis
 Etiologi: trauma lahir dan defek sistem koagulasi darah
 Tanda klinis
o Batas tidak tegas
o Warna kemerahan
o Fluktuasi positif
o Dapat meluar
o Disertai anemia bila berat
 kesan: bentuk kepala tidak simetris
 Pemeriksaan diagnostik
o Foto rontgen kepala/ CT-scan
o Pungsi lumbal bila perlu
o Uji trombosit/ pembekuan darah
 Terapi
o Istirahat jangan banyak dimanipulasi
o Transfusi darah bila perlu
o Perbaiki K.U
o Vitamin K
 Prognosis
o Tergantung luasnya perdarahan  2 – 3 minggu
~ PERDARAHAN INTRAKRANIAL ~
 Subdural : BCB > BKB
 Subarachnoid primer
o BKB > BCB
o Faktor penyebab: trauma atau hipoksia
 Intraserebelar  jarang
o BKB
o Faktor penyebab: hipoksia atau trauma
 Periventrikular – intraventrikular
o BKB
o Faktor penyebab: umumnya hipoksia
~ PERDARAHAN SUBDURAL ~
 Ukuran kepala > jalan lahir
 Lahir presentasi muka/ dahi
 Robekan falks serebri
 Laserasi selaput dura/ tentorium serebelli
 Gejala klinis:
o Kehilangan darah: pucat, gawat napas, ikterus (hemolisis)
o Tekanan intrakranial : iritabel, kejang fokal, letargi, tangis melengking, hipotoni, ubun-ubun membonjol, sutura >
 Tap subdural  D/ + Th/
CT-Scan, MRI
 Tatalaksana
Laserasi  penurunan tekanan intrakranial
~ PERDARAHAN SUBARACHNOID PRIMER ~
 Ruptur pembuluh darah kecil di daerah leptomeningeal  timbunan darah di lekukan serebral post + fossa post.
 Perdarahan sedikit  gejala minimal/ - (iritabel, kejang)
Perdarahan masif (jarang)  gejala: sopor/ koma, apne, kejang tonik  
 Diagnosis
o Gambaran klinis, CT-Scan kepala
o LP  CSS: eritrosit/ protein 
 Tatalaksana: 
o Simtomatik: kejang, gangguan napas
 Prognosis
o Tanpa komplikasi  baik
o Komplikasi hidrosefalus (adhesi sisa perdarahan)
~ PERDARAHAN INTRASEREBELAR ~
 Laserasi serbelum, ruptur vena besar, atau ruptur sinus oksipitalis
 Gambaran klinis:
o Gejala kompresi batang otak: apnea/ napas tak teratur, bradikardi
o Gejala  tekanan intrakranial: UUB membonjol, sutura melebar
 Diagnosis:
o USG  kurang sensitif
o CT-Scan, MRI  dilatasi ventrikel
 Komplikasi:
o Gejala neurologis: tremor, ataksia, hipotoni
o Gangguan intelek
o Hidrosefalus  bedah: pirau ventrikulo-peritoneal (V-P Shunt)
~ PERDARAHAN PERIVENTRIKULAR – INTRAVENTRIKULAR ~
 Faktor risiko:
o Trauma mekanik (cunam, sungsang)
o Hipoksi/ asfiksia (skor APGAR rendah)
o Masa gestasi < 32 minggu
o BBLR < 1500 gram
 Gejala klinis:
o Iritabel, sopor, kejang fokal/ multifokal
o Apnea, UUB membonjol
 Diagnosis:
o USG, CT-Scan
o LP  CSS: warna xanthocrome, eritrosit >, protein 
 Komplikasi: hidrosefalus
~ FRAKTURA KLAVIKULA ~
Jenis Fraktur
 Total: krepitasi, deformitas
 Greenstick
Gejala Klinis
 Fraktura greenstick: seringkali tanpa gejala  1 – 2 minggu kalus 
 Fraktura total:
o Bayi menangis terus
o Refleks moro tak simetris atau tak ada pada sisi terkena
o Radiologis: adanya fraktur (total/ greenstick)
Terapi
 Imobilisasi dengan fiksasi: pada tubuh  posisi abduksi 60° dan fleksi 90°
~ FRAKTURA TULANG PANJANG ~
 Fraktur Femur
o Akibat kesulitan melahirkan kaki
o Klinis: tanda-tanda umum fraktura
 Fraktur Humerus
o Akibat kesulitan melahirkan bahu
o Klinis: tanda-tanda umum fraktura
 Fraktura Tulang Rusuk
o Biasanya penyakit osteogenesis imperfekta kongenital
o Fraktur patologik
o Klinis: sindrom gawat napas, menangis kesakitan
o Foto Ro toraks: fraktur multipel
~ PARESIS AKIBAT TRAUMA LAHIR ~
PARESIS PLEKSUS BRAKIALIS  ekstremitas atas
 Patologi
1. Paresis ERB : C5 dan C6 (kadang-kadang C7)
2. Paresis KLUMPKE : C8 dan Th1
 Klinis
o Refleks biseps negatif, refleks pegang positif (Duchene – Erb)
o Refleks moro asimetrik
o Paresis/ paralisis sisi terkena
o Klumpke: ptosis mata (serabut simpatis Th1) 
Refleks biseps (+), refleks pegang (-)
o Parese N.Phrenicus  dyspnea (Trauma Erb)
 Terapi
o Fisioterapi  mencegah kontraktur
o Koreksi bedah  bila dalam waktu 3 bulan tidak ada penyembuhan fungsi
 Prognosis
o Tergantung kerusakan
o Paresis Erb  baik
o Klumpke  sedang
PARESIS N.VII (SARAF FASIALIS PERIFER)
 Etiologi: penekanan keras pada saraf o.k
o Jepitan daun cunam (forceps)
o Tulang panggul/ pelvis ibu (partus spontan, letak kepala yg lama/ sukar)
 Klinis:
o Ringan: menangis  bagian yang sakit lumpuh
o Berat: mata sisi sakit tak dapat menutup
 Terapi: 
o Fisioterapi
o Ringan  sembuh sendiri (beberapa minggu)
PARESIS N. FRENIKUS (SERABUT SARAF C3,C4,C5) – OTOT DIAFRAGMA
 Etiologi: tarikan/ laserasi
 Diagnosis:
o Fisis: dispnea
o Fluoroskopi: see saw movement (inspirasi  diafragma sehat ke bawah, sakit ke atas)
 Terapi :
o Konservatif: berbaring setengah duduk
o Perbaikan ventilasi
o Perbaikan oksigenasi
o Fisioterapi
o Pembedahan bila perlu: 3 – 4 bulan kemudian
PADA NEONATUS
Batasan
☞ Kadar hemoglobin kurang dari 14 g/ dl pada 2 minggu pertama pasca lahir (N: Hb tali pusat 14 – 20 g/ dl)
Penyebab
☞ Anemia hemolitik
☞ Anemia pasca perdarahan
☞ Anemia aplastik
☞ Anemia defisiensi
Anemia hemolitik
☞ Inkompatibilitas golongan darah
☞ Infeksi
☞ Defisiensi enzim G6PD
Gejala klinis (tabel 6 - 37); faktor pencetus (tabel 6 - 38)
☞ Hemoglobin patologik (hemoglobinopati)
Anemia aplasia/ hipoplasia
☞ Anemia fisiologik (dalam 1 minggu)
☞ Anemia hipoplastik kongenital (Congenital Pure Red Cell Anemia)
☞ Anemia Fanconi (Kongenital)
Anemia Defisiensi
☞ Defisiensi besi (perdarahan feto-plasental)
☞ Nutrisional
Anemia pasca perdarahan
☞ Transfusi feto-fetal (bayi kembar
☞ Perdarahan ante partum
☞ Perdarahan durante partum
☞ Perdarahan post partum
☞ Perdarahan feto-plasental: akut, kronik 
Tatalaksana Anemia pada Neonatus
☞ Anamnesis kehamilan dan kelahiran
☞ Pemeriksaan fisis lengkap
☞ Pemeriksaan darah tepi lengkap
☞ Anemia berat pada hari 1 – 3, periksa golongan darah, uji Coombs
☞ Biopsi sumsum tulang bila perlu
☞ Bila Hb > 14 g/ dl beri PRC (bila ada gejala pucat, gagal jantung, renjatan)
 
~ Algoritme Diagnostik Anemia pada Neonatus ~
Jenis perdarahan pada neonatus
Perdarahan in utero
♪ Perdarahan feto-placental: umbilikus tegang dan kaku, seksio caesaria, hematoma placenta
♪ Perdarahan feto-maternal: tindakan amniosentesis, tindakan persalinan, toksemia gravidarum, eritoblastosis fetalis, tumor plasenta, perdarahan spontan.
♪ Perdarahan feto-letal: akut dan kronik
Perdarahan obstetrik dan kelainan plasenta/umbilikus
♪ Robekan umbilikus: partus presipitatus, trauma/lilitan tali pusat, umbilikus pendek, tersayat sewaktu seksio sesarea
♪ Robekan umbilikus abnormal: aneurisma, varises, hematoma
♪ Robekan pembuluh darah abnormal: pembuluh aberan, insersi velamentosa, plasenta multilobularis
♪ Plasenta previa
♪ Abrupsio plasenta
Perdarahan post natal
♪ Tindak obstetrik (trauma lahir)
o Perdarahan intrakranial terutama pada BBLR: periventrikular-intraventrikular, subdural, subaraknoid, jaringan serebral
o Perdarahan ekstrakranial: daerah kepala (kaput suksedaneum, perdarahan subaponeurotik, sefal hematoma), luar kapala (intrapulmonal, umbilikus, vaginal, gastrointestinal, limpa, hati, adrenal, retroperitoneal)
♪ Penyakit lain
o Defisiensi vitamin K
o Koagulasi intravaskular diseminata (mikrotrombus)
o Defisiensi kongenital faktor koagulasi: faktor VIII, faktor IX
o Trombositopenia neonatal
o Trombosis
Perdarahan latrogenik (akibat tindakan dokter atau paramedis untuk pemeriksaan lab)
Tabel faktor predisposisi perdarahan sub-dural
Ibu: Primipara
Primi tua
Panggul sempit
Bayi: Cukup bulan, besar
Prematur
Persalinan: Presipitatus
Partus lama
Sungsang
Presentasi muka, kaki, dahi
Forseps
rotasi
Tabel manifestasi perdarahan akut dan menahun pada neonatus
Deskripsi data Perdarahan akut Perdarahan menahun
Klinis Tampak sakit, pucat, nafas cepat, dangkal irregular takikardia, nadi lemah, tensi rendah, tidak ada hepatomegali Tampak sakit ringan, pucat, mungkin timbul payah jantung dengan hepatomegali
Tekanan vena sentralis Rendah Normal atau meningkat
Laboratorium:
• Hemoglobin
• Eritrosit
• Besi serum 
Semula normal, dalam 24 jam dapat menurun cepat
Normokromik makrositik
Normal waktu lahir 
Rendah
Hipokromik mikrositik, aniso/poikilositosis
Rendah waktu lahir
Perjalanan penyakit Pengobatan segera terhadap anemia dan renjatan Cukup baik, tidak perlu pengobatan segera
pengobatan Cairan intravena, trasfusi darah, perawatan intensif Pemberian senyawa besi, transfusi darah jarang
Etiologi anemia hemolitik pada neonatus
Kelainan eritrosit kongenital
Defek membran : sferositosis heriditer, eliptositosis herediter
Kelainan enzim : G6PD, piruvat kinase
Hemoglobinopati : thalasemia-alfa, thalasemia-gama/beta
Kelainan eritrosit didapat
Infeksi  : sepsis, toksoplasmosis, sitomegalovirus, malaria kongenital
Obat  : overdosis vitamin K
Kelainan lain : sindrom gawat nafas, hematoma, hemangoima luas, DIC
Kelainan eritrosit imunologik
Isoimun   : inkompatibilitas ABO, rhesus, atau golongan eritrosit lain
Penyakit imunologik ibu : anemia hemolitik autoimun, lupus eritrematosus
Obat    : penisilin
Pengaruh faktor perinatal terhadap trombositopenia neonatal
Faktor ibu
Obat  : sulfa, anti malaria (kina), sedormid, dilantin
Imunologik : ITP pada ibu, inkompatibilitas golongan trombosit, obat
Infeksi  : bakteri, virus (rubela, sitomegalovirus)
Penyakit lain : lupus eritrematosus, hipertensi berat
Faktor plasenta
Korioangioma, trombus, abrupsio plasenta
Faktor bayi
Penyakit :hipoksia, sepsis, trombus pada enterokolitis, hemangioma luas, polisitemia, leukemia kongenital, osteopetrosis
Tindakan medis :transfusi ganti,fototerapi, pemasangan kateter
Klasifikasi trombositopenia neonatal berdasarkan etiologi
Gangguan imunologik
Proses pasif (dari ibu) : ITP menahun, rangsangan obat (dilantin, kina), lupus eritrematosus
Proses pasif : inkompatibilitas golongan trombosit akibat transfusi ganti atau penyakit
Infeksi
Bakteri : sepsis, sifilis kongenital
Non bakteri : toksoplasmosis, rubela, sitomegalovirus, herpes simpleks
Echovirus
Obat yang diberikan kepada ibu
Hidralazin, tolbutamid
Kelainan sumsum tulang
Leukemia kongenital, sindrom fanconi, trombositopenia amegakariositik, sindrom trisomi-13 atau trisomi-18, osteopetrosis
Diseminata koagulasi intravaskular (DIC)
Sepsis, anoksia/hipoksia, sindrom gawat paru
Lain-lain
Herediter, trombus, hemangioma luas, pemasangan kateter, fototerapi, polisitemia
Tabel klasifikasi berbagai mutan defisiensi G6PD
golongan Derjat defisiensi Gejala klinis
1 Aktivitas enzim meningkat Tidak ada
2 Defisiensi enzim ringan Tidak ada
3 Deisiensi enzim sedang Tidak tampak nyata gejala klinis hemolisis, hemolisis akut dapat terjadi karena obat atau bahan oksidan lain
4 Defisiensi enzim berat Sensitivitas terhadap bahan oksidan lebih tinggi, dan gejala hemolisis lebih nyata
5 Defisiensi enzim berat disertai dengan anemia hemolitik nonsferositik kongenital Gejala hemolisis akan selalu tampak; derajat hemolisis dapat bervariasi
Bahan oksidan dan keadaan yang dapat menimbulkan hemolisis pada kasus defisinsi G6PD
Obat
Sulfonamid : sulfanilamid, sulfapiridin, sulfisoksazol, termasuk dalam kemasan kombinasi dengan trimetoprim (bactrim, septrin, kentricid
Antimalaria : kina, primakuin, klorokuin, kuinakrin
Antibakteri : kloramfenikol, nitrofurantoin, asam nalidiksat
Antipiretik : asetosal (aspirin, bodrexin)
Obat lain : Vitamin C, biru metilen, jamu, “obat kuat”
Bahan kimia
Benzen, naftalen, kaur barus
Infeksi
Hepatitis
Lain-lain
Asidosis diabetik, Favisme akibat makan kacang fava 
I. Menurut Bentuk Morfologi
 
1. Defek Primer Tunggal  malformasi
  deformitas
 Kelainan 1 struktur, yang lain normal
 Etiologi: multifaktor
2. Sindrom Malformasi Multipel
 Mengenai beberapa struktur
 Etiologi: dikenal sama
 Kelainan: genetik, kromosom, teratogen
Malformasi: 
 Struktur anatomik      
 Bentuk
Contoh :  - bibir sumbing dengan atau tanpa celah langit
  - defek sekat jantung
Deformitas:
 Struktur anatomik: normal
 Bentuk, ukuran, posisi: berubah
Akibat tekanan mekanis selama hidup intrauterina:
Contoh: - tak dapat/ sukar bergerak,  ubah posisi
  - uterus ukuran kecil
  - tumor uterus
  - kembar, letak sungsang
Disrupsi:
 Struktur: berubah (organ telah tumbuh normal)
 Disebabkan karena:
o Terjerat pita amnion  lekukan, amputasi
o Gangguan aliran darah ke organ:
  proses infark
  nekrosis
  resorpsi
o Faktor genetik
 
II. Menurut Gangguan Pertumbuhan Organ
 
1. Pertumbuhan/ pembentukan organ
 Organ tidak terbentuk/ sebagian:
o Anensefali
o Ginjal tunggal
 Organ terbentuk, uk lebih kecil
 Mikrosefali
 Mikroftalmia
2. Penyatuan/ fusi jaringan tubuh
 Labio-gnato-palatoskizis
 Spina bifida
3. Diferensiasi organ
 Sindaktili
 Ginjal tapal kuda
4. Hilang/ berkurangnya jaringan
 Divertikulum Meckel
 Kista Tireoglosus
5. Invaginasi jaringan
 Atresia ani
 Atresia vagina
6. Migrasi suatu alat
 Testis tidak turun
 Malrotasi usus
7. Pembentukan saluran
 Hipospadia
 Atresia esofagus
 Atresia duktus koledokus kongenital
8. Reduplikasi organ
 Polidaktili
 Ureter ganda
9. Hipertrofi organ
 Stenosis pilorus kongenital
 Hipertrofi adrenal
10. Pertumbuhan tak terkendali
 Angioma
11. Aberant Development and Displacement
 Transposisi pada kelainan jantung bawaan 
Faktor Etiologik Kelainan Kongenital
 
 Kelainan genetik dan kromosom: 
o Genetik: dominan/ resesif
o Kromosom: sindrom Down
 Mekanis: 
o Deformitas: talipes pd kaki
 Infeksi: 
o Rubella, CMV, tokso  trimester I
 Obat: (bersifat teratogenik)
o Thalidomide  trimester I
 Umur ibu:
o Menopause  Down Syndrome
 Hormonal:
o IP-Hipotiroidisme
o IP-Diabetes Melitus
 Radiasi pada kehamilan muda
o Mutasi gen
 Gizi : Defisiensi protein
 Faktor lain:
o Hipoksi, hipotermi, hipertermi
 
Klasifikasi Kelainan Kongenital pada Neonatus
 Kelayakan hidup
o Kelainan kongenital layak hidup
o Kelainan kongenital tak layak hidup (Anensefali = Akrania)
 Beratnya penyakit
o Kelainan kongenital gawat darurat
o Kelainan kongenital biasa
 Jenis penanganannya
o Kelainan kongenital medis
o Kelainan kongenital bedah
Kelainan Kongenital Gawat Darurat pada Neonatus (dalam 48 jam pertama)
 Hernia diafragmatika (lubang Bochdaleck – posterolateral kiri)
 Atresi koana posterior  tulang dan jaringan ikat daerah hidung
 Atresia ani  anus imperforata  Fistula ?
 Atresia saluran cerna  obstruksi total
Stenosis saluran cerna  penyempitan lumen
 Sindrom Pierre Robin  distrofi mandibula + glosoptosis
 Sukar minum/ bernapas
 Trunkus arteriosus: janin 3 – 4 minggu  jadi: aorta dan A.pulmonalis
 dll
Tuberculosis pada anak
 Masalah diagnosis
o Belum ada uji diagnostik memadai
o Pemeriksaan mikrobiologis paru TB anak  sulit didpt spesimen (sputum, bilasan lambung)
o Gambaran klinis/ radiologis tidak spesifik
 Tahun 1994 – 1995 : di seluruh dunia 1.300.000 kasus TB baru umur < 15 tahun
  kejadian TB anak   penularan TB dewasa 
 Proporsi TB anak : 5 – 15% seluruh kasus TB
 Infeksi TB tanpa menjadi sakit :
o Uji tuberkulin 
o Kelainan klinis (-)
o Radiologis paru (-)
o Laboratoris (-) 
 Daya tahan tubuh  infeksi TB  sakit TB >>
Basil TB virulen
PENULARAN
 Melalui udara : basil TB dalam “droplet nucleus” ( 5 μ)
     menembus lapisan mukosilier
     fokus primer dalam paru
 Anak tertular dari orang dewasa, jarang penularan dari anak ke anak
 Melalui mulut : susu sapi mengandung Mycobacterium bovis  fokus primer di usus
 TB primer di kulit : lecet/ luka
 TB kongenital : jarang 
IMUNITAS SPESIFIK
 4 – 8 minggu (rentang 2 – 10 minggu) setelah masuk basil TB  terjadi hipersensitivitas tipe lambat thdp tuberkuloprotein
PATOGENESIS
 Partikel-partikel mengandung M.tb sampai alveolus  fagositosis oleh makrofag  basil TB dibunuh
 M.tb virulen M.tb berkembang biak 
Makrofag lemah makrofag hancur
 Monosit + makrofag dari darah ditarik ke M.tb  fagositosis (tidak dpt membunuh basil TB)
 Tuberkel : sel-sel epiteloid (makrofag rusak), sel raksasa Langerhans (makrofag menyatu), limfosit T
 tuberkuloma (nekrosis, fibrosis)
 kalsifikasi
 kelenjar limfe hilus  kompleks primer (lesi di alveolus + limfangitis)
 Kel limfe  melalui saluran limfe dan sirkulasi darah  organ-organ lain
 Masa kiju mencair  basil TB berkembang biak ekstraselular  jaringan paru : pneumonia, lesi endobronkial pleuritis TB milier
Fig 1. Patogenesis Tuberkulosis
KOMPLIKASI
Walgren  3 bentuk dasar TB paru pada anak :
1. Penyebaran limfohematogen
0,5 – 3% jadi TB milier atau meningitis TB (setelah 3 – 6 bulan)
2. TB endobronkial (lesi segmental oleh karena kelenjar regional >>)
3. TB paru kronik
Komplikasi Kompleks Primer
1. Meluasnya fokus primer 
Letak di perifer dekat pleura)
 Biasanya soliter, kadang-kadang multipel
2. Pembesaran kelenjar regional : 9 bulan setelah infeksi
3. Penyebaran hematogen
Tabel 1. Lesi TB paru
Kelenjar limfe : hilus, paratrakeal dan mediastinum
Parenkim : fokus primer, pneumonia, atelektasis, tuberkuloma, kavitas
Saluran napas : air trapping, penyakit endobronkial, trakeobronkitis, 
  stenosis bronkus, fistula, bronkopleura, bronkiektasis, fistula, bronkoesofagus
Pleura : efusi, fistula bronkopleura, empiema, pneumotoraks. Hemotoraks
Pembuluh darah : milier, perdarahan paru
Tabel 2. Bentuk Klinis Tuberkulosis pada Anak
Infeksi TB
Uji tuberkulin positif, tanpa kelainan klinis, radiologis dan laboratoris
Penyakit TB
Paru   TB paru primer 
   (pembesaran kelenjar hilus dg atau tanpa kelainan parenkim)
  TB paru progresif (pneumonia, TB endobronkial)
  TB paru kronik (kavitas, fibrosis, tuberkuloma)
  TB milier (setelah 3 – 6 bulan)
  Efusi pleura TB
Di luar paru  Kelenjar limfe
  Otak dan selaput otak (setelah 3 – 6 bulan)
  Tulang dan sendi (setelah 1 tahun  5 – 10%)
  Saluran cerna termasuk hepar, kantung empedu, pankreas
  Saluran kemih termasuk ginjal (5 – 25 th setelah infeksi primer)
   Kulit
   Mata 
   Telinga dan mastoid
   Jantung
   Membran serous (peritoneum, perikardium)
   Kelenjar endokrin (adrenal)
   Saluran napas bagian atas (tonsil, laring, kelenjar gondok)
FOKUS PRIMER BESAR
 Pecah ke rongga pleura
  massa kiju masuk ke rongga pleura
 Merangsang eksudasi dan setelah 6 bulan akan terjadi efusi pleura
 Pecah ke arah bronkus  batuk  kavitasi
 Lesi bulat = Coin Lesion
LIMFADENITIS REGIONAL
 Proses perkijuan menjadi lunak  abses pecah  lumen bronkus, aliran darah
 Melekat pada bronkus  endobronkitis :
Kel menonjol ke dalam lumen/ pecah masuk lumen, terjadi:
 Obstruksi sebagian : emfisema (mekanisme ventil)
 Obstruksi penuh : atelektasis (kolaps)
 Aspirasi massa kiju, oleh karena erosi bronkus  lesi segmental
 Penyebaran bronkogen : bronkopneumonia TB
PENYEBARAN HEMATOGEN
 Pada permulaan infeksi okulta  basil TB dpt ke organ2 tubuh lain dan bag lain 
 Terjadi intermiten dan sedikit2 lain dari paru
 Apex paru : fokus SIMON (Sumber TB paru dewasa)
 Menembus vena : TB milier (6 bulan pertama setelah infeksi)
 Fokus di kortex pecah masuk ruang subarachnoid : meningitis TB
 Tulang (setelah lebih dari 3 tahun)
 Ginjal, kulit (> 5 tahun)
Fig 2. Imunitas Selular dan Hipersensitivitas Tipe Lambat pada TB
 
       Imunitas Selular   Hipersensitivitas tipe lambat
 Proliferasi limfosit-T CD4
        Meningkatkan aktivitas
            Limfosit-T CD4 + CD8, sitotoksik &
    sel pembunuh (killer cells)
   Limfosit-T Th1   Limfosit-T Th2
 
 Aktivasi makrofag Menambah sintesis     Merusak makrofag lokal
     antibodi humoral  yang belum aktif berisi M.tb
           dan jaringan sekitarnya
 Produksi sitokin (TNF-, IFN-∂)
 Menarik & mengaktifkan          Nekrosis/ perkijuan,
       monosit darah            kerusakan jaringan, 
                   limfosit-T CD4 Pembentukan            M.tb dominan
    granuloma
 Produksi ensim lisosom,           Pembentukan kavitas
 oksigen radikal, nitrogen          penyebaran M.tb
 intermediate, IL-2 
 Membunuh M.tb
IMUNOLOGI
 Infeksi TB  respons imunologik :
 Imunitas selular (cell-mediated immunity)
 proliferasi limfosit-T CD4
 produksi sitokin (respons thdp antigen M.tb) (TNF-, INF-∂)
Kemampuan membunuh M.tb tergantung pada :
- jumlah makrofag
- M.tb virulen
 Hipersensitivitas tipe lambat (Delayed Type Hypersensitivtiy)
  aktivitas limfosit-T CD4 + CD8, sitotoksik dan sel pembunuh
IMUN SEL
 Aktivasi makrofag  menghambat replikasi basil TB
HIERSENSITIVITAS TIPE LAMBAT
 Menghambat replikasi dengan merusak makrofag
 Isolasi lesi aktif  M.tb jadi dorman, kerusakan jaringan , fibrosis dan jaringan parut
 Jumlah basil sedikit  imun sel mengaktifkan makrofag  basil hancur
 Jumlah basil banyak  hipersensitivitas tipe lambat lebih berperan  nekrosis jaringan
GRANULOMA TB
 Makrofag aktif mengelilingi basil TB
 Lapisan luar terdiri dari limfosit-T CD4  stimulasi makrofag
 Makrofag mengkonsumsi O2  granuloma anoksik dan nekrotik  pertumbuhan M.tb terganggu  jadi dorman
 Individu imunokompeten  granuloma tak aktif diselubungi kapsul jar fibrotik  dpt menjadi perkapuran  proses penyakit terhenti
Gambaran Klinis
 Infeksi TB  Reaksi tuberkulin 
   klinis (-)
   Rö (-)
   Lab (-)
 Penyakit TB  reaksi tuberkulin 
   klinis 
   Rö 
   Lab 
MANIFESTASI KLINIS
 Manifestasi klinis TB tergantung pada :
 Jumlah basil TB
 Virulensi basil TB
 Umur pasien
 Imunokompetensi
 Kerentanan saat terinfeksi
 Permulaan : tak ada tanda/ gejala (anak kecil)
 Kemudian : gejala batuk, mengi, dispnea, nyeri abdomen/ tulang, diare, anorexia,  BB, demam, malaise (mungkin penyakit lain)
 Tanda/ gejala non spesifik : tak mau makan/minum, muntah, iritabel, kejang, hepatosplenomegali, perut buncit, dll
GEJALA UMUM ATAU NON-SPESIFIK TB ANAK
 BB  tanpa sebab yang jelas
BB tak  dalam 1 bulan perbaikan gizi
 Anorexia  gagal tumbuh, TB tak  dengan adekuat (failure to thrive)
 Demam lama, berulang tanpa sebab jelas (bukan demam tifoid, malaria, infeksi S.N akut)
Dpt disertai keringat malam
 Kel limfe superfisialis >, tidak sakit, biasanya multipel
 Batuk lama > 30 hari
 Diare persisten : tak sembuh dengan pengobatan diare
GEJALA SPESIFIK SESUAI ORGAN YANG TERKENA
 TB kulit/ scrofuloderma
 TB tulang dan sendi : tulang punggung (spondylitis) Gibbus, tulang panggul (coxitis)  pincang, tulang lutut : pincang dan atau bengkak tulang kaki dan tangan  pembengkakan sendi, gibbus, pincang, sulit membungkuk
 TB otak dan saraf : meningitis  iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah, kesadaran 
 TB mata : conjungtivitis phlctenularis, tuberkel koroid (FUNDUSKOPI !!!)
 TB organ-organ lain
 TB abdomen/ usus : diare persisten, benjolan dalam abdomen, cairan
 TB paru: tidak selalu ada batuk/ sputum, tanda cairan di dada, dada sakit
Uji tuberkulin
 Cara Mantoux
o OT (Old Tuberculin) 1/2000
o PPD (Purified Protein Derivative)
 PPD RT 23 2TU
 PPD-S (Seibert) 5TU
 Suntikan intracutan 0,1 ml (volar lengan bawah)
 Dibaca 48 – 72 jam setelah penyuntikan
 Dasarnya : hipersensitivitas thdp tuberkuloprotein
 Ukur indurasi :
o < 5 mm  : (-)
o 5 – 9 mm : ragu-ragu
o > 10 mm  :   infeksi TB
 BCG , indurasi > 15 mm    superinfeksi basil TB
 Kontak TB , indurasi > 5 mm  
 Anak tanpa risiko, tinggal di daerah dengan prevalensi TB tinggi  uji Mt (Mantoux Test) umur 1, 4 – 6, dan 11 – 16 tahun
 Di daerah risiko tinggi  uji Mt tiap tahun
 TB, uji Mt (-) = anergi
 MEP berat, morbili, kortikosteroid lama, penyakit keganasan, tifus, TB milier
Ulang uji Mt bila penyebab anergi (-)
 Uji Mt (-) : belum tentu infeksi (-)/ penyakit TB (-) Tabel 3
Uji Mt  : belum tentu infeksi / penyakit TB 
DIAGNOSIS
1. Riwayat kontak erat TB  lakukan : anamnesis, pemeriksaan fisis lengkap dan teliti
2. Uji tuberkulin/ uji Mt
3. Laboratorium
 Hitung sel darah, LED, enzim hepar
 Urinalisis
 Asam urat (akan diberi PZA)    arthralgia, mialgia, arthritis (jarang)
 Mata/ penglihatan (EMB)
 LP  TB milier, meningitis
4. Foto rontgen paru : PA, lat  menilai : pembesaran kel.hilus dan mediastinum, pneumonia
         atelektasis, efusi pleura, gambaran milier
  Fluoroskopi : saluran napas
  CT – scan : dada
DIAGNOSIS KERJA
 Gambaran klinis : tidak spesifik
 Uji Mt bila  : infeksi, penyakit TB aktif +/ -
 Rö paru : tidak spesifik
DIAGNOSIS PASTI : Basil TB  (pemeriksaan bakteriologis)
 Hasilnya lama, yang  sedikit
 Pengambilan spesimen : sulit
 Pemeriksaan serologis : masih perlu evaluasi (pemakaian klinis praktis)
Tabel 3. Penyebab Hasil Positif Palsu dan Negatif Palsu Uji Tuberkulin Mantoux
 Positif palsu
 Penyuntikan salah
 Interpretasi tidak betul
 
 Negatif palsu
 Masa inkubasi
 Penyimpanan tuberkulin tidak baik dan penyuntikan salah
 Interpretasi tidak betul
 Menderita tuberkulosis luas atau berat
 Disertai infeksi virus (campak, rubela, cacar air, influenza, atau HIV)
 Imunoinkompetensi selular, termasuk pemakaian kortikosteroid
 Kekurangan komplemen
 Demam
 Leukositosis
 Malnutrisi
 Sarkoidosis 
 Psoriasis
 Jejunoileal by pass
 Terkena sinar ultraviolet (matahari, solaria)
 Defisiensi zinc
 Anemia pernisiosa
 Uremia 
Tabel 4. Sistem Nilai Diagnosis TB anak
Penemuan Nilai
BTA positif/ biakan M.tb positif + 3
Granuloma TB (PA) + 3
Uji tuberkulin 10 mm atau lebih  + 3
Gambaran Rö sugestif TB + 2
Pemeriksaan fisis sugestif TB + 2
Uji tuberkulin 5 – 9 mm + 2
Konversi uji tuberkulin dari (-) menjadi (+) + 2
Gambaran Rö tidak spesifik + 1
Pemeriksaan fisis sesuai TB + 1
Riwayat kontak dengan TB + 1
Granuloma non spesifik + 1
Umur kurang dari 2 tahun + 1
BCG dalam 2 tahun terakhir - 1
  Jumlah nilai :  1–2 sangat tidak mungkin TB
   3–4 mungkin TB, perlu pemeriksaan lebih lanjut
   5–6 sangat mungkin TB
     7 praktis TB 
BERBAGAI UPAYA UNTUK MENDIAGNOSIS TB
 Uji kulit  TB aktif >
Reagen :  MPT 64, MPT 59 (tidak lebih baik PPD RT 23)
 MPB 64, hanya (+) pada TB aktif [(-) pada infeksi TB, BCG )
 Pem lab
 Bactec  biakan cepat, mahal
 PCR (Polymerase Chain Reaction)  perlu evaluasi
 RFLP (Restriction Fragment – Length Polymorphism)
 Serologis : ELISA (Enzyme – Linked ImmunoSorbent Assay)
 sampel : darah, sputum, cairan bronkus, pleura, serebrospinal
 D/ TB untuk negara berkembang, fasilitas diagnostik kurang lengkap  kriteria : 2 dari 6
1. Riwayat kontak erat dengan TB aktif dewasa
2. Batuk lama dengan penurunan BB, demam lama dan keringat
3. Foto rontgen paru
4. Uji Mt PPD RT 23 2TU (+)  10 mm ; BCG (+)  indurasi  15 mm
5. Pemeriksaan mikrobiologis bilasan lambung
6. respon thdp terapi OAT  BB naik, gejala/ tanda non-spesifik hilang
Smith and Marquis (1981)
1. Uji tuberkulin (+)  dosis standar
2. Gambaran klinis sesuai TB
3. Riwayat kontak pasien TB aktif dewasa
4. Gambaran Rö paru : p’bsrn kel hilus atau mediastinal dg/ tanpa lesi paru
5. basil TB (+)  PA : kel limfe, tulang, sumsum tulang, lesi kulit, pleura
6. pemeriksaan bakteriologis : basil TB (+)
 Diagnosis kerja TB : 2 di antara 6 kriteria
Tabel 5. Diagnosis Tuberkulosis Anak menurut WHO
1. Dicurigai tuberkulosis
a. Anak sakit dengan riwayat kontak kasus tuberkulosis 
dengan diagnosis pasti
b. Anak dengan
 Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan
 Berat badan menurun, batuk dan mengi yang tidak membaik dengan pengobatan antibiotik untuk penyakit pernapasan
 Pembesaran kelenjar superfisialis yang tidak terasa nyeri 
2. Mungkin tuberkulosis
Anak yang dicurigai tuberkulosis ditambah
 Uji tuberkulin positif (10 mm atau lebih)
 Foto rontgen paru sugestif tuberkulosis
 Pemeriksaan histologis biopsi sugestif tuberkulosis
 Respons yang baik pada pengobatan dengan OAT
3. Pasti tuberkulosis (Confirmed TB)
Ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan langsung atau biakan
Identifikasi Mycobacterium tuberculosis pada karakteristik biakan
HOUWERT DKK  EVALUASI SECARA PROSPEKTIF
  258 ANAK “MUNGKIN TB”
   109 (42%)  86 (33%) TETAP   63 (24%)
 JADI “PASTI TB” BUKAN (+)  “MUNGKIN TB”   BUKAN TB
  
  11 ANAKFOTO Ro PARU NORMAL
tatalaksana
 Basil TB = basil fase laten/ lamban sulit dibunuh
 regimen pengobatan TB :  6 bulan
 Kemungkinan komplikasi TB anak >  lebih baik cepat diobati daripada terlambat
 Risiko TB ekstrapulmo > (meningitis TB)  OAT harus dapat menembus jaringan (selaput otak)
 Farmakokinetik OAT pada anak >< dewasa
 Toleransi anak thdp dosis obat/ kgBB : >
 Hepatitis oleh INH, rifampisin >  anjuran : pemeriksaan uji faal hati sblm pengobatan, setelah 2 minggu dan 1 bulan pengobatan
 Rifampisin bentuk suspensi yang stabil
INH, PZA : bentuk tablet/ puyer
 Regimen dasar pengobatan TB :
Kombinasi  - INH + RIF : 6 bulan
 - PZA : 2 bulan pertama
 TB berat, risiko resistensi : ETB awal pengobatan, 2 bulan pertama : 4 – 5 OAT, selanjutnya INH + RIF saja selama 4 – 6 bulan
 Paling penting : kepatuhan minum obat
Merasa sudah sembuh  pengobatan tak dilanjutkan 
Pengertian kurang tentang TB dari pasien dan keluarganya
 Program DOTS = Directly Observed Therapy Short Course (hasilnya kurang)
 Kortikosteroid  meningitis, perikarditis, TB milier, efusi pleura
Dosis prednison 1 – 2 mg/ kgBB/ hari  2 – 4 minggu   pelan-pelan (tappering off) 2 – 6 mgg
Tabel 6. Obat Anti Tuberkulosis yang Biasa Dipakai dan Dosisnya
Nama obat Dosis harian
(mg/kgBB/hari) Dosis 2x seminggu
(mg/kgBB/hari) Dosis 3x seminggu
(mg/kgBB/hari) Efek samping
Isoniazid
[1 dd] 5 – 15
(300 mg)* 15 – 40
(900 mg) * 15 – 40
(900 mg) * Hepatitis, neuritis, perifer, 
hipersensitivitis gastrointestinal, 
reaksi kulit, trombositopeni, enzim hepar, cairan tubuh berwarna orange
Rifampisin
[1 dd] 10 – 20
(600 mg) * 10 – 20
(600 mg) * 10 – 20
(600 mg) * 
Pyrazinamide
[2 dd] 15 – 40
(2 g) * 50 – 70
(4 g) * 50 – 70
(3 g) * Toksisitas hepar, arthralgia, gastrointestinal, neuritis optik, ketajaman mata berkurang, buta merah hijau, hipersensitif gastrointestinal
Ethambutol
[1 dd] 15 – 25
(2,5 g) * 50
(2,5 g) * 50
(2,5 g) * 
Streptomisin
[1 dd] 15 – 40
(1 g) * 25 – 40
(1,5 g) * 25 – 40
(1,5 g) * Ototoksik, nefrotoksik
* = dalam kurung adalah dosis maksimal bila bersama Rifampisin, INH jangan lebih dari 10 mg/kgBB/ hari
 TB paru : terapi standard (TRIPLE DRUGS THERAPY)
1. INH : 5 – 15 mg/ kgBB/ hari (max 300 mg/ hari)
 1 x sehari   9 – 12 bulan
2. Rifampisain (RIF) : 10 – 20 mg/ kgBB/ hari (max 600 mg/ hari)
 1 x sehari  6 – 9 bulan
3. Pyrazinamid (PZA) : 15 – 40 mg/ kgBB/ hari (max 2 gram/ hari)
 2 x sehari  2 bulan
 TB berat : milier, meningitis, TB paru berat
 Terapi standard
ditambah dengan
 Etambutol (ETB) : 15 – 25 mg/ kgBB/ hari (max 2,5 g/ hr)
  1x sehari  1 – 2 bulan
    dan atau
 Streptomisin : 15 – 40 mg/ kgBB/ hari  I.M (max 1 g/ hari)
  1x sehari  1 bulan
 Steroid  prednison 1 – 2 mg/kgBB/ hari
• TB milier : 2 minggu
• Meningitis TB : 4 minggu
• Efusi pleura : 2 minggu
KEMOPROFILAKSIS
INH 5 – 10 mg/ kgBB/ hari
1. Primer   kontak erat dengan TB BTA (+) 
     uji Mt (-)
     INH sampai sumbernya tenang  ulang uji Mt
2. Sekunder
  Uji Mt (+) : infeksi TB
      Tidak sakit (klinis/ radiologis : baik)
       Risiko sakit TB
Anak infeksi TB, risiko tinggi menjadi sakit TB :
 Umur di bawah 5 tahun (BALITA)
 Menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)
 Mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid)
 Umur akil balik
 Infeksi bari TB, konversi uji Mt dalam  12 bulan
Obat Berat < 10 kg 10 – 20 kg 20 – 30 kg 30 – 40 kg
INH 50 mg 100 mg 200 mg 300 mg
RIF 75 mg 150 mg 300 mg 450 mg
PZA < 5 kg 5 – 10 kg 300 mg 450 mg 750 mg
 100 mg 150 mg   
Alur Deteksi Dini dan Rujukan TB Anak
Bila  3 positif
Dianggap TB
Beri OAT
Observasi 2 bulan
 
 
CARA PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK 
DAN 
PENILAIAN KEADAAN GIZI BAYI DAN ANAK
(Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/ RSUPNCM)
 Dalam upaya meningkatkan calon SDM : bayi/ anak 
 Preventif dan promotif : utk supervisi kesehatan & tumbuh kembang
 Kuratif – rehabilitatif :
 pelayanan medis : untuk kelangsungan hidup (survival)
Anak Sehat
 Tanda/ gejalanya :
 Tidak ada gejala/ tanda sakit
 Pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
 Memerlukan pemeriksaan untuk dapat membuat penilaian
Pertumbuhan Fisik
 Proses kompleks, unik, pola tertentu
 Dari satu sel menjadi banyak sel, dari kecil menjadi besar
 Pada berbagai tingkat :
 
1. Sel-sel
2. Jaringan
3. Organ/ bagian tubuh
4. Seluruh tubuh (fisik)
 
 Pola pertumbuhan berlainan
 Dipengaruhi faktor intrinsik dan faktor lingkungan
 Dapat diperiksa klinik, diukur  dinilai
Hasil Pemeriksaan/ Pengukuran
1. Dari sekali pemeriksaan
(Moment Opname/ cross sectional) :
 Keadaan gizi (status gizi)
 Keadaan pertumbuhan (corak, hasil tumbuh)
2. Dari beberapa kali pemeriksaan
Berkala/ serial/ longitudinal :
 Perubahan keadaan gizi
 Proses pertumbuhan (normal, deviasi)
DENGAN PEMERIKSAAN BEBERAPA KALI
 Penilaian :
 Perubahan corak tumbuh : normal  abnormal/ aneh
 Proses tumbuh/ laju : arah sesuai baku/ deviasi
 Perubahan keadaan gizi  : gizi baik  kurang/ lebih
 Indikasi :
Melacak penyebab dan tindakan intervensi terhadap :
 Masalah makanan
 Penyakit gizi
 Penyakit lain
 Instrumen Pemantauan : Kesehatan dan Tumbuh Kembang
Tata Cara Pemeriksaan Klinis
1. Mengerjakan ANAMNESIS
2. Mengerjakan PEMERIKSAAN FISIK
2.1. Inspeksi   Subjektif : kondisi penyakit, bentuk tubuh
2.2. Berkaitan penyakit   edema, hidrosefalus, dll
2.3. Khas gizi   cubit - tebal, cubit - tipis, cabut - rambut
3. Mengerjakan PEMERIKSAAN PENUNJANG (Antropometri, lab, rad)
Untuk membuat diagnosa klinis tentang status gizi :
(1) Gizi lebih : obesitas
(2) Gizi baik
(3) Gizi kurang  gizi buruk (Malnutrisi Energi Protein disingkat MEP), t’msk 3 tipe :
a. Marasmus
b. Kwashiorkor
c. Marasmus - Kwashiorkor
KEGUNAAN PENILAIAN Keadaan Gizi dan Pertumbuhan
 Dalam pelayanan medis :
 Penunjang :
 Membuat diagnosis
 Menentukan dosis 
 Meramalkan prognosis
 Pemantauan keadaan kesehatan anak
 Dalam kesehatan masyarakat (di lapangan)
 Penilaian keadaan gizi dan pertumbuhan
 Survey, surveillances, epidemiologi, perbaikan gizi
 Sebagai instrumen untuk menilai kesejahteraan
 Parameter dampak upaya pembangunan
 Penelitian : biomedis, kesehatan masyarakat
TATA CARA ANTROPOMETRI
 Memerlukan :
1. Baku ukuran antropometri
2. Indeks antropometri
3. Klasifikasi keadaan gizi
4. Batas ambang (“Cut Off Points”)
 Terdapat bermacam-macam tata cara
 Kegunaan :
 Pelayanan medis
 Kesehatan masyarakat
 Penelitian
 Oleh Dokter, paramedis, ahli gizi, kader Posyandu, Ibu
 Pemeriksaan penunjang dalam pelayanan medis
 Instrumen dalam kesehatan masyarakat untuk :
 Penilaian (Assessment) keadaan gizi
 Penilaian/ pemantauan pertumbuhan
 Ukuran Antropometri
 Bidang Klinis :
 
 Berat badan
 Tinggi badan
 Lingkar kepala, LLA
 Lipatan kulit
 
 Bidang Kesehatan Masyarakat :
 Berat badan (pada program gizi Balita)
 Panjang/ tinggi badan
1. BAKU ANTROPOMETRI
 Berat dan tinggi dihubungkan usia dan jenis kelamin
a. Depkes, Lokakarya Antropometri Gizi 1974, untuk Balita
Angka 100% baku = Angka persentil ke-50, Harvard
b. NCHS (National Center for Health Statistic, USA)
c. WHO – NHCS 1983
 Untuk rentang usia 0 – 18 tahun
 Angka terdapat dalam persentil-persentil ke-3 sampai ke-97
 Angka terdapat dalam Mean dan Standard Deviation
d. Data Jumadias, untuk usia 6 – 18 tahun
e. Data Yayah Husaini, dkk untuk usia sekolah 6 – 14 tahun
2. INDEKS ANTROPOMETRI
a) Tergantung usia :
 B / U  (Berat terhadap Umur)
 T / U  (Tinggi terhadap Umur)
 LLA / U  (Lingkar Lengan Atas terhadap Umur)
b) Tidak tergantung usia :
 B / T  (Berat terhadap Tinggi)
 LLA/ T  (Lingkar Lengan Atas terhadap Tinggi)
3. KLASIFIKASI KEADAAN GIZI
 Bermacam-macam :
 Klasifikasi dengan satu indeks  (Depkes)
B/U, T/U, LLA/U, B/T, untuk gizi kurang
 Klasifikasi dengan satu indeks  (IKA-FKUI)
B/T untuk spektrum keadaan gizi
 Klasifikasi dengan gabungan indeks
 Dua  : B/T dan T/U  (Waterloo)
 Tiga  : B/T, B/U dan T/U (WHO)
 Klasifikasi dengan gabungan indeks
 B/U + edema  (Wellcome)
 B/U + edema + serum protein  (McLaren)
KLASIFIKASI KKP
Berdasarkan Lokakarya Antropometri Gizi 1974 dan Puslitbang Gizi 1978
Kategori* BB / U TB / U LLA/ U BB / TB LLA / TB
Gizi baik/ normal 100 – 80 100 - 95 100 – 85 100 – 90 100 – 85
Gizi kurang < 80 – 60 < 95 – 85 < 85 – 70 < 90 – 70 < 85 – 75
Gizi buruk** < 60 < 85 < 70 < 70 < 75
  *  Garis Baku (100%) = persentil ke-50 Baku Harvard
**  Kategori gizi buruk termasuk Marasmus, Marasmik Kwashiorkor dan Kwashiorkor
4. BATAS AMBANG
 Batas ambang dikaitkan dengan Klasifikasi dan Indeks B / T :
1)        > 150 %  Obesitas Berat
2) 135 – 150 %   Obesitas Sedang
3) 120 – 135 %  Obesitas Ringan
4) 110 – 120 %  Gizi lebih
5)   90 – 110 %   Gizi Baik
6)   80 –   90 %  Gizi Kurang (KEP – I)
7)   70 –   80 %   Gizi Kurang (KEP – II)
8)           < 70%  Gizi Kurang (KEP – III)
KLASIFIKASI GIZI MENURUT WATERLOO
Tinggi / Umur
( T / U) Berat / Tinggi (B / T)
 > 90%  80-90% 70-80%  < 70%
> 90%
90 – 95% NORMAL Acute 
Malnutrition
85 – 90%
< 85% STUNTING Stunting
Wasting
INTERPRETASI KEADAAN GIZI
Berdasarkan 3 Indeks Antropometri
B / T B / U T / U Keadaan Gizi +
Normal  Rendah Rendah Baik, pernah kurang gizi, pendek
Normal Normal Normal Baik, perawakan medium
Normal Tinggi Tinggi Baik, perawakan jangkung
Rendah Rendah  Tinggi Buruk/ kurang, jangkung
Rendah Rendah  Normal Buruk, perawakan medium
Rendah  Normal  Tinggi Kurang, perawakan jangkung
Tinggi Tinggi Rendah Lebih, kemungkinan obesitas
Tinggi  Normal Rendah Lebih, pernah kurang gizi, pendek
Tinggi Tinggi Normal Lebih, tidak obesitas, perawakan medium
The WELLCOME TRUST PARTY (1970)
EDEMA BB / U (%)
 80 – 60 < 60
- Undernutrition Marasmus
+ Kwashiorkor Marasmik - Kwashiorkor
WATERLOW (1973)  BB / TB
Derajat I  : 90 – 80 %  (ringan)
Derajat II  : 80 – 70 %  (sedang)
Derajat III  : < 70 %  (berat)
“SCORING SYSTEM” McLAREN
Gejala Klinik / Lab Skor
Edema
Dermatosis
Edema + Dermatosis
Perubahan rambut
Hepatomegali
Albumin – Protein total (g/ dl)
       < 1.00     -           < 3.25
1.00 – 1.49    -    3.25 – 3.99
1.50 – 1.99    -    4.00 – 4.74
2.00 – 2.49    -    4.75 – 5.49
2.50 – 2.99    -    5.50 – 6.24
3.00 – 3.49    -    6.25 – 6.99
3.50 – 3.99    -    7.00 – 7.74
        > 4.00    -            > 7.75 3
2
6
1
1
7
6
5
4
3
2
1
0
Pemantauan Pertumbuhan
 Dengan KMS, KTK, Kalender Balita, dll :
 Pengukuran berkala (B-berat, T-tinggi, lingkar kepala)
 Kurva pertumbuhan dg baku dan garis pembatas % / persentil / SD
 Analisis Pertumbuhan :
 Arah kurva normal
 Arah kurva deviasi (mendatar / ke atas / ke bawah)
 Waspada terhadap :
 Gangguan pertumbuhan
 Gangguan keadaan gizi
Penyebab dilacak/ intervensi lebih dini
 
MAKANAN BAYI DAN MAKANAN ANAK SEHAT
MASALAH KESULITAN MAKAN
 (Kuliah tanggal 14 Februari 2005)
Subtitle I. Makanan Bayi dan Makanan Anak Sehat
Pengertian Tentang Makan
Makan adalah :
 Kegiatan rutin, sederhana mengkonsumsi makanan yang mengandung zat gizi
 Istilah :
 Menyusu (ASI)
 Makan (makanan padat)
 Minum (makanan cair, minuman)
 Kegiatan kompleks, melibatkan faktor fisik, psikologik, lingkungan (orang tua/ ibu)
Mengapa Perlu Makan
 Alasan berbeda :
 Alamiah/ naluriah, karena lapar/ haus
 Kewajiban, rutin
 Hobi, iseng
 Alasan bidang gizi anak :
 Fisiologis  memenuhi kebutuhan zat gizi untuk :
 Kelangsungan hidup, kesehatan 
 Aktifitas jasmani/ rohani
 Tumbuh – kembang
 Edukatif  pendidikan makan
 Psikologis  kepuasan bayi/ orang tua
Tujuan Pemberian Makanan mencakup 3 aspek yaitu :
a. Fisiologik
 Memberikan masukan (intake) zat gizi 
 Untuk proses metabolisme 
 Mempertahankan dan memulihkan kesehatan
 Aktifitas
 Tumbuh - kembang
b. Edukatif
 Mendidik ketrampilan, membina kebiasaan, membina selera
c. Psikologik
 Memberikan kepuasan kepada anak dan kepada ibu (orang tua)
 Nutrien adalah zat penyusun bahan makanan untuk metabolisme dalam tubuh
 Bahan makanan : hasil produksi pertanian, perikanan, peternakan
 Langsung dimakan : buah-buahan, susu, telur
 Perlu pengolahan : beras, tepung, minyak
 “Requirement” : kebutuhan seseorang untuk sesuatu nutrien
Kebutuhan Nutrien
1. Air : urutan ke-2 setelah O2, bahan esensial untuk kehidupan (70 – 75%)
 Bayi cukup bulan
 Triwulan ke-1 : 140 -160 ml/kgBB/hari
 Triwulan ke-2 : 130 – 155
 Triwulan ke-3 : 125 – 145
 Triwulan ke-4 : 120 - 135
 Balita : 100 – 125 ml/kgBB/hari
 BBLR : 200 ml/kgBB/hari
2. Energi/ kalori 
 Bayi < 1 tahun  : 100 – 120 kkal/kgBB/hari
 Anak > 1 tahun  : 80 – 100 kkal/kgBB/hari
 Balita  : 100 kkal/kgBB/hari
Keseimbangan :
 Protein 15%  (1 g = 4 kkal)
 Lemak 35%  (1 g = 9 kkal)
 Karbohidrat 50%  (1 g = 4 kkal)
3. Protein 
 Nilai gizi hewani > nabati
 Tidak disintesis tubuh jadi harus dikonsumsi
 Kebutuhan :
 Bayi  : 2 – 2.5 g/kgBB
 Balita  : 1.5 – 2 g/kgBB
 Anak remaja  : 1 g/kgBB
4. Lemak 
 Asam lemak esensial (asam linoleat & arachidonat)
 Sebagai sumber kalori yang terbanyak
 Sebagai sumber kolesterol
 Absorpsi vitamin larut dalam lemak (A.D.E.K)
5. Karbohidrat (ASI : 40% kalori dari laktose)
6. Mineral (jumlah kecil) & Vitamin (jumlah sangat kecil ; senyawa organik)
Arti Lemak Dalam Makanan
1. Bila < 20% kalori  protein / karbohidrat ↑
Akibatnya adalah :
 Beban ginjal >
 Kemampuan enzim disakaridase dalam usus ↑  diare
2. Berkalori banyak  requirement kalori cukup
3. Mengandung asam lemak esensial
 Bila < 0.1%, kulit bersisik, rambut rontok, pertumbuhan terhambat
 Minimal 1% kalori berasal dari asam linoleat
4. Sumber gliserida dan kolesterol untuk bayi < 3 bulan (bayi > 3 bulan : dari karbohidrat)
5. Memberi rasa sedap pada makanan
6. Mempermudah absorbsi vitamin larut dalam lemak (vitamin A, D, E, K)
Pengaturan Makan Untuk Bayi dan Anak Sehat
 Makanan bayi dikelompokkan menjadi 2 :
a. Makanan utama 
i. ASI
ii. Susu formula
b. Makanan pelengkap (makanan pendamping ASI, Makanan Tambahan, Makanan Padat, dll) :
 
i. Buah-buahan
ii. Biskuit
iii. Bubur susu
iv. Nasi tum
 
ASI (Air Susu Ibu)
 Unik, mengandung semua jenis nutrien esensial, dalam jumlah memadai, untuk waktu cukup lama
 Makanan alamiah, ideal, fisiologis
 Keunggulan terhadap susu formula :
 Aspek gizi : kandungan gizi lgkp  tumbuh kembang cepat, fisik t.u otak
 Aspek kesehatan : mencegah penyakit saluran cerna, anti inflamasi, anti alergi
 Aspek psikologis : terhadap perilaku dan kepribadian
 Aspek ekonomi
 ½ jam – 1 jam setelah lahir (“On Demand”)
Waktu dan lama menyusui disesuaikan dengan kebutuhan bayi
Jika ASI kurang atau tidak ada maka perlu SUSU FORMULA 
 Susu formula harus dapat :
 Memenuhi kebutuhan zat gizi
 Diterima (acceptable)
 Dicerna dan diserap (sesuai toleransi pencernaan)
 Tidak menimbulkan efek samping (alergi)
 Memberikan kepuasan (menghilangkan lapar/ haus)
 Terjangkau oleh daya beli keluarga
 Desain Susu Formula
 Pola komposisi : mendekati komposisi nutrien ASI 
 Bahan (ingredients) :
 Sumber protein (susu sapi, kedelai, dll)
 Sumber lemak (hewani, nabati)
 Sumber hidrat arang (mono-, di-, oligo-, poli sakarida)
 Vitamin, mineral, dll
 Teknologi pembuatan/ kemasan berkembang terus sesuai zaman
BERBAGAI JENIS MAKANAN
 Diolah sesuai tahap perkembangan anak
 Bayi  bubur sumsum (bubur susu), nasi tim
 Anak balita dan selanjutnya :
 Konsistensi semakin padat
 Variasi semakin bertambah
 Kandungan zat gizi, makanan keseluruhan sehari :
 10 – 15% kalori dari protein
 20 – 35% dari lemak
 50 – 70% dari hidrat arang
 Cukup vit, mineral, serat, tidak berlebihan garam dan gula
 Aneka ragam jenis makanan ‘kalengan’ (buatan pabrik) sebagai makanan alternatif
 Memudahkan ibu-ibu yang sibuk
 ↑ biaya
 Pencemaran kuman patogen
MAKANAN PENDAMPING (MP) ASI YANG BAIK
 
 Kaya akan energi dan nutrien
 Bersih dan aman
 Lembut dan aman dimakan
 Mudah didapat
 Mudah dibuat
 
Nama lain dari makanan pendamping:
Makanan pelengkap/ makanan tambahan/ makanan padat/ makanan sapihan (weaning food)
MAKANAN PENDAMPING ASI :
 Berikan bertahap dari segi jenis, jumlah maupun frekuensinya
 Bayi sudah siap mendapat makanan pendamping (setelah 6 bulan)
 Berikan tepat waktu :
 Sesuai perkembangan “Feeding Skills”
 Sesuai jadwal harian
 Jangan dipaksakan  coba lagi !!!
 Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun
 Bila timbul reaksi alergi  STOP !!!
          100 %
                 0
                                   4 Bl
                       “WEANING”            “Weaned”
Pengaturan Makanan Bayi dengan ASI/ Susu Formula
 Beberapa tahap perubahan berdasarkan ↑ requirement dan perkembangan kemampuan bayi menerima dan mencernakan makanan
 Bayi baru lahir s/d 4 bulan
 ASI sedini mungkin
 Hindari : madu, air, larutan glukosa
 Bila setelah minum  biru, sesak napas  obstruksi/ fistula oesophagus >>
 Pengawasan pertumbuhan : timbang badan secara berkala
 Bayi 4 – 6 bulan
 Ditambah  dengan buah-buahan, bubur susu
 Bayi 6 – 9 bulan
 Mulai dg nasi tim (nutrien lengkap)  saring
 Bayi 9 – 12 bulan
 Bubur susu dapat diganti dengan nasi tim
Pengaturan Makan Anak > 1 tahun
 Umur 1 – 3 tahun  : prasekolah
Umur 4 – 6 tahun  : sekolah
Umur 7 – 12 tahun  : sekolah
Umur 13 – 18 tahun  : remaja
 Perbedaannya terletak pada :
 Kebutuhan nutrien
 Kemampuan menerima makanan
 Kecepatan tumbuh
 Aktivitas
 Sama :
 Jadwal makan 3x/ hari
 Makanan kecil (snack) : di antaranya
Makanan Hidangan Yang Dianjurkan Terdiri Dari :
1. Makanan pokok (sumber kalori) : roti, nasi, jagung, ketela, sagu, ubi jalar
2. Lauk pauk
 Sumber protein hewan : telur, daging, ikan
 Sumber protein nabati :
 Kacang-kacangan : kedele, kacang hijau/ merah
 Sayur-sayuran hijau/ berwarna : bayam, tomat, wortel
 Diproses dulu : tahu, tempe
3. Buah-buahan : sumber vitamin C/ vitamin A
 Jeruk, pisang, pepaya
4. Tambahan susu 2 x 250 ml/ hari
 Waktu makan : pagi, siang, malam
 Waktu snack (makanan kecil) : pk.11.00 dan pk.16.00
 Kue kering, biskuit, kroket, lemper
GOLONGAN UMUR 1 – 3 TAHUN 
 Sangat rentan thd penyakit gizi  prevalensi tertinggi defisiensi vit A, KEP.
 Gigi susu lengkap : 2 – 2½ tahun  belum dpt mengerat dan mengunyah makanan keras
 Nasi tim tanpa disaring/ makanan lunak
 Harus belajar makan sendiri
 Bila tidak suka, JANGAN DIPAKSA
 Hindari makanan manis-manis  caries gigi !!!  mulai diajar gosok gigi
 Latihan defekasi (toilet training) teratur
 Konstipasi  anorexia
GOLONGAN UMUR 4 - 6 TAHUN
 Konsumer aktif
 Kebutuhan nutrien relatif kurang
 Pertumbuhan lambat, aktivitas >
 Masih rawan penyakit gizi dan infeksi
 Lebih suka makanan manis-manis  caries dentis.
GOLONGAN UMUR 7 - 12 TAHUN
 Aktivitas jasmani > : olahraga
 Daya tahan >
 Gigi permanen mulai lengkap
 Mulai pertumbuhan pubertas :
 ♀ 10 tahun
 ♂ 12 – 13 tahun
GOLONGAN UMUR 13 - 18 TAHUN
 Kebutuhan nutrien  beda antara ♀ dan ♂
 Pertumbuhan sangat pesat (pubertal growth spurt)
 Pertumbuhan seks sekunder
 Hormon tiroid ↑ untuk metabolisme cepat
 Komposisi jaringan tubuh  beda antara ♀ dan ♂
(♂  jaringan otot ; ♀  jaringan lemak)
 Nafsu makan baik  jajan
Menilai Kecukupan Makanan
1. Berat Badan Lahir :
↓  tercapai kembali ± akhir minggu (tidak > 10%)
2. Kurva pertumbuhan BB baik
↑ BB triwulan  ke-1 : 150 – 250 g/ minggu
 ke-2 : 500 – 600 g/ bulan
 ke-3 : 350 – 450 g/ bulan
 ke-4 : 250 – 350 g/ bulan
3. Balita :
↑ BB rata-rata 2 kg/ tahun
4. Anak sekolah
↑ BB : 2.5 kg/ tahun
 Formula praktis ↑ BB & PB
 BB = 8 + 2 n kg    (n = umur dalam tahun)
 PB = 80 + 5 n cm  (> 3 tahun)
Prinsip Terapi Dietetik
 Untuk menjaga keseimbangan gizi
1. Selama sakit : kehilangan nitrogen
2. Perlu cukup kalori : untuk mempertahankan berat badan
3. Mencegah defisiensi gizi
4. Dapat diterima penderita
MAKANAN CAIR dari susu atau tanpa susu
1. Koma, diberi dengan NGT
2. Tetanus (trismus)
3. Tifus abdominalis (perdarahan usus)
4. KEP > 1 tahun, tanpa diare, BB > 7 kg (edema)
5. Kesadaran ↓, mual/ muntah, suhu ↑
MAKANAN SARING
1. Tifus abdominalis, enteritis
2. Tetanus (mulut cukup lebar)
3. KEP : tahap penyembuhan (nafsu makan >)
4. Setelah operasi : saluran cerna
Syarat :
 Tidak banyak serat
 Mudah dicerna
 Bahan tidak membentuk gas
 Bumbu tidak merangsang (pedas, asin, asam)
 Bahan lemak bentuk emulsi
 Porsi kecil dan sering (5 – 6x/ hari)
 Dihidangkan tidak terlalu panas/ dingin
MAKANAN LUNAK
Syarat :
 Tidak banyak serat dan tidak banyak mengandung selulosa
 Mudah dicerna
 Tidak menimbulkan gas
 Tak boleh gorengan yang keras
 Hindari bumbu merangsang
 Berikan dalam porsi kecil
MAKANAN BIASA
 Jumlah kalori, protein dan nutrien sesuai kebutuhan
MAKANAN KHUSUS
 TETP (Tinggi Energi Tinggi Protein) :
 
 Kal 1¼ - 2 x N ; Prot 3 – 5 g/ kgBB
 Cukup mineral dan vitamin
 Mudah dicerna
 
Indikasi : KEP
 Diet rendah kalori
 Cukup protein, vitamin dan mineral
 Cukup serat : memberi rasa kenyang
Indikasi : obesitas
 Diet pada penyakit ginjal
 RPRG/ RPTG
 TPRG
 Diet tinggi serat
Indikasi : konstipasi kronik
Jenis-Jenis Makanan
 Makanan cair : per oral/ sonde
 1000 ml = 1000 kkal
 Sesuai kebutuhan cairan dan kalori
 Makanan saring
 Jangka pendek, porsi kecil, sering (5 – 6 kali)
 Makanan lunak
 Jumlah kalori, protein & nutrien sesuai kebutuhan
 Suhu badan ↑
 Makanan biasa
 Suhu badan : normal
 Tidak diare
 Makanan khusus
 TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein) : KEP
 TPRG/ TG : Sindrom Nefrotik {Tinggi Protein Rendah Garam/ Tanpa Garam}
 RPRG/ TG : payah ginjal {Rendah Protein Rendah Garam/ Tanpa Garam}
Subtitle II : Kesulitan Makan
Pengertian Tentang Kesulitan Makan
DEFINISI 
 Bila anak hanya mampu menghabiskan < 2/3 dari jumlah makanan  kebutuhan nutrien ↓
 Palmer : dikaitkan dengan penyebabnya, ketidakmampuan makan/ penolakan makanan tertentu, akibat :
 Disfungsi neuromotorik
 Lesi obstruktif
 Faktor psikososial
Penyebab Kesulitan Makan
 Terjadi pada semua kelompok : lahir – 18 tahun
 Jenis & penyebab : berlainan
 Derajat, lamanya : infeksi akut – singkat
 3 faktor penyebab :
1. Nutrisi
2. Organik/ penyakit
3. Kejiwaan/ psikologik
 Faktor nutrisi :
 Konsumsi makanan
 Memilih jenis makanan
 Menentukan jumlah
 Anak dikelompokkan sebagai :
 Konsumer pasif  : bayi
 Konsumer semi-pasif/ semi-aktif  : balita
 Konsumer aktif  : anak sekolah/ remaja
Penyebab Kesulitan Makan - Faktor Nutrisi 
PADA BAYI, BERUSIA 0 – 1  TAHUN
 Bersifat mekanis, berupa kekurangan ketrampilan dalam menyusu dan makan (mengkonsumsi) makanan lain karena kehilangan bawaan (pada mulut), hambatan perkembangan (neuro-motorik)
 Bentuk kesulitan makan (Barness, 1987) : makan kurang, berlebihan, gumoh (regurgitasi), muntah, diare, konstipasi, kolik
 Berkaitan dengan kekurangan dalam pembinaan/ pendidikan makan, sbb :
 Manajemen pemberian ASI kurang benar
 Perkenalan makanan tambahan terlalu dini/ lambat
 Pemberian makanan kurang sesuai dengan perkembangan 
 Jadwal makanan kurang luwes/ ketat
 Cara pemberian yg memaksa  anak lebih suka melawan daripada makan (waktu dan jumlah)
 Makanan tak sesuai keterimaan (acceptance), keserasian (tolerance), ketidakcocokan  (allergy), kesukaan (like) dan ketidaksukaan (dislike)  terhadap jenis-jenis makanan tertentu  bersifat individual
 Selain kekurangan ketrampilan, terdapat kesulitan makan berupa GANGGUAN NAFSU MAKAN karena sakit
PADA ANAK BALITA, USIA 1 - 5 TAHUN
 Mengkonsumsi makanan dengan menghisap (suckling) diganti dengan makan (eating)
 Kesulitan makan karena gangguan nafsu makan meningkat, karena meningkatnya ruang gerak dan lingkungan  meningkatnya penyakit infeksi, penyakit defisiensi gizi khususnya MEP (KEP/ KKP)
Pada kasus berat, perlu pemberian makan secara paksa (forced feeding) atau dukungan nutrisi  rawat RS
ANAK SEKOLAH 6 – 12 TAHUN
 Nafsu makan ↓, oleh karena :
 Sakit
 Faktor waktu/ kesempatan (sibuk belajar/ main)
 ♀ 10 – 12 tahun : awal remaja
 Sengaja menurunkan berat badan supaya langsing
 Anorexia nervosa (upaya berlebihan)
 Hiperoreksia : obesitas
ANAK REMAJA 12 – 18 TAHUN
 Sebagai konsumer aktif
 Anorexia
 Hiperoreksia
Penyebab Kesulitan Makan – Faktor Penyakit/ Kelainan Organik
2.1. Kelainan/ penyakit gigi-geligi dan rongga mulut :
 Kelainan bawaan : labiosisis, makroglosi
 Penyakit infeksi : stomatitis, gingivitis, tonsilitis
 Kelainan/ penyakit neuro-muskuler : paresis lidah/ otot-otot
2.2. Kelainan/ penyakit pada bagian lain saluran cerna :
 Kelainan bawaan : atresia esofagus, spasmeduodenum
 Penyakit infeksi a: akut/ kronis (diare), infestasi cacing
2.3. Penyakit infeksi pada umumnya :
 Akut : infeksi sal napas atas/ bawah
 Kronis : TB paru, malaria
2.4. Penyakit/ kelainan non-infeksi
 Kardiovaskuler, saraf dan otot, keganasan, hematologi, metabolik/ endokrin, dll
 PJB, sinrom Down, Palsy Cerebral, Tumor Wilms, Anemia, Leukemia, DM, dll
Penyebab Kesulitan Makan – Faktor Gangguan/ Kelainan Psikologis
 Sbg akbt distorsi hub interaksi pemberian makan  anorexia atau hiperoreksia (Satter, 1990)
 Pada gadis remaja, upaya memperoleh penampilan tubuh (body image) yang ideal
 Pada atlet pria remaja, upaya masuk dalam kelompok (kelas) berat yg lebih rendah
 Kesulitan makan dg latar belakang yang kompleks : anorexia nervosa, bulimia, Obesitas gizi, pika
 Ciri-ciri pika : 
 - nafsu makan aneh
 - main dengan benda kotor
 - pada KEP, retardasi mental
Dampak Kesulitan Makan
 Gangguan singkat  deplesi energi (hipoglikemi)
 Buah/ sayur (-)  KVA
 Hanya susu murni  anemia def Fe
 Kekebalan tubuh ↓
 Kecerdasan ↓
 Kurang masukan energi & protein
 Waktu lama  hambatan Tumbuh Kembang
 Bayi  gagal tumbuh (Failure To Thrive)
 Balit  KEP
 Kelebihan masukan makanan  (Overweight)
Penatalaksanaan : Mengatasi kesulitan makan
 Masalah klinis/ masalah individual, tergantung penyebab dan dampaknya
 Mencakup 3 aspek :
1. Identifikasi faktor penyebab
2. Evaluasi faktor dan dampak nutrisi
3. Melakukan upaya perbaikan
IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB
 Melakukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk menilai kesehatan atau membuat diagnosa
 Mungkin sederhana, hanya suatu penyakit
 Mungkin kompleks, multifaktorial
EVALUASI FAKTOR DAN DAMPAK NUTRISI
 Wawancara cermat tentang pengelolaan makan
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang : antropometri, laboratorium, radiologi ; jika diperlukan
 Pemeriksaan kejiwaan, jika diperlukan
MELAKUKAN UPAYA PERBAIKAN
 Mencakup upaya untuk memperbaiki/ mengobati gangguan nutrisi dan penyakit
a. Upaya nutrisi
 Memperbaiki kekurangan pengelolaan makan
 Mengoreksi keadaan deplesi/ defisiensi malnutrisi
Sebaiknya dg upaya dietetik :
 Jika perlu dengan forced feeding
 Jika perlu pemberian sediaan obat-obatan : vitamin, mineral, makanan enteral/ parenteral
 Obat perangsang nafsu makan tidak dianjurkan
b. Upaya mengobati/ melenyapkan faktor penyebab :
 Keberhasilan mengatasi kesulitan makan  tergantung keberhasilan dalam mengobati/ melenyapkan penyebab
 Kasus ringan  relatif sederhana, contohnya mengatasi kesulitan makan pada kasus infeksi saluran napas akut (ISPA), tuberkulosis
 Kasus berat/ lama  mungkin perlu kerjasama multidisiplin, contohnya pada kasus bibir sumbing yg disertai celah pada rahang dan palatum, pada kelainan kardiovaskuler, pada penyakit neuro-motorik, penyakit/ kelainan kejiwaan, dll
MASALAH GIZI UTAMA
( 
Ada 5 masalah gizi utama
1. Gizi kurang termasuk GIZI BURUK
2. Gangguan akibat kurang yodium (GAKY)
3. Anemia gizi
4. Kurang vitamin A (KVA)
5. Kurang Zn
6. Gizi lebih
Kurang Energi Protein (KEP)
Latar Belakang
 Balita : rentan masalah kesehatan dan gizi
 Pada Repelita VI, pemerintah & masyarakat bersama-sama berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%
 Krisis ekonomi mengakibatkan prevalensi KEP ↑
 Penanggulangan KEP berat di RS  optimal
Defisiensi Nutrien Mikro Yang Sering Menyertai
 Xerophthalmia (defisiensi vitamin A)
 Anemia (defisiensi Fe, Cu, Vit B12, asam folat)
 Stomatitis (vitamin B, C)
Malnutrisi Energi-Protein (MEP/ KEP)
 Merupakan penyakit yang diakibatkan karena kekurangan energi dan protein, biasanya disertai defisiensi nutrien lain. 
 Angka kecukupan gizi < (AKG)
 Primer :  masukan makanan < 
  kwantitas/ kwalitas <
 Sekunder : kebutuhan/ keluaran (output) >
Klasifikasi KEP
Malnutrisi Energi – Protein (MEP) 
 Merupakan masalah kesehatan utama
 Berperan pada morbiditas/ mortalitas balita
 Deteksi dini dan tatalaksananya penting sebagai upaya pencegahan melanjutnya MEP
 MEP-berat perlu ditatalaksana di RS
                             Asupan  ↓
     Kebutuhan ↑
                                 Imunitas ↓
DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Asupan makanan
 Infeksi
 Pola makan keluarga
 Tanda bahaya/ kedaruratan
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
 Antropometri
Masalah Klinis Pada KEP Berat/ Gizi buruk 
1. Pemberian Makan
 Apakah telah diberikan makanan cukup ?
 Sesuai kebutuhan ?
 Waktu pemberian tepat ?
 Jumlah yang dikonsumsi diukur dan dicatat ?
 Apakah telah diberikan vitamin & mineral cukup ?
 Apakah dimuntahkan ? 
2. Infeksi 
 Infeksi tersembunyi = penyebab kegagalan th/
 Tersering : pneumonia, ISK, OMA/ OMSK, TBC
 Infeksi lain : malaria, dengue, hepatitis, AIDS
3. Infestasi Parasit 
 Cacing : Ascaris/ cacing gelang, cacing tambang, Trichuris
 Giardiasis
4. Diare Kronik 
 Sering sebagai penyebab BB ↓
 Infeksi : Shigella, Amoeba, Giardia
 Intoleransi laktosa
Gejala/ Tanda Klinis Kwashiorkor Marasmus
Wajah Bulat, seperti bulan (karena udem) Runcing, tirus, tampak lebih tua
Sinar mata Sayu Sayu
Status mental Apatis Cengeng
Rambut Kemerahan, jarang, kasar, mudah dicabut/ rontok Hitam, masih normal
Jar. lemak subkutis Masih ada Sangat sedikit/ tidak ada
Kulit Tidak keriput, kecuali pada aksila/ lipatan Keriput, longgar
Dermatosis + (sering) crazy pavement Tidak ada
Torak :  iga
               sela iga Masih tampak normal
Kadang tertutup udem Seperti gambang
Cekung
Abdmn:  bentuk
                hepar
                asites Biasa/ cembung
Membesar, mengecil bila sudah jadi sirosis
Kadang + Cekung/ Scaphoid
Normal, jarang membesar
Tidak ada
Ekstremitas:  otot
                       edema Hipotrofik
+ (selalu) Hipotrofik/ atrofik
Tidak ada
Antropometri : BB
                           TB
                           BB/TB > 60 % BB-baku
<
↓ / normal < 60 % BB-baku
<<
↓↓
Laboratorium: albumin
                           kolest. <<
< <
<
Penatalaksanaan MEP-berat
1. Asuhan Medik
 Medikamentosa
 Tindakan
 Pemeriksaan penunjang
2. Asuhan Nutrisi
 Terapi nutrisi (TKTP)
 Penyuluhan (ttg cara memberi makan yang baik)
3. Asuhan Keperawatan
Kriteria Untuk Perawatan Di RS
 BB sangat rendah :
 BB / TB < 70 %
 BB / U < 60 %
Dengan :
 Edema (Marasmik – Kwashiorkor)
 Dehidrasi berat
 Diare persisten dan/ atau muntah
 Sangat pucat (krn Hb ↓), hipotermia (krn hipoglikemia), syok
 Tanda infeksi sistemik/ lokal, saluran napas
 Anemia berat (hb < 5g/ dl)
 Ikterus
 Tidak nafsu makan
 Usia < 1 tahun
Tatalaksana Rawat Inap KEP Berat
Ada 5 Aspek Penting
 10 langkah pengobatan dasar
 Penyakit penyerta
 Kegagalan pengobatan
 Pulang sebelum th/ tuntas
 Tindakan pada gawat darurat
10 langkah utama pengobatan dasar
1. Atasi/ cegah hipoglikemia
2. Atasi/ cegah hipotermia
3. Atasi/ cegah dehidrasi
4. Koreksi gangguan elektrolit
5. Obati/ cegah infeksi
6. Koreksi defisiensi nutrien – mikro
7. Mulai pemberian makanan
8. Fasilitasi tumbuh-kejar
9. Stimulasi sensorik/ emosi/ mental
10. Tindak lanjut setelah sembuh
Langkah 1 : Atasi/ Cegah Hipoglikemia
 Bila kadar glukosa darah < 50 mg/ dL :
 Berikan 50 ml lar glukosa 10% sekaligus (“bolus”)
  lanjutkan pemberian tiap 30 menit (selama 2 jam) atau 1/4 –nya atau mulai beri formula (oral/ NGT)
 lanjutkan dengan formula tiap 2 jam (siang & malam)
 Beri antibiotika – L.5
 Pantau/ ulang pemeriksaan gula darah :
Setelah 2 jam
Bila :  ♥ hipotermia < 36°C
 ♥ kesadaran ↓
Langkah 2 : Atasi/ Cegah Hipotermia
 Bila suhu aksila/ rektal < 36°C
 Segera beri makanan cair/ formula – L.6
 Hangatkan tubuh anak (metoda kanguru)
 Beri antibiotika
 Pantau suhu tiap ½ - 2 jam
 Check kemungkinan hipoglikemia
Langkah 3 : Atasi/ Cegah Dehidrasi atau Syok
 Beri larutan *ReSoMal/ pengganti 5 ml/kgBB (oral/ NGT) tiap 30 menit selama 2 jam
 *ReSoMal = Rehydration Solution For Malnutrition
 Lanjutkan 5 – 10 ml/kgBB/jam selama 4 – 10 jam
 Pada jam ke-6 dan ke-10  ganti larutan ReSoMal/ pengganti dengan formula. L.6
 Ganti setiap kehilangan cairan (diare/ muntah) dengan jumlah yang sama
 Hindari IVFD, kecuali pada *dehidrasi berat/ syok
 Cairan :
 DG aa (glukosa 5%)
 RLG (glukosa 5%)
 N2 (glukosa 10% : NaCl 0.9% aa)
 Jumlah cairan: 15 ml/kgBB selama 1 jam
 Pantau : tanda vital, tanda overhidrasi, diuresis
*Tanda/ gejala dehidrasi berat pada KEP
 Anak lemas, apatis/ tidak sadar
 Nadi : cepat, lemah
 Kulit : pucat, dingin, turgor ↓
 Mata & UUB : cekung
 Mukosa mulut kering
 Air mata tidak ada bila menangis
 Diuresis ↓
Langkah 4 : Koreksi Gangguan Elektrolit
 Gizi buruk : Na >>, K dan Mg <<
 Berikan :
 Kalium 2 – 4 mEq/kgBB/hari 150 – 300 mg
 Mg 0.3 – 0.6 mEq/kgBB/hari 7.5 – 15 mg
 Larutan elektrolit 20 ml/ L formula
 Makanan rendah garam
 Untuk rehidrasi : gunakan larutan rendah Na (cairan ReSoMal)
Langkah 5 : Obati/ Cegah Infeksi
 Beri antibiotika spektrum luas :
 Kotrimoksasol 5 hari
 BB > 4 kg : 2 x 5 ml
 BB < 4 kg : 2 x 2.5 ml     atau
 Ampisilin im/ iv, 2 hari, 50 mg/kgBB/6 jam  utk sakit berat/ komplikasi 
Lanjutkan secara oral, 5 hari dengan :
 Amoksisilin, 15 mg/kgBB/8 jam atau
 Ampisilin, 50 mg/kgBB/6 jam
dan
 Gentamisin im/ iv, 7 hari, 7.5 mg/kgBB/hari
Langkah 6 : Mulai Pemberian Makan
 Segera beri makanan
 Energi  : 80 – 100 kkal/kgBB/hari ; protein 1 – 1,5 g/kgBB/hari
 Formula  : F-75/ modifikasinya/Modisco
 Jumlah  : 130 ml/kgBB/hari
 Cara :
 Sedikit-sedikit tapi sering (tiap 2-3 jam, siang dan malam)
 Bila perlu per NGT
 Pantau : toleransi tubuh/ saluran cerna
(jumlah yang diberi dan sisa, muntah, frekuensi BAB dan konsistensi tinja, BB)
Langkah 7 : Peningkatan Pemberian Makan
 Fasilitasi tumbuh-kejar :
Setelah periode transisi dilampaui, beri :
 Energi  : 150 – 220 kkal/kgBB/hari
 Protein  : 4 – 6 g/kgBB/hari
 Formula  : F-75  F100/ F-135 atau modifikasi
 Pantau  : kenaikan BB   baik  : > 50 g/kgBB/minggu
 kurang  : < 50 g/kgBB/minggu
Langkah 8 : Koreksi Defisiensi Nutrien Mikro
 Beri preparat multivitamin
 Asam folat : 1 mg/ hari (beri 5 mg pada hari-1)
 Zn  : 2 mg/kgBB/hari
 Cu  : 0.2 mg/kgBB/hari
 Fe  : 3 mg/kgBB/hari (bila BB mulai naik)
Sulf Ferr  : 10 mg/kgBB/hari
 Vitamin A  : h-1 dan 2 : 200.000 SI, oral lebih dari
    h-14 atau sebelum pulang : 200.000 SI 12 bulan
    6 – 12 bulan : 100.000 SI
    0 – 5 bulan : 50.000 SI
Langkah 9 : Stimulasi Mental - Sensorik
 Keterlambatan perkembangan mental dan perilaku
Berikan :
 Kasih sayang
 Lingkungan yang baik/ ceria
 Terapi bermain : 15 – 30 menit/ hari
 Aktivitas fisik : segera setelah sembuh
 Ibu harus dilibatkan !!! makan, mandi, bermain
Langkah 10 : Persiapan Pulang
 Pulang bila :
 BB / U > 80% atau BB / TB > 85%
 Nafsu makan baik
 Gejala klinis hilang
 Penyuluhan :
 Nutrisi yang baik
 Higiene
 Kontrol :
 Teratur sampai 6 bulan
 Imunisasi (dasar + booster)
 Vitamin A tiap 6 bulan
Bagan Tatalaksana Gizi Buruk 
KEGIATAN/TINDAKAN P. AWAL P. TRANSISI P.REHABILITASI P.LANJUTAN
 h-1 h-2 h 3-7 Mg – 2 Mg 3 – 6 Mg 7 – 26
1. Atasi/ cegah :
 Hipoglikemia
 Hipotermia
 Dehidrasi       
2. Koreksi gangguan elektrolit    
3. Obati infeksi    
4. Mulai pemberian makanan    
5. Peningkatan masukan makanan untuk tumbuh-kejar
    
6. Koreksi defisiensi mikronutrien    
7. Stimulasi emosi dan sensorik    
8. Persiapan pulang    Kontrol 1x/bln
Pengobatan Penyakit Penyerta
1. Defisiensi vitamin A pada mata
 Vitamin A : hari ke-1, 2 dan 14 oral
 Umur > 1 tahun  : 200.000 SI
 Umur 6 – 12 bulan  : 100.000 SI
 Umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI
 Ulserasi Mata 
 Kloramfenikol/ tetrasiklin tetes mata : setiap 2 – 3 jam selama 7 – 10 hari
 Atropin tetes mata : 1 tetes 3x/ hari  3 – 5 hari
 Tutup mata  kasa dibasahi NaCl fisiologis
2. Dermatosis
 Hipo/ hiperpigmentasi
 Deskuamasi (kulit mengelupas)
 Ulserasi lesi eksudatif  luka bakar
Sering disertai infeksi sekunder (candida)
 Defisiensi seng (Zn)
 Penanganan :
 Kompres larutan KMNO4 1% selama 10 menit
 Salep/ krim (Zn dg minyak kastor)
 Daerah perineum tetap kering
3. Parasit/ cacing 
 Mebendazole 100 mg oral 2x/ hari selama 3 hari
4. Diare melanjut 
 Biasa menyertai KEP berat
 Intoleransi laktosa : jarang
 Kerusakan mukosa dan giardiasis
 terapi : metronidazole 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari
5. Tuberkulosis 
 Tes tuberkulin/ mantoux (seringkali anergi) dan Ro foto toraks
Kegagalan Pengobatan
 Angka kematian tinggi (> 5%)
 < 24 jam : hipoglikemia, hipotermia, sepsis, dehidrasi
 24 – 72 jam : formula >>/ tidak tepat
 Malam hari : hipotermia, hipoglikemia
 Kenaikan BB tidak adekuat :
 Baik  : > 50 g/kgBB/minggu
 Kurang : < 50 g/kgBB/minggu
 Kenaikan BB tidak adekuat ?
 Makanan tidak cukup
 Defisiensi nutrien (vitamin/ mineral)
 Infeksi tidak terdeteksi  jadi tidak diobati
 Faktor psikologik (masalah psikologik), dll
Pulang SEBELUM TERAPI TUNTAS
 Nasihat makan :
 TKTP (Energi 50 kkal/kgBB/hari ; protein 4 g/kgBB/hari)
 Frekuensi makan >> (5x/ hari)
 Harus habis
 Suplementasi vitamin, mineral/ elektrolit
 Teruskan ASI
 Kontrol sering (1x/ minggu)
 Imunisasi
Tindakan Pada Gawat Darurat
 Syok
 IVFD 15 ml/kgBB/jam
 RLG atau larutan N2
 Monitor tanda vital/ 10 menit
 Lanjutkan dengan ReSoMal (oral/ NGT) : 10 ml/kgBB/jam  sampai 10 jam
 Anemia Berat  transfusi bila :
 Hb < 4 g/μL
 Hb : 4 – 6 g/ μL + distres pernapasan
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan PRC :
 Tetesan lambat
 10 ml/kgBB dalam 3 jam
 Beri furosemid 1 mg/kgBB i.v (saat transfusi dimulai)
Prognosis
 Jangka pendek
Kematian 20 – 30%, tergantung pada :
 Beratnya MEP 
 Penyakit penyerta
 Jangka panjang
 Gejala sisa
 Fungsi luhur
 Adaptasi lingkungan <
Akibatnya kualitas hidup <
Alur Pelayanan Balita KEP di Rumah Sakit
Rujukan
Datang sendiri
- Klinik
- Antropometri
- Laboratorium
- Anamnesa Riwayat Penyakit dan diet
          Penyembuhan
                      Penyembuhan
PMT = Pemberian Makanan Tambahan
PPG = Pusat Pemulihan Gizi
Prosedur Kerja Tata Laksana Gizi Balita KEP Berat
No Kegiatan Mekanisme Unsur yang Terkait Penangguang Jawab
1. Penentuan Status Gizi
a. Klinis
Deteksi :
- Hipotermia
- Hipoglikemia
- Dehidrasi
- Infeksi
b. Antropometri
Diukur BB, TB & LILA
c. Laboratorium
d. Anamnesis riwayat 
Dilakukan untuk setiap pasien baru dan dimonitor setiap hari 
Dilakukan pada saat pasien baru masuk
Penimbangan dilakukan setiap hari
Glukosa darah, Hb, urin lengkap, feses
Wawancara 
Dokter
Dokter
Perawat/dietisien/ tenaga gizi
Dokter/ analis
Dietisien/ tenaga gizi 
Dokter
Dokter/ Kepala Ruangan
Kepala Ruangan
Dokter/ analis
Dietisien/ tenaga gizi
2.  Intervensi
a. Klinis
b. Diet 
Mengatasi :
- Hipoglikemia
- Hipotermia
- Dehidrasi
- Infeksi
- Menentukan diet
- Pemantauan
   * Komsumsi makanan
   * Status gizi
- Penyuluhan gizi
   * Pemberian diet
   * Persiapan pulang
- Pencatatatn gizi 
Dokter/ perawat
Dietisien/ perawat 
Dokter
Dietisien/ perawat
3. Pelaporan  Berdasarkan rekam medik :
- Ruang rawat jalan
- Ruang rawat inap Dokter/ dietisien/ perawat Dokter/ dietisien/ kepala ruangan
Kebutuhan Energi dan Protein Sehari Anak Umur 1 – 12 Tahun
Umur
(Tahun) Berat Badan
(kg) Energi Protein
  Kkal/kg/hari Kkal/org/hari g/kgBB/hr g/org/hari
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Laki-laki
10
11
12
Perempuan
10
11
12 8.9
11.2
13.1
14.8
16.5
19.4
21.7
24.1
26.5
29.3
31.7
34.5
28.7
32.2
35.5 105
100
100
98
91
86
82
78
75
74
71
67
68
62
57 900
1100
1300
1500
1500
1700
1800
1900
2000
2200
2300
2300
2000
2000
2000 2.5
3.0
2.8
2.0
2.0 22
28
33
44
50
59
61
67
74
59
63
69
57
64
70
Tabel 1.Formula WHO dan Modifikasi
Bahan Per 1000 ml F 75 F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu krim bubuk Gr 25 85 90
Gula pasir Gr 100 50 65
Minyak kelapa/ kacang Gr 30 60 75
Larutan elektrolit ml 20 20 27
Tambahan air sampai dengan ml 1000 1000 1000
Nilai Gizi Per 100 ml 
Energi Kalori 75 100 135
Protein Gr 0.9 2.9 3.3
Laktosa Gr 1.3 4.2 4.8
Potassium Mmol 3.6 5.9 6.3
Sodium Mmol 0.6 1.9 2.2
Magnesium Mmol 0.43 0.73 0.8
Seng Mg 2.0 2.3 3.0
Cooper Mg 0.25 0.25 0.34
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality mOsm/L 413 419 508
Modifikasi FORMULA WHO Modifikasi F75 Modifikasi F100 Modifikasi F135
Susu full cream Gr 35 110 25
Gula pasir Gr 100 50 75
Tepung beras/ tapioka Gr - - 50
Tepung tempe Gr - - 150
Minyak kelapa/ kacang Gr 20 30 60
Larutan elektrolit ml  20 20 27
Nilai Gizi Per 100 ml 
Energi Kalori 75 109.8 132.8
Protein Gr 0.9 3.0 3.8
Laktosa Gr 1.3 5.2 1.3
% energi protein - 5 12 11
% energi lemak - 36 53 48
Osmolality  mOsm/ L 413 419 508
Keterangan :
1. Fase Stabilitasi diberikan formula WHO F 75 atau modifikasi
2. Fase Transisi diberikan Formula WHO F 75 sampai F 100 atau modifikasi
3. Fase Rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian formula WHO F 135 sampai dengan makanan biasa
Tabel 2. 
Fase Pemberian Diit dan Cairan Balita KEP Berat di Rumah Sakit
Fase Macam Diet Uraian Diet Lama Diet
  Makanan Cairan 
I. Stabilisasi
1. BB < 7 kg
2. BB > 7kg 
Makanan Bayi
Makanan Anak 
* ASI
* Susu bayi/ susu rendah laktosa
Energi = 100 Kkal/kgBB/hari
Protein = 1 – 1.5 g/kgBB/hari
Formula WHO 75
* Susu/ susu rendah laktosa
Energi dan protein idem I.1 
* 130-150 cc/kgBB/hari
* 100 cc/kgBB/hr bila udema
* Frekuensi 1 sdm/kgBB/2jam
* Frekuensi 2 sdm/kgBB/3jam
* Frekuensi 3 sdm/kgBB/4jam
* Idem I.1 
1 – 2 hari
2 hari
3 hari
Idem
II.Rehabilitasi/ pemulihan/ tumbuh kejar
1. BB < 7 kg
2. BB > 7 kg 
Makanan Bayi
Makanan Anak 
a. ASI dan susu bayi/ susu rendah laktosa
Energi = 150 – 200 Kkal/kgBB/hari
Protein = 2 – 3 g/kgBB/hari
(Formula WHO 100)
b. ASI dan formula WHO 130 + makanan lumat + makanan lembik
* idem II.1
* F 135 + makanan saring/ lunak 
* 150 – 200 cc/  kgBB/ hari
(ditingkatkan 10 ml setiap kali minum)
Tak terbatas
* idem II.1
* idem II.1 
1 – 2 hari
Seterusnya sampai 80% BB/U standar WHO-NCHS
Idem
Contoh Menu
1. Bayi (BB < 7 kg)
a. Makanan lumat
 Pukul 06.00 Formula modifikasi WHO
 Pukul 08.00 Bubur tepung beras/ sagu/ terigu + santan 
  Telur rebus
 Pukul 10.00 Formula WHO/ modifikasi
  Sari tomat
 Pukul 12.00 Bubur tepung beras + santan
  Sup tahu + wortel parut + kaldu
 Pukul 14.00 Formula WHO/ modifikasi
 Pukul 16.00 Formula WHO/ modifikasi
  Sari pepaya
  Bubur tepung beras
  Pepes ayam + bayam (cincang) 
 Pukul 20.00 Formula WHO/ modifikasi
 Pukul 22.00 Formula WHO/ modifikasi
 Resep bubur preda untuk diare kronik
Cara membuat bubur ayam untuk diare (untuk 1 resep):
Bahan :
 15 gr tepung beras
 15 gr tepung maizena
 50 gr daging ayam tanpa lemak (dada/ paha)
 1 sdt minyak kelapa
 1 sdt minyak kacang/ jagung/ kedelai
 Garam dan daun seledri secukupnya
 Tambahan : 1 tablet vitamin B kompleks ; 25 mg vitamin C
Cara Membuat :
1) Daging ayam direbus sampai empuk, lalu dipotong kecil-kecil
2) Daging ayam kuahnya sebanyak 200 cc diblender bersama minyak kelapa dan minyak kacang/ jagung/ kedelai sampai tercampur rata
3) Campuran tersebut dibuat bubur bersama tepung beras dan tepung maizena sampai masak
4) Tambahkan garam dan daun seledri, kemudian angkat dari api
5) Untuk membuat warna, daun seledri bisa diblender bersama ayam
Nilai Gizi :
Energi : 277 Kkal
Protein : 10.2 g
Lemak : 14.5 g
Karbohidrat : 25 g 
2. BB > 7 kg
Waktu Menu Ke I Menu Ke II
Pk. 06.00 Formula WHO/ modifikasi Formula WHO/ modifikasi
Pk. 08.00 Bubur kaldu ayam
Tahu bacem
Minum manis Sawut singkong + kelapa muda parut
Tempe kripik
Minum manis
Pk. 10.00 Kue talam manis Nagasari
Pk. 12.00 Bubur nasi
Pisang Bubur Manado (beras + ikan + bayam)
Pepaya
Pk. 15.00 Getuk ubi merah Cendol
Pk. 18.00 Bubur beras
Pepes teri
Tumis kangkung Perkedel jagung (jagung + terigu telur)
Sup wortel + buncis
Pk. 21.00 Formula WHO/ modifikasi Formula WHO/ modifikasi
Cairan ReSoMal terdiri dari :
Air 2  liter
Bubuk WHO-ORS utk 1 liter (*) 1 pak
Gula pasir 50 gram
Larutan elektrolit/ mineral (*) 40  cc
Setiap 1 liter cairan ReSoMal ini mengandung 45 mEq Na, 40 mEq K dan 1.5 mEq Mg
(*) :  Bubuk WHO ORS utk 1 liter mengandung 3.5 g NaCl, 2.9 g trisodium citrat dihidrat, 1.5 g KCl dan 20 g glukosa
(**) : Larutan elektrolit mineral terdiri atas :
KCL 224 gr
Tripotassium citrat   81 gr
MgCl2.6H2O   76  gr
Zn asetat 2H2O     8.2 gr
CuSO4.5H2O     1.4 gr
Air sampai larutan mjd 2500 ml 
Bila tidak memungkinkan utk membuat larutan elektroli/ mineral seperti diatas, sebagai alternatif atau pengganti ReSoMal dapat dibuat larutan sebagai berikut :
Air 2 liter
Bubuk WHO-ORS untuk 1 liter (*) 1 pak
Gula pasir  50 gr
Bubuk KCl  4 gr
Atau bila sudah ada WHO-ORS yang siap pakai (sudah dilarutkan), dapat dibuat larutan pengganti sebagai berikut :
Larutan WHO-ORS  1 liter
Air  1 liter
Gula pasir  50 gr 
Bubuk KCl  4  gr
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, Cu maka berikan makanan yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan MgSO4 50% secara intramuscular 1 kali dengan dosis 0.3 ml/ kgBB dengan maksimum 2 ml
Contoh Formula Untuk KEP berat Modisco
Modisco ½ Modisco I Modisco II Modisco III
Nilai gizi dlm 100 cc
Energi : 80 Kkal
Protein : 3.5 gr
Lemak : 2.5 gr
Bahan :
Susu skim: 10 gr (1 sdm)
Gula pasir: 5 gr (1 sdt)
Minyak kelapa: 2½ gr (½ sdt)    Nilai gizi dlm 100 cc cairan
Energi : 100 Kkal
Protein : 3.5 gr
Lemak : 3.5 gr
Susu skim: 10 gr
Gula pasir : 5 gr
Minyak: 5 gr (½ sdm)  
Energi : 100 Kkal
Protein : 3.5 gr
Lemak : 4 gr
Susu skim: 10 gr
Gula pasir: 5 gr
Margarin: 5 gr 
Energi : 130 Kkal
Protein : 3 gr
Lemak : 7.5 gr
Full cream: 12 gr (1¼ sdm)
Atau 
Susu segar: 100 cc (½ gls)
Gula pasir: 7.5 gr (1½ sdt)
Margarine: 5 gr (½ sdm) 
 • Diberikan pd : 
      KEP berat +   
      edema
• Diberikan :
     100 Kkal/ kgBB/ hari *   Diberikan pada KEP tanpa edema
*   Diberikan :
     125 Kkal/kgBB/hari * Diberikan 150 Kkal/kgBB/hr
* Diberikan setelah pemberian Modisco I dan II
* Pemberian Modisco III ± 10 hari
   * Pemberian makanan keluarga sesuai umur, selera, daya cerna disamping pemberian modisco
Cara Membuat Modisco :
 Susu bubuk dicampur gula dan minyak, margarine cair, kemudian diberi air panas sedikit sambil diaduk sampai tercampur rata
 Kemudian disaring
 Minuman ini bisa langsung diminum
 Supaya lebih tahan lama dapat ditim dahulu selama 15 menit, baru diminum
 Pemberian jumlah modisco, dihitung berdasarkan kebutuhan anak
OBESITAS PADA ANAK
Aspek Klinis dan Pencegahan
(Kuliah tanggal 28 Februari 2005)
Definisi
Penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan
 Obesitas :
 Primer   faktor nutrisi
 Sekunder  faktor non-nutrisi
Etiologi
 Multifaktorial  saling berpotensiasi dan mempengaruhi
Penanganan
 Terpadu antara semua aspek etiologi yang terkait
KLINIS
 Wajah membulat
 Pipi tembem
 Dagu rangkap
 Leher relatif pendek
 Dada menggembung
 Mammae membesar [oleh : jaringan lemak]
 Perut membuncit, dinding perut berlipat-lipat
 Tungkai bentuk X  paha saling menempel  laserasi, ulserasi  bau tak sedap
 Pada ♂ penis kecil, terkubur dalam jaringan lemak suprapubik
PENENTUAN OBESITAS ATAS DASAR ANTROPOMETRI
1. BB/ TB
 Obesitas : > 120% BB ideal
 Overweight : 110 – 120% 
o Jaringan lemak
o Jaringan non lemak (hipertrofi otot)
Keburukan :
 Tanpa TB  tidak tercermin proporsi tubuh
 Secara fisik dipengaruhi oleh komposisi tubuh 
2. BB dihubungkan dengan TB
 Proporsi tubuh
 Penampilan
 Massa tubuh tanpa lemak  dapat dihitung BMI (Body Mass Index)
BMI : Body Mass Index
        : BB    kg
          TB2   m
KLASIFIKASI OBESITAS : UMUR > 2 TAHUN
Kategori BB/TB (%) BB/TB2 (%)
Ringan/ derajat I 120 – 135 25 – 29,9
Sedang/ derajat II 135 – 150 30 – 40
Berat/ derajat III 150 – 200 > 40
Obesitas super >200 
 Obesitas anak/ remaja  IMT ≥ persentil ke-95
 “Overweight”  persentil ke-85
 BB kurang  < persentil ke-5
3. Lemak subkutis (triseps)
 TLK = Tebal Lipatan Kulit
 Lebih baik daripada BB/ TB
 Indikator : > 85 persentil
 Salah pengukuran >/ sulit (obesitas berat)
4. Lab. massa lemak 
 Densitometri
 Hidrometri
 Spektrometri
PENENTUAN OBESITAS BERDASARKAN ETIOLOGI
1. Obesitas primer  factor nutrisi/ idiopatik (>90%)
 Masukan makanan > kebutuhan energi
2. Obesitas sekunder : penyakit/ kelainan (<10%) – hormon, sindrom, defek genetic
 congenital : mielodisplasia
 endokrin :
 sindrom Cushing
 sindrom Freulich
 sindrom Mauriac
 pseudo-paratiroidisme
 kondisi lain (jarang) 
 sindrom Klinefelter
 sindrom Turner
 sindrom Down
Angka Kejadian Obesitas Pada Anak di Beberapa Negara
Indeks : BB menurut TB
Negara Angka Kejadian (%)
Negara Maju (a.l. USA) 15 – 20
Australia  9 – 10
Singapura : 7 tahun
                   12 tahun 2,7
10,1
Chili : anak ♂ 6 – 18 tahun
                   ♀ 3,1
10,2
Etiologi dan Patogenesis
 Hukum Termodinamik :
Energi Masuk - Energi Keluar = Energi Disimpan
 Pada manusia :
 Masukan energi maksimal melebihi guna tubuh
 Kelebihan energi disimpan dalam bentuk lemak tubuh
 Kelebihan Energi
 Lemak tubuh
Penelitian/ Obesitas
       Obesitas  perkembangan sel lemak
 3 Periode Kritis Masa Tumbuh Kembang Anak
1. Pranatal
 Mulai minggu ke-16   pembentukan sel lemak
 Minggu ke-30   deposit lemak
 Antara minggu ke-16 s/d 30   replikasi/ hiperplasi
 Sejak minggu ke-30   hiperplasi + hipertrofi
 Trimester ke-3   akumulasi lemak yg cepat
      hipertrofi > hiperplasi
 Saat lahir (NCB normal)   lemak tubuh 400 gram ; ± 16% berat lahir
2. Masa “Adiposity Rebound” (6-7 tahun)
 6 bulan pertama  : lemak ↑ 1500 gr (hipertrofi sel)  LLA ↑
 1 tahun – 6 tahun  : demobilisasi lemak
 6 tahun  : Tlk triseps paling rendah
                                      Lemak tubuh paling sedikit
 Mulai 6 tahun  : “Rebound”  mulai deposit lemak  perubahan awal      system endokrin prapubertal
 13-14 tahun pertama  : ↑ lemak terbanyak
3. Masa Adolescence
 Masa kritis terakhir
 Risiko : ♀ > ♂       - awal onset
- menetap
 3 Faktor Berkembangnya Obesitas :
1. Genetik
2. Lingkungan
3. Neuro-psikologik 
  PATOGENESIS
    UMPAN BALIK
Interaksi Antara Faktor-faktor yang Berperan
1. Faktor genetik :  pola keturunan
 Salah seorang orang tua   40 %
 Kedua orang tua   80 %
 Kedua orang tua tidak gemuk   7 %
2. Faktor lingkungan
 Pola makan
 Jumlah nutrien
 Komposisi nutrien
 Intensitas tubuh : aktivitas ↓
 Gaya hidup modern, santai  ngemil, restoran “Fast Food”
 Pada bayi : makanan padat terlalu dini
3. Faktor neuro-psikologik
 Kerusakan thalamus ventro-medial  sangat jarang
o Konsumsi makanan ↑
o Reaksi individual : lambung, mata, alat pencium, emosi
 Stress
 Perlakuan lingkungan (ejek, tertawa, ganggu)
o Pergaulan ↓, makin menarik diri
o Aktivitas bermain ↓
o Aktivitas fisik ↓
 Pola asuh salah (manja, kemauan selalu dituruti)
Dampak Obesitas
Dampak obesitas tampak dalam jangka waktu pendek ataupun panjang
1. Gangguan psiko-sosial
2. Pertumbuhan fisik lebih cepat serta usia tulang lebih cepat/ lanjut dibanding usia biologik
3. Masalah ortopedi  beban tubuh berat (Slipped Capital Femoral Epiphysis)
4. Gangguan pernapasan  infeksi saluran napas, ngorok, ngantuk, apnea waktu tidur
5. Gangguan endokrin  menarche lebih dini
6. Obesitas melanjut/ menetap sampai dewasa
7. Penyakit degeneratif/ metabolic
Misalnya : 
- Hipertensi
- Diabetes mellitus
- Hiper-kolesterolemia
PenatalaksanaaN
 4 Prinsip Dasar :
1. Intervensi medis/ pengobatan
2. Pada bayi : tak perlu restriksi diet (< 2 tahun)
3. Riwayat sifat rakus (-)  restriksi diet ketat (pengawasan)
4. BB (Berat Badan) dipertahankan
 Prinsip penanganan :
A. Mengurangi masukan kalori/ energi
 Kalori : kebutuhan normal
 Diet seimbang :
o KH 50% kal (50 – 60 %)
o Lemak 35% kal (30 – 35 %)
o Protein cukup 15 – 20%
 Pembagian kalori : porsi < 1000 kal
 Bentuk, jenis dapat diterima
B. Menambah/ meningkatkan pengeluaran/ penggunaan energi
 Peningkatan aktivitas fisik seperti olahraga, senam teratur (yg disukai anak dan sesuai umur) dapat :
o ↑ pengeluaran energi
o ↓ stress
o kebugaran
o mengontrol nafsu makan
 Hindari kegiatan kurang aktif seperti :
o Nonton TV terlalu lama
o Membaca sambil tiduran
o Sambil ngemil
C. Modifikasi perilaku anak dan keluarga
Psikolog/ psikiater anak
Motivasi anak : - mengubah perilaku makan
 - sadar kegemukan
Keluarga
 Mempertahankan BB tidak meningkat
D. Terapi Intensif
 Diet kalori sangat rendah: BB > 140%
 Farmakoterapi: tidak untuk anak (↓ nafsu makan)
 Terapi Bedah: BB > 200%
PencegahaN
 Kelompok risiko tinggi
 ASI eksklusif sampai 6 bulan
 Masa bayi: korelasi (-) obesitas dewasa
 Masa “rebound” dini melanjut sampai
 Masa pra pubertas dewasa
Upaya Yang Utama Adalah :
1. Status nutrisi
Pada periode kritis perkembangan lemak tubuh (trimester ke-3 hamil, adipose rebound, adolescence)
2. ↑ pengetahuan ttg obesitas
Orang tua, petugas kesehatan  pengaturan makan, gizi seimbang, olahraga untuk kebugaran
3. Pengertian dampak obesitas anak: orang tua
PencegahaN (WHO, 1998)
 Tahapan  Pencegahan :
o Primer : mencegah terjadinya obesitas
o Sekunder : ↓ prevalensi obesitas
o Tertier : ↓ dampak obesitas
 2 strategi:
1. Pendekatan populasi
• promosi cara hidup sehat
• ASI eksklusif 6 bulan
2. Pendekatan kelompok risiko tinggi
 MORAN (1999)
 anjuran ortu menerapkan/ mengajar pola diet, aktivitas sehat:
o Hargai selera makan: jangan dipaksa dihabiskan
o Hindari konsumsi makanan siap saji/ manis-manis
o Batasi simpanan makanan berkalori tinggi
o Sajikan menu sehat: lemak < 30% total kalori
o Sajikan sejumlah serat dalam makanan
o Susu skim dpt mulai umur 2 tahun (gantinya susu sapi)
o Jangan ada sajian makanan sbg penenang/ hadiah
o Jangan iming-iming permen sbg hadiah (menghabiskan makanan)
o Batasi waktu nonton TV
o Dorong anak aktif bermain
o Jadwalkan kegiatan keluarga yg teratur: jalan-jalan, main bola, kegiatan di luar rumah lainnya
Tabel 1. Karakteristik Obesitas Idiopatik dan Endogen
Obesitas Idiopatik Obesitas Endogen
> 90% kasus < 10% kasus
Perawakan tinggi (umumnya persentil ke-50 TB/U) Perwakan pendek (umumnya persentil ke-5 TB/U)
Riwayat obesitas dalam keluarga umumnya positif Riwayat obesitas dalam keluarga umumnya negatif
Fungsi mental normal Fungsi mental seringkali retardasi
Usia tulang: normal atau advanced Usia tulang: terlambat (delayed)
Pemeriksaan fisis umumnya normal Terdapat stigmata pada pemeriksaan fisis
Tabel 2. Penyebab endogen obesitas pada anak
Penyebab hormonal Bukti-bukti Diagnostik
Hipotiroidisme Kadar TSH ↑, kadar thyroxine (T4) β
Hiperkortisolisme Uji supresi deksametason abnormal; kadar kortisol bebas urin 24 jam ↑
Hiperinsulinism prier Kadar insulin plasma ↑, kadar C-peptide ↑
Pseudohipoparatiroidisme Hipokalsemia, hiperfosfatemia, kadar PTH ↑
Lesi hipotalamus didapat Adanya tumor, infeksim sindrom, trauma, lesi vascular hipotalamus
Sindrom Genetik Karakteristik klinis
Prader-Willi Obesitas, hiperfagia, retardasi mental, hipogonadisme, strabismus
Laurence-Moon/ Bardet-Biedl Obesitas, retardasi mental, retinopati pigmentosa, hipogonadisme, paraplegia spastik
Alstrőm Obesitas, retinitis pigmentosa, tuli, diabetes mellitus
Bőrjeson-Forssman-Lehmann Obesitas, retardasi mental, hipogonadisme, hipometabolisme, epilepsy
Cohen Obesitas trunkal, retardasi mental, hipotonia, hipogonadisme
Turnes’s Perawakan pendek, ambigus genitalia, kelainan jantung bawaan, webbed neck, obesitas, genotipe 45, XO
Familial lipodystrophy Hipertrofi otot, akromegali, hepatomegali, acanthosis nigricans, insulin resisten, hipertrigliseridemia, retardasi mental
Beckwith-Wiedemann Gigantisme, exomfalos, makroglosia, organomegali
Sotos’ Gigantisme serebral, pertumbuhan fisik berlebihan, hipotonia, retardasi psikomotorik
Weaver  Sindrom tumbuh-lampau bayi (Infant overgrowth syndrome), percepatan pematangan tulang rangka (accelerated skeletal maturation), unusual facies
Ruvalcaba Retardasi mental, mikrosefali, abnormalitas tulang, hipogonadism, brachymetapody
Defek genetic 
Leptin 
β adrenergic receptor 
Tabel 3.Komponen Keberhasilan Rencana Penurunan Berat Badan
Komponen  Komentar
Menetapkan target penurunan berat badan Mula-mula 2.5 sampai 5 kg dg kecepatan 0.5 – 2 kg per bulan
Pengaturan diet Nasehat diet yang mencantumkan jumlah kalori per hari dan anjuran komposisi lemak, protein dan karbohidrat
Aktifitas fisik Awalnya disesuaikan tingkat kebugaran anak dengan tujuan akhir 20-30 menit per hari di luar aktifitas fisik di sekolah
Modifikasi perilaku Pemantauan mandiri, pendidikan gizi, mengendalikan rangsangan, memodifikasi kebiasaan makan, aktifitas fisik, perubahan perilaku, penghargaan dan hukuman
Keterlibatan keluarga Analisis ulang aktifitas keluarga, pola menonton televisi; melibatkan orang tua dalam konsultasi gizi
VITAMIN DAN MINERAL
 Zat gizi mikro = mikronutrien
 Nutrien esensial: hanya didapat dari luar tubuh
 Masukan kurang dalam jangka lama  cadangan ↓ sehingga terjadi :
o Gangguan pertumbuhan
o Kecerdasan ↓
o Daya tahan tubuh ↓
 Masukan berlebih  gangguan 
 Bayi < 4 bulan:
o Fungsi ginjal belum sempurna (ekskresi air, mineral)
o Fungsi saluran cerna/ penyerapan
 Penimbunan vitamin larut dalam lemak  toksis
 2 dekade terakhir  perkembangan fungsi: 
 Imunologik, antioksidan, pertumbuhan maupun pengobatan kanker
******************** VITAMIN ********************
 Senyawa organik
 Jumlah kecil
 Esensial utk metabolisme  harus ada dalam makanan sehari-hari
 Tubuh tidak bisa membuat vitamin sendiri
 Ada 2 kelompok:
o Larut dalam air
o Larut dalam lemak
 Satuan IU  atau SI
                  μg  atau mg
Fungsi Vitamin
 Tidak semua vitamin sudah diketahui fungsinya dalam proses metabolisme
 Kelompok B: ko-enzim (reaksi biokimia spesifik)
 Kelompok larut dalam lemak dan vitamin C: ?
 Vitamin D: metabolisme Ca & P
 Metabolisme KH, lemak & protein melalui ko-enzim sebagai katalisator
 peran penting pada penyediaan energi utk pertumbuhan
Vitamin A
~ DEFISIENSI VITAMIN A ~
 Peranan dalam tumbuh kembang
 Vitamin A dari:
o Hewan  = retinal ester
o Tumbuhan  = karoten (pro-vit A)
 Metabolisme Vitamin A:
          
Retinol ester                       Absorpsi langsung
 Retinol
Karoten                               Mukosa usus (reduksi) Retinoic acid
            Retinol + asam lemak (esterifikasi)  pembuluh limfe (chylomikron)  hati (hepatosit)
 Retinoic acid: absorbsi  vena porta  hati
Tanda Klinis Defisiensi Vitamin A
 Intra Okular
o Buta senja
o Konjungtiva kering (xerosis conjungtiva)
o Bercak bitot
o Kornea kering (xerosis cornea)
o Ulkus kornea  keratomalasia
o Jaringan parut kornea
o Xerophthalmia fundus
 Extra Okular
o Anoreksia
o Gangguan pertumbuhan
o Daya tahan menurun  infeksi
o Hiperkeratosis
Biokimia Vitamin A dalam Serum
 Cukup  ≥ 20 μg/ dl
 Rendah  10 – 19 μg/ dl
 Kurang < 10 μg/ dl
Penanggulangan Defisiensi Vitamin A
 Kapsul vitamin A dosis tinggi
 Fortifikasi vitamin A pada makanan
Pengobatan (lihat def vit A pada KEP)
 12 bulan
o setelah didiagnosis: 200.000 SI oral
o pada hari ke-2: 200.000 SI
o setelah 2-4 minggu: 200.000 SI
 6-12 bulan: ½ nya
 < 6 bulan: ¼ nya
Vitamin D
 2 macam :
1. ergosterol (vitamin D2): makanan
2. 7-dehydrocholesterol (provit D3): kulit
 Fungsi:
 
o Transport Ca ↑
o Absorbsi dlm usus ↑ (Ca, fosfat)
o Ekskresi melalui ginjal ↓
o Metabolisme Ca dalam tulang
o Re-absorbsi fosfat oleh tubulus ginjal
 
 Defisiensi vitamin D
 
o Kaki X (Knockness), O (Bowlegs)
o Pergelangan tangan/ kaki >>
o Persendian melebar 
o Rikets, tetani
o Gangguan pertumbuhan
 
Etiologi Defisiensi Vitamin D
 Masukan <<        jarang terjadi
 Matahari <<
 Absorbsi < (enteritis kronis, def lemak)
 Kebutuhan ↑ (BBLR, Remaja)
 Gangguan metabolisme
 Antagonis vit D: kortikosteroid
Pengobatan 
 Vitamin D 50 – 150 μg/hari
Pencegahan
 Vitamin D profilaksis
 Berjemur di bawah cahaya matahari 
 Kecukupan vitamin D: 10 μg atau 400 IU/ hari
Vitamin E (Alfa-Tokoferol)
 Sifat: larut dalam lemak
 Fungsi:
o Antioksidan kuat (1mol mengikat radikal oksigen banyak)
o Penguat dinding sel
o Daya anabolic pada metabolisme protein
o System kardiovaskular  proteksi fungsi sel endotel
o Proteksi kanker ovarium (dg vitamin C)
o Melindungi sel saraf akibat radikal bebas (penyakit Alzheimer)
 Gejala defisiensi vitamin E
o Skleroderma
o Penyakit neuromuskulus, muskulus (distrofia muskulorum progresiva)
Vitamin K
 Sifat: 
o larut dalam lemak
o dibuat dalam usus oleh E.coli
 Fungsi: pembentukan factor pembekuan
 Gejala defisiensi vitamin K:
o Waktu pembekuan >> perdarahan kulit, selaput lendir, organ-organ lain
o Pada neonatus  perdarahan lambung/ usus, umbilicus, bawah duramater (trauma lahir) 
 Pencegahan: vitamin K 2,5 mg selama 3 hari
Vitamin B
DEFISIENSI VITAMIN B1 (A-TIAMINOSIS)
 Sifat vitamin B1
o Larut dalam air
o Tidak tahan panas
o Mudah diserap
o Ditimbun dalam tubuh
 Fungsi:
o Metabolisme karbohidrat
o Ko-enzim pada oksidasi KH  metabolisme neuron
 Gejala defisiensi vitamin B1
o Anorexia  BB tak ↑
o Diare malabsorbsi
o Neuropati perifer
 Pengobatan:
o Bayi: 5 – 10 mg/ hari
o Anak: 10 – 20 mg/hari
DEFISIENSI VITAMIN B2 = A-RIBOFLAVINOSIS
 Sifat Vitamin B2:
o Larut dalam air
o Warna kuning
o Tahan panas, tahan asam
o Mudah diserap di usus
 Sumber dan Fungsi vitamin B2  table 5-7
 Gejala defisiensi vitamin B2:
o Stomatitis angularis
o Glositis: struktur papil hilang  lidah licin
o Dermatitis seboroik
o Mata fotofobia, lakrimasi, rasa panas
 Pengobatan
10 mg/hr vitamin B2 untuk beberapa minggu
DEFISIENSI VITAMIN B3 (NIASIN)
 Sifat vitamin B3
o Stabil  dimasak: sedikit yang hilang
o Vasodilataor
 Gejala def vit B3
o Dermatitis
o Kelainan saraf
DEFISIENSI VITAMIN B5 (ASAM PANTOTENAT)
 Fungsi Vitamin B5
o Metabolisme karbohidrat, lemak, steroid
 Defisiensi Vitamin B5 : jarang terjadi
o Dermatitis
DEFISIENSI VITAMIN B6 (PIRIDOKSIN, PIRIDOKSAL, PIRIDOKSAMIN)
 Dibuat oleh bakteri usus
 Gejala : cengeng, mudah kaget, kejang polineuritis/ neuropati
DEFISIENSI VITAMIN B12 (KOBALAMIN)
 Sifat vitamin B12
o Larut dalam air, warna merah jambu
o Komponen anti-anemia
o Sintesis dalam usus (bakteri usus)
 Gejala defisiensi vitamin B12 
o Anemia makrositik, hiperkromik
o Neuropati
DEFISIENSI VITAMIN BIOTIN
 Gejala :
o Dermatitis
o Rambut rontok
DEFISIENSI ASAM FOLAT = FOLAT, FOLASIN
 Sifat: larut dalam air
 Fungsi:
o Bentuk sel darah
o Metabolisme protein
 Gejala:
o Anemia makrositik, megaloblastik
o Perubahan mukosa usus  gangguan resorpsi  diare  malnutrisi
DEFISIENSI VITAMIN C (ASAM ASKORBAT)
 Sifat
o Larut dalam air
o Mudah hancur pada pemanasan
o Mudah dioksidasi di udara
 Fungsi :
o Untuk pematangan eritrosit
o Pembentukan tulang, dentin
 Gejala defisiensi :
o Perdarahan kapiler : gusi, echimosis, subperiosteum
o Nyeri tulang
o Urine warna merah
************** MINERAL/ ELEMEN  *************
 Hampir seluruh BB (99,7%) terdiri dari :
o Makro elemen = 11 elemen mayor (berat atom rendah)
H   C   N   O   Na   Mg   P   S   Cl   K   Ca
 Bagian dari KH, protein, lemak
 Elektrolit: keseimbangan asam dan basa
o Sisanya terdiri dari: 25 “Trace Element” (Mikro Elemen)
 10 dianggap esensial: (berat atom tinggi)
      Fe   I   Zn   Cu   Cr   Se   Mo   Mn   Co   F
      * Co sebagai vitamin B12
 dapat ditambah 4 elemen :
     Ni   V   Si   As
 Merupakan bagian dari enzim (metaloenzim)
 Sebagai katalisator
Peran Biologis Trace Element
 Sebagai ko-faktor proses enzimatik
 Sebagai komponen metalo-enzim
o Katalisator
o Transfer elektron
 Fe Cu Zn (Zinc) Mo Se Mn  bagian dari enzim spesifik (metaloenzim)
 Bagian penting pada struktur atau aktivitas metabolisme Hb, asam nukleat, vitamin B12 
 I (Yod) : Thyroxine & Tri-iodothyronine
 Cr: Kofaktor Insulin  aktivitas hormon
DEFISIENSI BESI (Fe)
 Masalah gizi utama
 Anemia gizi
o Konsentrasi belajar menurun
o Penyakit infeksi >> (daya tahan tubuh menurun)
 3 fase anemia gizi :
1. Fase 1 (Hb masih normal): deplesi besi = Prelaten Def Fe 
         Serum Ferritin ↓ < 12 μg/L
2. Fase 2 : pembentukan Hb terganggu  saturasi transferin < 16%
3. Fase 3 : anemia def Fe  Hb ↓ < 12 g/ dL
Metabolisme Besi (Fe)
      
YODIUM ( I )
 Pembentukan hormon tiroid
 Sumber utama : makanan
 Absorbsi: usus halus
 Kebutuhan anak: 200 μg/ hari
 Konsentrasi dalam darah = 4 – 10 μg/ 100 ml  yg diukur PBI (Protein Binding Iodine)
 Defisiensi Yodium
o Gondok endemik
o Kretin
o Gangguan fungsi motorik, mental
 Penanggulangan
o Pemberian yodium dalam air minum
o Iodisasi garam
ZINC (Zn) - SENG
 Terdapat hampir pada setiap sel tubuh
 Merupakan komponen > 300 enzim dan protein (metaloenzim)
 Proses pembelahan sel
 Metabolisme KH, protein, lipid, as nukleat
 Antioksidan kuat  struktur dinding sel stabil
 Sumber: protein hewan
 Etiologi def Zn:
o Asupan kurang (vegetarian)
o Malabsorpsi
 Gejala Def :
o Ringan : Anorexia, BB ↓,  resistensi thdp infeksi ↓, kemampuan mengecap rasa & bau ↓
o Sedang : Hambatan pertumbuhan, penyembuhan luka lambat, hipogonadisme
o Berat : Kerdil, alopesia, dermatitis enteropatika, diare, ggn emosi, fungsi imunologik ↓
 Intoksikasi: akut; kronik (masukan 150 – 450 mg/ L)  mual, muntah
 Th.2001 : National Academy of Sciences  Dosis Maksimum Zn adalah sbb :
0 – 6 bulan  4 mg/ hari
7 – 12 bulan 5 mg/ hari
1 – 3 tahun  7 mg/ hari
4 – 8 tahun  12 mg/ hari
9 – 13 tahun 23 mg/ hari
14 – 18 tahun 34 mg/ hari
> 19 tahun  40 mg/ hari
Kehamilan, laktasi : 34 – 40 mg/ hari
SELENIUM (Se)
 Esensial dalam tubuh
 Dalam makanan, bentuk ikatan dengan asam amino (selenometionin dan selenosistein)
 80% diserap di usus
 Ekskresi melalui urin
 Daya antioksidan  proteksi membran sel (enzim glutation peroksidase)
 Peran pada sistem imunitas
 Metabolisme hormon tiroid
 Defisiensi Se pada manusia  2 keadaan :
1. Keshan Disease = Miokardiopati Endemik
2. Kashin Beck Disease = Deforming Arthritis
 Manfaat dan suplementasi Se :
 
o ↓ mortalitas kanker
o Sindrom Down
o Fibrosis kistik
o Distrofi muskular
o Sklerosis multipel
o SIDS (Sudden Infant Death Syndrome)
o Defek Imunologik
 
CUPRUM (Cu) = TEMBAGA
 Katalisator pembentukan Hb (bersama Fe)
 Absorbsi Fe
 Aktivitas enzim
 Bagian dari seruloplasmin
 Defisiensi Cu :
o Anemia hipokromik mikrositik
KALSIUM (Ca)
 99% dalam tulang
 Metabolisme berhubungan erat dengan :
o Vitamin D
o Hormon tiroid & paratiroid
 Normal  konsentrasi plasma 9 – 11 mg/ 100 ml
 Kebutuhan tumbuh kembang anak : 45 mg/ kgBB
 Def Ca = Hipokalsemia
 
o Mineralisasi tulang, gigi terhambat
o Osteoporosis
o Rakitis
o Tetani
 NATRIUM (Na)
 Mempertahankan osmolalitas plasma dan potensial membran sel
 Retensi cairan (hipoalb) Hiponatremia
 Na hilang (diare; akut + dehidrasi)
 Gejala klinis :
o ↓ kesadaran : Na < 125 mEq/ L
o Kejang, koma : Na 115 mEq/ L
KALIUM (K)
 Mempertahankan potensial membran sel
 Hipokalemia, oleh karena :
o Masukan K kurang
o Pengeluaran urine >> (diuretika)
o Pengeluaran melalui G.I >> (diare, muntah)
 Gejala:
o Otot lemah, jantung
o Bising usus lemah/ hilang
o Perut kembung
 
 
Tabel 2 : Defisiensi Cu
Etiologi Gejala Klinik dan Laboratorik
Malnutrisi
Diare berkelanjutan
Sindroma malabsorpsi
Defek genetik (Menke’s Kinky hair syndrome)
Prematuritas
NPT tanpa supl;ementasu Cu Anoreksia
Gagal tumbuh
Diare
Pucat
Depigmentasi kulit dan rambut
Pelebaran vena supervisialis
Defek pembentukan elastin (aneurisma)
Gangguan sistem saraf pusat
Hipotermia
Anemia hipokrom
Neutropenia
Osteoporosis
Reaksi periosteal
Cupping & flaring tulang panjang
Flaring tulang iga depan
Fraktur sub metafiseal
(ketiga hal terakhir seringkali menyerupai gambaran scorbut)
Kadar seruloplasmin serum rendah
Tabel 3 : Defisiensi Zn
Etiologi Gejala Klinik dan laboratorik
Masukanm yang kurang
Sindroma malabsorpsi yang berkaitan dengan steatore
Defek genetik (Akrodermatitis enteropatika)
Faktor diitetik (fitat dan serat)
Prematuritas
NPT tanpa suplementasi Zn
Buta senja Gagal tumbuh
Diare
Lesi kulit perioral dan perineal
    (vesikobulosa dan eksematoid)
Gangguan penyembuhan luka
Rentan terhadap infeksi
Pematangan seksual terhambat
Anoreksia berat
Gangguan alat pengecap
Letargi dan iritabel
Depresi mental, gangguan perilaku
Gangguan motilitas usus
Buta senja
Kadar Zn serum rendah
Tabel 4 : Defisiensi elemen renik lain
Khromium ( Cr) - Intoleransi glukosa
- Neuropati perifer
- Ensefalopati metabolik
- Kerentanan terhadap penyakit kardiovaskuler meningkat
Mangan (Mn) - depresi faktor pembekuan yang dependen terhadap vitamin K
- dermatitis ringan
Selenium (Se) - nyeri otot (muscle pain and tenderness)
- kardiomiopati
- kemungkinan kejadian kanker meningkat
- kemungkinan meningkatnya fragilitas sel darah merah
Molibdenum (Mo) - takhikardia takhipnea
- sakit kepala
- buta senja
- skotoma sentral
- letargi disorientasi, dan koma
- metionin plasma meningkat
- asam urat serum rendah
Yodium (I) - hipotiroid
Besi (Fe) - kelelahan, tidak bergairah, exentional dyspnea
- sakit kepala
- pucat
- iritabel, anoreksia, dan berat badan sukar naik
- atrofi papil lidah
- anemia hipokrom mikrositer
Tabel 5-6 BEBERAPA ASPEK DAN PERAN NUTRIEN MINERAL
Nutrien Fungsi Pengaruh defisiensi Pengaruh Kelebihan Sumber makanan
BESI
FLUOR
FOSFOR
KALIUM
KALSIUM
KLORIDA
KOBALT
KROMIUM
MAGNESIUM
MANGAAN (Mn)
MOLIBDENUM (Mo)
NATRIUM
SELENIUM
SENG (Zn)
SULFUR
TEMBAGA
YODIUM - komponen Hb dan mioglobin
- komponen enzim sitokrom C dan katalase
- komponen gigi dan tulang
- komponen tulang dan gigi
- struktur nukleus dan sitoplasma sel
- keseimbangan asam basa
- metabolisme karbohidrat, protein, lemak
- transformasi energi
- transmisi rangsangan
- kontraksi otot
- penyaluran rangsang saraf
- keseimbangan cairan dan tekanan osmotik intraselular
- irama denyut jantung
- komponen tulang dn gigi
- kontraksi otot 
- iritabilitas urat saraf
- pembekuan darah
- aktivitas jantung
- produksi ASI
- tekana osmotik
- keseimbangan asam basa
- sebagai HCL dalam getah lambung
- sebagai komponen vit B12 (sianokobalamin)
- sebagai komponen eritropoetin
- pengaturan gula darah
- metabolisme insulin
- komponen tulang dan gigi
- aktivasi enzim dalam metebolisme karbohidrat
- iritabilitas otot dan urat saraf
- aktivitas enzim khusus dalam mitokondria
- struktur tulang
- komponen enzim (xantin oksidase dan aldehid oksidase)
- tekanan osmotik
- keseimbangan asam basa
- keseimbangan air
- rangsangan otot dan urat saraf
- kofaktor pada enzim peroksidase glutation
- komponen berbagai enzim karbonik anhidrase, karboksipeptidase dehidrogenase
- komponen semua protein sel dan antibodi
- metabolesme jaringan saraf
- komponen mukopolisakarida dalam cairan sendi, jaringan ikat, tulang rawan
- produksi eritrosit
- katalisator pembentukan Hb
- absorpsi besi
- bagian dari seruloplasmin
- aktivitas enzim : katalase, tirosinase, sitokrom C oksidase
- komponen tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)  - anemia hipokromik mikrositik
- prestasi belajar
- gangguan imunitas selular, rentan terhadap penyakit
- karies dentis
- bersama-sama defisiensi kalsium dapat terjadi rakitis pada BBLR
- lemah otot
- lemah otot, paralisis usus, perut membuncit
- anoreksia, mual mudah terangsang, rasa kantuk, linglung
- takikardia
- mineralisasi tulang dan gigi terhambat
- osteomalasia
- osteoporosis
- tetani
- rakitis
- gangguan pertumbuhan
- alkalosis hipokloremik
- anemia makrositik pada ternak
- diabetes pada hewan
- tidak diketahui, mungkin tetani bersama dengan hipokalsemia
- tidak diketahui
- tidak diketahui
- mual
- diare
- kejang otot
- dehidrasi
- pada manusia: tidak diketahui
- pada hewan: penyakit otot
- kerdil
- anemia hipokromik mirositik
- hiperpigmentasi
- hipogonadisme
- tidak diketahui
- anemia hipokromik mikrositik
- osteoporosis
- penyakit gondok
- kretinisme - Hemosiderosis
- Hemokromatosis
- Fluorosis : burik pada gigi
- Tetani
- Gangguan hantaran jantung, Heart block
- Tidak diketahui
- Tidak diketahui
- Dari makanan tidak ada
- Dari tindakan medis: goitrogenik atau kardiomiopati
- Tidak diketahui
- Tidak ada, kecuali akibat pengobatan
- Tidak ada kecuali ensefalitis, akibat inhalasi menahun
- Belum diketahui
- Edema
- Belum diketahui
- Rasa wegah
- Tidak ada, karena ekskresi melalui urin
- Dari makanan tidak ada
- Tidak ada, kecuali akibat pengobatan - Hati, jeroan, daging
- Kuning telur
- Sayuran hijau
- Kacang polong
- Kacang tanah
- Air
- Makanan laut
- Tumbuh-tumbuhan
- Susu dan produk sejenis
- Kuning telur
- Daging
- Kacang polong, kacang tanah
- Serealia
- Semua jenis makanan
- Susu, keju
- Sayur berdaun hijau
- Sarden
- Kerang/remis
- Garam dapur
- Daging
- Susu
- Telur
- Jeroan, daging
- Air, minuman
- Ragi
- Serealia
- Kacang polong, kacang tanah
- Daging
- Susu
- Kacang polong, kacang tanah
- Serealia
- Sayur berdaun hijau
- Kacang polong
- Serealia
- Sayur berdaun hijau tua
- Jeroan
- Garam dapur
- Daging
- Susu
- Telur
- Ikan asin
- Sayur
- Daging
- Daging, keju
- Kacang tanah
- Serealia
- Makanan yang mengandung protein
- Daging
- Ikan, tiram
- Hati
- Kacang tanah, kacang polong
- Serealia
- Garam beryodium
- Makanan laut
- Tumbuh-tumbuhan dari area non goiter
Tabel 5-7. Beberapa aspek dan peran Vitamin
NAMA (sinonim) FUNGSI PENGARUH DEFISIENSI PENGARUH KELEBIHAN SUMBER MAKANAN
VITAMIN A (retinol)
TIAMIN (vit b1, Aneurin, vitamin anti beri-beri
RIBOFLAVIN (vit B2)
VIT B6 (piridoksin, piridoksamin, piridoksal)
KOBALAMIN (vit B12)
BIOTIN
FOLASIN(asam folinat)
NIASIN (nikotinamid, asam nikotinat, antipelagra)
VIT C (asam askorbat)
VITAMIN D
VITAMIN E (alfa tokoferol)
VITAMIN K - Pembentukan pigmen retina (rodopsin, yodopin)
- Pertumbuhan tulang dan gigi
- Pembentukan epitel kulit, mata, sistem reproduksi, saluran cerna, saluran nafas, saluran kemih
- Komponen enzim karboksilase yang berperan dalam proses dekarboksilase oksidatif termasuk metabolisme asam piruvat
- Koenzim dalam metabolisme karbohidrat
- Sintesis asetil kolin
- Merupakan unsur dua koenzim yang bekerjasama dengan enzim flavoprotain berperan pada pertukaran hidrogen
- Bagian dari pigmen retina
- Unsur pokok koenzim untuk metabolisme asam amino, glikogen, asam lemak, dekarboksilase, transaminasi, transsulfurasi
- Metabolisme lemak kacang kedelai
- Metabolisme gugusan purin dan gugusan metil
- Pematangan normoblas
- Metabolisme jaringan saraf
- Sebagai koenzim dari asetil koenzim A karboksilase
- Pertukaran CO2
- Sintesis purin, pirimidin, nukleoprotein, gugusan metil
- Merupakan unsur pokok koenzim 1 dan II
- Kofaktor dalam berbagai sistem dehidrogenase
- Meningkatkan absorpsi besi
- Meningkatkan konfersi asam folat menjadi asam folinat
- Sebagai koenzim dalam metabolisme tirosin dan fenil alanin
- Berperan dalam aktivitas dehidrogenase dan fosfatase
- Mengatur absorpsi penyimpanan kalsium dan fosfor
- Mengatur kadar fosfatase dalam serum
- Mungkin berkaitan dengan metabolisme otot dan fragilitas eritrosit
- Mengurangi oksidasi karotin, vit A, asam linoleat dalam usus
- Pembentukan faktor pembekuan II, VII, IX, X - Hemeralopi, keratomalasia, kebutaan
- Kelainan organ lain diluar mata
- Rentan terhadap infeksi
- Gejala beri-beri, edema, kelainan saraf, jantung
- Ariboflavinosis dengan gejala utama pada mata
- Bayi: gelisah, kejang
- Neuritis
- Anemia hipokromik
- Anemia pernisiosa
- Dermatitis
- Anemia megaloblastik
- Pelagra
- Avitaminosis C dengan gejala utama perdarahan, sakit tulang
- Penyembuhan luka lambat
- Riketsia
- Tetani
- Gangguan pertumbuhan
- Osteomalasia
- Mungkin menyebabkan hemolisis eritrosit pada BBLR
- Kerusakan membran sel struktur retikulum dan fungsi oksidasi mitokondria
- Perdarahan intestinal khususnya pada neonatus - Karotinemia dengan xantosis kulit
- Anoreksia
- Kulit kering dan pecah-pecah
- Nyeri tulang panjang
- Tekanan intrakranial meninggi
- Hambatan pertumbuhan
- Tidak ada
- Tidak berbahaya
- Tidak diketahui
- Tidak diketahui
- Tidak diketahui
- Tidak diketahui
- Asam nikotinat menyebabkan vasodilatasi dengan gejala kemerahan kulit, rasa gatal, gangguan sirkulasi, peristalsis berubah
- Tidak ada
- Kalsifikasi pada jaringan lunak dan organ tubuh
- Diare
- Mual
- Tidak diketahui
- Hiperbilirubinemia pada neonatus/BBLR - Hati
- Minyak ikan
- Susu, produk lemak susu
- Ikan air tawar
- Kuning telur
- Mentega
- Sayur dan buah berwarna hijau, kuning, merah
- Hati
- Daging
- Susu, ASI
- Kuning telur
- Serealia: beras setengah giling, gandum, kacang-kacangan
- sayur
- Susu, keju
- Hati, jeroan
- Daging
- Telur
- Ikan
- Sayur berdaun hijau
- Susu
- Daging
- Hati, ginjal
- Ikan
- serealia
- Kacang tanah
- Daging
- Jeroan
- Ikan
- Telur
- Susu, keju
- Ragi
- Makanan dari hewan
- Sintesis dalam usus
- Hati
- Sayuran berdaun hijau
- Serealia
- Kacang-kacangan
- Keju
- Daging
- Ikan
- Ayam
- Hati
- Serealia
- Sayur berdaun hijau
- Kacang tanah
- Buah rasa asam
- Tomat
- Arbei, jeruk
- Kubis
- Semangka, blewah
- Sayur berwarna hijau
- Kuning telur
- Margarin
- Minyak ikan
- Susu yang diferifikasi
- Paparan cahaya matahari
- Sayur berdaun hijau, wortel
- Kacang-kacangan: kacang polong
- Minyak berasal dari serealia
- ASI/kolostrum
- Kacang kedelai
- Hampir semua makanan terutama sayur berdaun hijau, wortel, kubis
- Ikan
- Hati babi
- Sintesis flora usus
Kamis, 07 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar