Free Shoutbox Technology Pioneer

Senin, 22 Maret 2010

Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Ablatio Retina

Ablasio Retina adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991) Ablatio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan (Barbara L. Christensen 1991).
Tanda dan Gejala Ablatio Retina

* Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang.
* Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters)
* Muncul tirai hitam di lapang pandang
* Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala

Patofisiologi Ablatio Retina
Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya:

1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca.
3. Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.

Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio Retina

* Pemeriksaan visus
* Ophtalmoskop indirek
* USG mata
* Campur Visi

Manajemen Terapi Ablatio Retina
Untuk memperbaiki Ablatio Retina dilakukan prosedur operasi scleral bucking yaitu pengikatan kembali retina yang lepas.
a. Pengelolaan penderita sebelum operasi

* Mengatasi kecemasan
* Membatasi aktivitas
* Penutup mata harus selalu dipakai untuk mencegah atau membatasi pergerakan bola mata
* Pengobatan dengan obat tetes mata jenis midriaticum untuk mencegah akomodasi dan kontriksi.

b. Pengelolaan penderita setelah operasi

* Istirahatkan pasien (bad rest total) minimal dalam 24 jam pertama.
* Ukur vital sign tiap jam dalam 24 jam pertama.
* Evaluasi penutup mata
* Bantu semua kebutuhan ADL
* Perawatan dan pengobatan sesuai program

Asuhan Keperawata n Pasien Dengan Ablatio Retina
a. Data Subyektif

* Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang beterbangan di ruang pandang.
* Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.
* Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba.

b. Data Obyektif

* Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak
* Aktifitas pasien terbatas
* Mata pasien tertutup dengan gaas
* Pasien mendapat obat tetes mata midryatil
* Wajah pasien tampak tegang dan cemas
* Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60


Diagnosa Keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien Ablatio Retina
Pre Operatif

1. Gangguan persepsi sensori penglihatan
2. Cemas
3. Kurang perawatan diri berhubungan


Post Operatif

1. Nyeri akut
2. Resiko infeksi
3. Kurang perawatan diri

Kanker Payudaraar

Kanker payudara adalah neoplasma ganas dengan pertumbuhan jaringan mammae abnormal yang tidak memandang jaringan sekitarnya, tumbuh ilfiltratif dan destruktif dan dapat bermetastase (Reksoprodjo, 1995).

Gejala Klinik Kanker Payudara
Gejala klinik yang lazim dijumpai pada pasien kanker payudara adalah sebagai berikut

* Teraba adanya massa atau benjolan pada payudara
* Payudara tidak simetris
* Ada perubahan kulit : penebalan, cekungan, kulit pucat disekitar puting susu, mengkerut seperti kulit jeruk purut dan adanya ulkus pada payudara
* Ada perubahan suhu pada kulit : hangat, kemerahan , panas
* Ada cairan yang keluar dari puting susu
* Ada perubahan pada puting susu : gatal, ada rasa seperti terbakar, erosi dan terjadi retraksi
* Ada rasa sakit
* Penyebaran ke tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan kadar kalsium darah meningkat
* Ada pembengkakan didaerah lengan


Etiologi Dan Faktor Predisposisi
Penyebab pasti dari kanker payudara belum diketahui. Kanker payudara hanya terjadi pada wanita setelah menarche, diduga bahwa perubahan siklus hormonal yang mungkin sebagai faktor penyebab tumbuhnya sel abnormal pada payudara. Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan kanker payudara, tetapi efek genetik ini tidak terlalu kuat.
Apabila seorang ibu menderita kanker payudara, kemungkinan anak wanitanya juga menderita kanker payudara adalah 2 sampai 3 kali lebih besar daripada kondisi populasi pada umumnya, tetapi tidak ada bukti pola yang spesifik inheritan (diturunkan) . Beberapa hipotesis menyatakan bahwa ada genotif yang menjadi predisposisi terbentuknya sel kanker tetapi harus ada interaksi dengan beberapa faktor non genetik sebelum terjadinya kanker.
Pasien yang riwayat kanker pada keluarganya positif, memiliki kecenderungan untuk mengalami kanker pada usia lebih muda dan frekuensi kejadiannya lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat kanker pada keluarganya.
Pada umumnya kanker payudara terjadi secara multi faktor. Selain kontribusi faktor genetik, jenis kelamin, usia, penyakit penyerta lain, juga dapat disebabkan oleh pola diit.

Mastektomi
Berdasarkan tujuan terapi pembedahan, mastektomi dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan kuratif dan tujuan paliatif.
Prinsip terapi bedah kuratif adalah pengangkatan seluruh sel kanker tanpa meninggalkan sel kanker secara mikroskopik. Terapi bedah kuratif ini dilakukan pada kanker payudara stadium dini(stadium 0, I dan II).
Sedangkan tujuan terapi bedah palliatif adalah untuk mengangat kanker payudara secara makroskopik dan masih meninggalkan sel kanker secara mikroskopik. Pengobatan bedah palliatif ini pada umumnya dilakukan untuk mengurangi keluhan-keluhan penderita seperti perdarahan, patah tulang dan pengobatan ulkus, dilakukan pada kanker payudara stadium lanjut,yaitu stadium III dan IV.
Prosedur pengangkatan sel kanker dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Mastektomi radikal, yaitu Mengangkat seluruh payudara, kulit, otot mayor dan minor, nodus limfe aksila dan jaringan lemak disekitarnya.
2. Mastektomi radikal modifikasi, seperti mastektomi radikal tetapi otot pektoralis mayor dipertahankan.
3. Mastektomi sederhana, Mengangkat payudara dengan mempertahankan otot-otot yang menyokong.
4. Mastektomi parsial, Mengangkat lesi dan jaringan disekitarnya termasuk nodus limfe.
5. Lumpektomi, Mengangkat lesi dan 3 sampai 5 cm jaringan ditepinya, jaringan payudara dan kulitnya dipertahankan.

Dismenore nyeri pada saat menstruasi

Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi.
Disebut dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan.
Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri pada saat menstruasi yang hebat.
Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama.

Nyeri pada dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin.
Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit. Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenore adalah:

* rahim yang menghadap ke belakang (retroversi)
* kurang berolah raga
* stres psikis atau stres sosial.


Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan
Perbedaan beratnya nyeri saat menstruasi tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore/nyeri menstruasi memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore. Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang persalinan.
Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun.
Penyebab dari dismenore sekunder adalah:
Endometriosis
• Fibroid
• Adenomiosis
• Peradangan tuba falopii
• Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut.
• Pemakaian IUD.

Gejala Dismenore (nyeri menstruasi)
Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada.
Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang.
Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah.

Pengobatan Dismenore (nyeri menstruasi)
Untuk mengurangi rasa nyeri saat menstruasi bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi.
Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan:

* istirahat yang cukup
* olah raga yang teratur
* pemijatan
* kompres hangat di daerah perut

Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala juga bisa dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olah raga secara teratur Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dismenore/nyeri pada saat menstruasi. Jika obat ini juga tidak efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi). Jika dismenore sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas.
Pengobatan untuk dismenore/nyeri pada saat menstruasi sekunder tergantung kepada penyebabnya

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Tetanus

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Etiologi
Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Timbulnya teteanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

Patofisiologi
Suasana yang memungkinkan organisme anaerob berploriferasi dapat disebabkan berbagai keadaan antara lain :
a. luka tusuk dalam, misalnya luka tusuk karena paku, kuku, pecahan kaleng, pisau, cangkul dan lain-lain.
b. Luka karena kecelakaan kerja (kena parang, kecelakaan lalu lintas).
c. Luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telinga dan tonsil.

Cara kerja toksin
Toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui sumbu limbik masuk ke sirkulasi darah dan masuk ke Susunan Saraf Pusat (SSP). Toksin bersifak antigen , sangat mudah diikat jaringan syaraf dan bila dalam keadaan terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh toksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah sangat mudah dinetrakan oleh antitoksin spesifik.

Faktor predisposisi
a. Umur tua atau anak-anak
b. Luka yang dalam dan kotor
c. Belum terimunisasi

Tanda dan gejala
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Gambaran umum yang khas pada tetanus
a. Badan kaku dengan epistotonus
b. Tungkai dalam ekstensi
c. Lengan kaku dan tangan mengepal
d. Biasanya keasadaran tetap baik
e. Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :

1. Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
2. Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine, fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir. Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal, diaphoresis, takikardia dan sulit menelan

Prognosa
Sangat buruk bila ada OMP (Otitis Media Purulenta), luka pada kulit kepala.

Pemeriksaan diagnostik
a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuan otot rahang.
b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman sulit
c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

Penatalaksanaan
a. Umum
Tetanus merupakan keadaan darurat, sehingga pengobatan dan perawatan harus segera diberikan

1. Netralisasi toksin dengan injeksi 3000-6000 iu immunoglobulin tetanus disekitar luka 9tidak boleh diberikan IV)
2. Sedativa-terapi relaksan ; Thiopental sodium (Penthotal sodium) 0,4% IV drip; Phenobarbital (luminal) 3-5 mg/kg BB diberikan secara IM, iV atau PO tiap 3-6 jam, paraldehyde 9panal) 0,15 mg/kg BB Per-im tiap 4-6 jam.
3. Agen anti cemas ; Diazepam (valium) 0,2 mg/kg BB IM atau IV tiap 3-4 jam, dosis ditingkatkan dengan beratnya kejang sampai 9,5 mg/kg BB/24 jam untuk dewasa.
4. Beta-adrenergik bolcker; propanolol 9inderal) 0,2 mg aliquots, untuk total dari 2 mg IV untuk dewasa atau 10 mg tiap 8 jam intragastrik, digunakan untuk pengobatan sindroma overaktivitas sempatis jantung.
5. Penanggulangan kejang; isolasi penderita pada tempat yang tenang, kurangi rangsangan yang membuat kejang, kolaborasi pemeberian obat penenang.
6. Pemberian Penisilin G cair 10-20 juta iu (dosis terbagi0 dapat diganti dengan tetraciklin atau klinamisin untuk membunuh klostirida vegetatif.
7. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Diit TKTP melalui oral/ sounde/parenteral
9. Intermittent positive pressure breathing (IPPB) sesuai dengan kondisi klien.
10. Indwelling cateter untuk mengontrol retensi urine.
11. Terapi fisik untuk mencegah kontraktur dan untuk fasilitas kembali fungsi optot dan ambulasi selama penyembuhan.

b. Pembedahan

1. Problema pernafasan; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
2. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

Resiko perilaku kekerasan

A. Masalah Utama
Resiko perilaku kekerasan

B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Perilaku kekerasan (agresif) adalah suatu bentuk perilaku yang diarahkan pada tujuan menyakiti atau melukai orang lain yang dimotivasi menghindari perilaku tersebut (Kaplan dan Sadock, 1997).
Perilaku kekerasan adalah keadaan dimana individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain.
2. Tanda dan gejala
Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut :
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut :
a. Pasif agresif
1) Sikap suka menghambat
2) Bermalas-malasan
3) Bermuka masam
4) Keras kepala dan pendendam
b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)
1) Suka membantah
2) Menolak sikap penjelasan
3) Bicara kasar
4) Cenderung menuntut secara terus-menerus
5) Hiperaktivitas
6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasan
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Sebagai faktor dari klien yang bertingkah laku agresif menurut Stuart dan Laria (1998) antara lain :
1) Psikologis
2) Perilaku
3) Sosial budaya
4) Bioneurologis
b. Faktor presipitasi
Menurut Stuart dan Laria (1998) faktor pencetus dapat bersumber dari lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Dari klien misalnya terputusnya percaya diri, yang kurang ketidakpercayaan dari situasi lingkungan misalnya lingkungan yang ribut, padat, penghinaan, dan kehilangan kemudian dari interaksi sosial seperti adanya konflik
4. Akibat dan mekanisme
Resiko tinggi menciderai diri sendiri dan orang lain, seseorang dengan resiko perilaku kekerasan dimana dia mengalami kegagalan yang menyebabkan frustasi yang dapat menimbulkan respon menentang dan melawan seseorang melakukan hal sesuai dengan keinginannya akibatnya dia menunjukkan perilaku yang mal adaptif yang menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
5. Penyebab dan mekanisme
Harga diri rendah, seseorang dengan Harga diri rendah, ia merasakan bahwa dirinya tidak mampu, tidak mempunyai keberdayaan untuk memecahkan masalah sehingga klien menggunakan respon mal adaptif perilaku kekerasan.
C. Pohon Masalah
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Resiko perilaku kekerasan


Harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Data :
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
d. Menuntut
2. Perilaku kekerasan
Data :
a. Agresif
b. Gaduh
c. Gelisah
d. Menyentuh orang lain secara menyakitkan
e. Mengancam, melukai
f. Marah tingkat ringan sampai serius

3. Harga diri rendah
Data :
a. Kurang bergairah
b. Tidak peduli lingkungan
c. Kegiatan menurun
d. Banyak tidur siang
e. Tinggal di tempat tidur dengan waktu yang lama
f. Apatis
g. Efek tumpul dan komunikasi verbal kurang

E. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Resiko perilaku kekerasan.

F. Rencana Tindakan Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
1. Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan tindakan kekerasan.
Tujuan khusus :
Tujuan khusus 1 yaitu klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria evaluasi :
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Bersedia menceritakan perasaan
Intervensi :
a. Beri salam setiap berinteraksi
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat, dan tujuan perawat berinteraksi.
c. Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien.
d. Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
f. Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus 2 yaitu klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya :
Kriteria evaluasi :
a. Setelah 1 kali pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.
b. Menceritakan penyebab perasaan jengkel atau kesal baik dari didi sendiri maupun lingkungan.
Intervensi :
Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya :
a. Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya.
b. Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien.
Tujuan khusus 3 yaitu klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Intervensi :
Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini
a. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya.
b. Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi.
c. Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami bisa teratasi.
Tujuan khusus 5 yaitu klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan akibat perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini :
a. Diri sendiri : luka, dijauhi teman, dan lain-lain.
b. Orang lain atau keluarga : luka, tersinggung, ketakutan, dan lain-lain.
c. Lingkungan : barang atau benda rusak.
Intervensi :
Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada :
a. Diri sendiri, orang lain (keluarga, lingkungan.
Tujuan khusus 6 yaitu klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
Kriteria hasil :
Setelah 1 kali pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan.
a. Tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain.
b. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel dan bicara kasar.
c. Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.
Intervensi :
Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya.
a. Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi.
b. Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosinya) saat perilaku kekerasan terjadi.
c. Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat perilaku kekerasan terjadi.
Tujuan khusus 4 klien mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :
a. Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya.
b. Perasaan saat melakukan kekerasan.
c. Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :
a. Menjelaskan cara-cara saat mengungkapkan marah.
Intervensi :
Diskusikan dengan klien :
a. Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat.
1) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selama perilaku kekeraasn yang diketahui klien.
2) Jelaskan cara-cara sehat untuk melakukan marah :
a) Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
b) Verbal : mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal pada orang lain.
c) Spiritual : sembahyang, berdo’a, dzikir, meditasi sesuai dengak keyakinanya masing-masing.
Tujuan khusus 7 yaitu klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan klien memeragakan cara mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
a. Fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur.
b. Verbal : mengungkapkan perasaan kesal atau jengkel pada orang lain tanpa menyakiti
c. Sosial : latihan asertif dengan orang lain.
d. Spiritual : dxikir, berdo’a, meditasi sesuai agamanya
Intervensi :
a. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien dan memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
b. Latih klien memperagakan cara yang dipilih :
1) Peragakan cara melakukan cara yang dipilih
2) Jelaskan manfaat cara tersebut
3) Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan
4) Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
c. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah atau jengkel.
Tujuan khusus 8 yaitu klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan.
Kriteria evaluasi :
Setelah 1 kali pertemuan keluarga menjelaskan :
a. Cara merawat klien dengan perilaku kekerasan
b. Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien
Intervensi :
a. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk mengatasi perilaku kekerasan.
b. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan.
c. Jelaskan pengertian, penyebab akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
d. Peragakan cara merawat klien (mengenal perilaku kekerasan).
e. Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang.
f. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang telah dilatihkan.
Tujuan khusus 9 yaitu klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan :
Kriteria hasil :
Setelah 1 kali pertemuan klien menjelaskan :
a. Manfaat minum obat, kerugian tidak minum obat, nama obat, bentuk dan warna obat, dosis yang diberikan kepadanya, waktu pemakaian dan cara pemakaian, serta efek yang dirasakan.
b. Klien menggunakan obat sesuai program.
Intervensi :
a. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak minum obat.
b. Jelaskan kepada klien :
1) Jenis obat (nama, warna, dan bentuk obat)
2) Dosis yang tepat untuk klien
3) Waktu pemakaian
4) Cara pemakaian
5) Efek yang akan dirasakan klien
c. Anjurkan klien :
1) Minta dan menggunakan obat tepat waktu.
2) Lapor ke perawat atau dokter jika mengalami efek yang tidak biasa.
3) Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mondar-mandir, tatapan tajam, nada suara tinggi.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. TUK 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. TUK 2 :
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya.
c. TUK 3 :
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
d. TUK 4 :
Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.
e. TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.

g. TUK 7 :
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan keperawatan
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Membantu klien mengungkapkan perasaan dan penyebab perasaannya marah.
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.
d. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan.
e. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
f. Mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
g. Mengidentifikasi cara latihan mengontrol fisik.

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak perkenalkan nama saya Dewi marsanti saya biasa dipanggil Dewi, saya dinas pagi dari jam 07.00 sampai siang nanti jam 13.00. Kalau boleh kenalan nama mbak siapa ? Suka dipanggil apa ? Wah bagus sekali namanya.
b. Validasi
Sudah berapa lama Mbak Y di sini ? Apakah Mbak Y masih ingat siapa yang membawa kesini ? bagaimana perasaan Mbak Y saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah ?
c. Kontrak
1) Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap ?
2) Tempat : Enaknya kita bercakap-cakap dimana ? Bagaimana kalau di sini saja ?
3) Waktu : Mbak Y mau berapa lama bercakap-cakapnya ? Bagaimana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Apa yang menyebabkan Mbak Y marah ? Apakah Mbak Y pernah marah ? Terus penyebabnya apa ? Pada saat penyebab marah itu datang apa yang Mbak Y rasakan ? Apakah Mbak Y merasa kesal ingin mengamuk ? Saat marah muncul apa yang Mbak Ylakukan ? Apakah dengan cara itu masalah Mbak Y dapat terselesaikan ? Apa akibat dari perilaku yang Mbak Y lakukan tadi ? Maukah Mbak Y belajar mengungkapkan masalah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian ?
Ada 4 cara untuk belajar mengungkapkan masalah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian yaitu :
a. Cara fisik pertama dengan tarik nafas, cara fisik dua memukul bantal atau kasur.
b. Secara verbal atau sosial dengan cara mengungkapkan perasaan dengan baik, menolak dengan baik, dan meminta dengan baik.
c. Secara spiritual dengan cara berdo’a, beribadah meminta pada Tuhan agar diberi kesabaran.
d. Patuh obat dengan minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama klien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan akibat berhenti minum obat). Sekarang bagaimana kalau kita belajar cara fisik yang pertama dulu ? Begini Mbak Y caranya kalau tanda-tanda marah tadi sudah Mbak W rasakan maka Mbak Y berdiri lalu tarik nafas, tahan sebentar lalu keluarkan perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan, ayo sekarang Mbak Y mencoba sendiri ? Iya Mbak Y melakukannya dengan bagus sekali.
3. Evaluasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah latihan nafaas dalam tadi ?
b. Evaluasi obyektif
Mbak Y tadi sudah melakukan latihan mengendalikan marah dengan cara fisik pertama (nafas dalam) coba Mbak Y lakukan latihan lagi saya mau lihat.
c. Rencana tindak lanjut
Coba selama saya tidak ada Mbak Y tetap melakukan latihan nafas dalam ya .
d. Kontrak
Baik bagaimana kalau besok pagi jam 08.00 saya datang dan kita latihan cara fisik yang kedua untuk mencegah atau mengontrol marah, Mbak Y mau ngobrolnya di mana ? Bagaimana kalau di sini saja ?

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 2

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien mau melakukan cara fisik pertama (nafas dalam), klien kooperatif, kontak mata ada.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus 4-6
a. TUK 4 :
Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.
b. TUK 5 :
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
c. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
4. Tindakan keperawatan
a. Mengevaluasi latihan nafas dalam
b. Latihan cara fisik


B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak Y sesuai janji saya kemarin pagi sekarang saya datang lagi.
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan Mbak Y saat ini adakah hal yang menyebabkan Mbak Y marah ?
c. Kontrak
1) Topik : Baik sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan latihan fisik untuk cara yang lain ?
2) Tempat : Mbak Y mintanya ngobrol berapa menit ? bagaimana kalau 10 menit ?
3) Waktu : Di mana kita ngobrolnya ? Bagaimana kalau duduk di kursi itu ?
2. Kerja
Kalau ada yang menyebabkan Mbak Y marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, selain nafas dalam Mbak Y dapat melakukan pukul bantal atau kasur. Sekarang mari kita lakukan pukul bantal atau kasur, di mana tempat tidur Mbak Y ? Jadi nanti kalau Mbak Y kesal dan ingin marah langsung ke tempat tidur dan melampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul bantal atau kasur. Nah coba Mbak Y lakukan pukul bantal atau kasur, iya Mbak Y melakukan dengan bagus sekali. Cara ini dapat dilakukan apabila ada perasaan ingin marah, kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah latihan cara menyalurkan marah tadi ?
b. Evaluasi obyektif
Ada berapa cara yang sudahkita latih, coba sebutkan lagi ? Mbak Y benar sekali.
c. Rencana tindak lanjut
Mbak Y latihan cara mengontrol marah yang saya ajarkan tadi ya, kalau ada keingiinan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara yang telah saya ajarkan tadi ya.
d. Kontrak
1) Topik : Baiklah kita ketemu lagi akan latihan cara mengontrol marah dengan mengungkapkan secara baik.
2) Waktu : Mau jam berapa Mbak Y ? Baik jam 9 pagi ya ?
3) Tempat : Mbak Y mintanya ngobrol di mana ? Bagaimana kalau disini lagi saja.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 3

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Klien kooperatif
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
TUK 6 - 7:
4. Tindakan keperawatan
Melatih atau mempraktekkan cara verbal

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak Y sesuai janji saya tadi sekarang kita ketemu lagi.
b. Validasi
Bagaimana Mbak Y sudah dilakukan latihan nafas dalam dan pukul bantal atau kasur ? apa yang dirasakan setelah dilakukan secara teratur ? bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah ?
c. Kontrak
Mbak Y mintanya ngobrol di mana ? Bagaimana kalau di sini saja, berapa lama Mbak Y mau berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah, kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dan pukul bantal sudah lega,maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada 3 cara meminta dengan baik dengan nada yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar, menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh anda Mbak Y tidak ingin melakukannya katakan ”maaf saya tidak bisa melakukannya”, coba Mbak Y lakukan ! bagus sekali. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perilaku orang lain yang membuat kesal Mbak dapat mengatakan ”saya jadi ingin marah karena perkataan itu”. Coba Mbak Y praktekkan ! Wah Mbak Y bagus sekali.
3. Terminasi
a. Evaluasi subyektif
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan bicara yang baik ?
b. Evaluasi obyektif
Coba Mbak Y sebutkan lagi cara yang baik yang telah saya ajarkan tadi, Iya bagus sekali.

c. Rencana tindak lanjut
Mbak Y melatih terus cara-cara yang sudah saya ajarkan tadi ya.
d. Kontrak
Bagaimana kalau kita bertemu lagi kita akan latihan mengatasi rasa marah yaitu dengan cara spiritual (ibadah), Mbak Y bersedia ? mau dimana Mbak Y ngobrolnya ? Di sini lagi saja ya. Mbak Y mau latihannya jam berapa ? Bagaimana kalau jam 10.00 ?

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 4

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Kontak mata ada, pasien kooperatif
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus 6 - 7
a. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
b. TUK 7 :
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan keperawatan
Mendiskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan secara verbal, latihan sholat atau berdo’a.

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Assalamu’alaikum Mbak Y sesuai janji kita kemarin sekarang saya datang lagi.
b. Validasi
Bagaimana Mbak Y latihan apa yang sudah dilakukan ? Apa yang dilakukan setelah melakukan latihan secara teratur ? Bagus sekali bagaimana rasa marahnya ?
c. Kontrak
Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara yang lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah, di mana enaknya kita ngobrolnya, bagaimana kalau disini saja ? Berapa lama Mbak Y mau ngobrolnya ? Bagaimana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Mbak Y lakukan, bagus sekali yang mana yang mau dicoba ? Nah kalau Mbak Y sedang marah Mbak Y langsung duduk tarik nafas dalam jika tidak reda juga marahnya rendahkan badan agar rileks jika tidak reda juga, ambil air wudhlu kemudian sholat, Mbak Y bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan. Coba Mbak Y sebutkan sholat 5 waktu ! Bagus mau coba yang mana, coba sebutkan caranya !
3. Terminasi
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini ? Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari ? Bagus
Coba Mbak Y sebutkan lagi cara ibadah sholat yang dapat Mbak Y lakukan bila Mbak Y merasa marah.
Baiklah kita ketemu lagi ya, Mbak Y besok kita bicarakan cara yang lain untuk mengontrol rasa marah yaitu dengan patuh minum obat, mau jam berapa Mbak Y ? Jam 08.00
Besok kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah Mbak Y, setuju ?
Sampai ketemu besok ya assalamu’alaikum.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN 5

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Pasien tampak tenang dan kooperatif.
2. Diagnosa keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan khusus
a. TUK 6 :
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan.
b. TUK 7 :
Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
4. Tindakan keperawatan
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian praktek pasien untuk mencegah marah yang sudah dilakukan.
b. Latihan pasien minum obat secara teratur dengan prinsip 5 benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan akibat berhenti minum obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.
c. Susun jadwal minum obat secara teratur.

B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi
Assalamu’alaikum Mbak Y sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi. Bagaimana Mbak Y sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur atau bantal, bicara yang baik serta sholat ? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur ? Coba kita latihan atau cek kegiatannya ? Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah ? Di mana kita akan berbincang ? Bagaimana kalau di tempat kemarin ? Berapa lama Mbak Y mau berbincang-bincang ? Bagaiamana kalau 10 menit ?
2. Kerja
Mbak Y sudah dapat obat dari dokter ? Berapa macam obat yang Mbak Y minum ? Warnanya apa saja ? Bagus, Jam berapa Mbak Y minum ? Bagus ! Obatnya ada berapa macam Mbak Y kalau yang warnanya orange namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang putih namanya THP agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semua ini harus Mbak Y minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7 malam. Bila nanti setelah minum obat mulut Mbak Y terasa kering untuk membantu mengatasinya bisa menghisap es batu dan bila mata merasa berkunang-kunang Mbak Y sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu.
Nanti di rumah sebelum minum obat ini Mbak Y lihat dulu di tabel kotak obat, apakah benar Mbak Y tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa harus diminum, apakah nama obatnya sudah benar ? Di sini minta obatnya pada perawat kemudian cek lagi apakah benar obatnya ? Jangan pernah menghentikan minum obatnya sebelum konsultasi dengan dokter ya Mbak Y, karena dapat terjadi kekambuhan. Sekarang mari kita masukkan waktu minum obat ke dalam jadwal ya Mbak Y.
3. Terminasi
Bagaimana perasaan Mbak Y setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar. Nah sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari, sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat, jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya ? Baik, besuk kita ketemu kembali untuk melihat sejauhmana Mbak Y melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah, sampai jumpa Mbak Y.
Assalamu’alaikum.


LAPORAN PENDAHULUAN

A. Masalah Utama
Gangguan Harga diri rendah

B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dan hubungan dengan orang lain (Tucker, 1998).
Menarik diri adalah kondisi atau keadaan di mana individu mengalami atau beresiko terhadap respon ketidakefektifan dan ketidakpuasan dan interaksi (Carpenito, 2001).
Menarik diri adalah suatu usaha untuk menghindari interaksi dengan orang lain (Keliat, 1999).
Menarik diri adalah kondisi kesepian yang diekpresikan oleh individu dan dirasakan sebagai yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998).
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) rentang respon sosial dari adaptif dan mal adaptif dapat digambarkan.
2. Tanda dan gejala
a. Kurang spontan
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kurang berseri
d. Afek tumpul
e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
f. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada
g. Mengisolasi diri, klien tampak memisahkan diri dengan orang lain
h. Tidak ada atau kurang sadar dengan keadaan lingkungan
i. Aktifitas menurun
j. Kurang energi harga diri rendah
k. Pada saat tidur posisi seperti janin
Tanda dan gejala klien dengan gangguan isolasi sosial adalah sedih, kontak mata hilang atau kurang, efek tumpul, melakukan tindakan berulang yang tidak bermakna, posisi tidur seperti janin, mengekspresikan perasaan sendiri atau penolakan, disfungsi, interaksi dengan sebaya, keluarga atau orang lain, menjaga jarak dengan orang lain dan tidak komunikatif. (Townsend 1998).
3. Akibat dan mekanisme
a. Akibat yang mungkin ditimbulkan pada klien yang mengalami isolasi sosial yaitu resiko perilaku kekerasan.
b. Mekanisme
Pada klien menarik diri atau isolasi sosial, klien hanya menerima rangsangan internal tanpa mempertimbangkan imajinasi berlebihan.
4. Penyebab dan mekanisme
a. Gangguan persepsi sensori : harga diri rendah.

b. Mekanisme
Harga diri rendah pada klien isolasi sosial karena kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya dukungan dari orang lain atau orang tua, banyaknya permasalahannya yang dihadapi, ketegangan kecemasan yang tidak terjamin untuk mengembangkan kehangatan, kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain sehingga klien merasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

C. Pohon Masalah
Risiko perilaku kekerasan

Isolasi sosial

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

D. Masalah Keperawatan
1. Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Data :
a. Agresif
b. Gaduh
c. Gelisah
d. Menyentuh oran lain secara menyakitkan
e. Mengancam melukai
f. Marah tingkat ringan sampai serius
2. Gangguan isolasi sosial
Data yang perlu dikaji :
a. Gangguan pola makan, nafsu makan menurun atau meningkat
b. BB meningkat atau menurun drastis
c. Kemunduran kesehatan fisik
d. Tidur berlebihan
e. Tinggal di tempat tidur dengan waktuyang lama
f. Banyak tidur siang
g. Kurang bergairah
h. Tidak peduli lingkungan
i. Kegiatan menurun
j. Mondar-mandir, mematung, gerakan langsung
k. Apatis
l. Efek tumpul dan komunikasi verbal kurang
3. Gangguan konsep diri, harga diri rendah
Data yang perlu dikaji :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri
b. perasaan atau pikiran negatif terhadap orang lain
c. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
d. Percaya diri kurang
e. Menciderai diri akibat harga diri rendahd dan harapan yang suram
f. Pembicaraan kacau
g. Merasa tidak berguna, tidak bisa melakukan peran
E. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Isolasi sosial
3. Gangguan konsep diri, menarik diri

F. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Isolasi sosial
a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi.
b. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Intervensi :
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
c. TUK 2 : Klien dapat menyebutkan penyebab isolasi sosial
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku isolasi sosial dan tanda-tanda
2) Berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab isolasi sosial atau tidak mau bergabung
3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku isolasi sosial tanda-tanda serta penyebab yang muncul
4) Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
d. TUK 3 : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian tidak berhubugnan dengan orang lain.
Intervensi :
1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan
2) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
3) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
4) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berhubugan dengan orang lain
5) Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
6) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
7) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
8) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
e. TUK 4 : Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :
a). K – P
b). K – P – P lain
c). K – P – P lain – K lain
d). K – Kel / Kelp / Masy
3) Beri reinforcement terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4) Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
6) Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7) Beri reinforcement atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
f. TUK 5 : Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungand engan orang lain.
Intervensi :
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan orang lain
2) Diskusikan denga klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
3) Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan dengan orang lain.
g. TUK 6 : Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atas keluarga mampu mengembangkan kemampua klien untuk bertanya pada orang lain.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
a). Salam perkenalkan diri
b). Sampaikan tujuan
c). Buat kontrak
d). Eksplorasi perasaan klien
2) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
a). Perilaku isolasi sosial
b). Penyebab perilaku isolasi sosial
c). Akibat yang akan terjadi jika perilaku sosial tidak ditanggapi
d). Cara keluarga menghadapi klien isolasi sosial
3) Dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4) Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergagitan menjenguk untuk terminal satu kali seminggu
5) Beri reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai oleh klien.

DAFTAR PUSTAKA



Carpenito, L.J., 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan), Edisi 8, EGC, Jakarta.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa, Widya Medika, Jakarta

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika, Jakarta.

Keliat, B.A., Herawati, N., Panjaitan, R.U., dan Helen N., 1998, Proses Keperawatan Jiwa, EGC, Jakarta.

Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Kusuma W., 1997, Kedaruratan Psikiatrik dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Nanda, 2001, Diagnosis Keperawatan Nanda, Jakarta

Nanda, 2006, Nursing Diagnosis : Definition and Clasification, Philadelpia.

Stuart, G.W dan Sundeen, S.J., 1998, Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan), EGC, Jakarta.

Townsend, M.C., 1998, Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatrik (terjemahan), Edisi 3, EGC, Jakarta

Asuhan Keperawatan Malaria Tropika

Pengertian
Malaria tropika disebut juga dengan malaria palsifarum, yaitu jenis malaria yang disebabkan oleh plasmodium palsifarum.

Pengkajian Keperawatan
a. Data Subjektif
1) Gejala klinis
(1). Demam
(2). Menggigil
(3) Slenomegali (pembesaran lien)
(4). Anemia
(5) Ikterus
(6) Hepatomegali
2). Keluhan
(1) Panas
(2) Menggigil
(3) Pusing
(4) Mual
(5) Nafsu makan menurun
(6) Lemah
(7) Kadang disertai diare
(8) Muntah


b. Data Objektif
(1) Pemeriksaan Diagnostik:
a) Pemeriksaan darah tepi (DDR) plasmodium falsiparum positif (+)
b) Pemeriksaan Hb terjadi penurunan nilai normal.
c) Pemeriksaan fungsi hati SGOT/SGPT, Urobilin dan Bilirubin (jika terdapat tanda komplikasi hepar)
d) Pemeriksaan fungsi ginjal: BUN Kreatinin
e) Pemeriksaan fungsi saraf: tingkat kesadaran dengan menggunakan skala GCS. Hal ini dilakukan jika terjadi komplikasi cerebral malaria.

(2) Komplikasi
a) Gangguan otak berupa penurunan tingkat kesadaran :
(a) delirium
(b) disorientasi
(c) stupor
(b) koma
(e) kejang
(f) tanda neurologist fokal
b). Saluran gastrointestinal
(a) muntah
(b) diarae hebat
(c) perdarahan
(d) malabsorbsi
c). Komplikasi ginjal
(a) nekrosis tubular akut
(b) hemoglobinuria
(c) gagal ginjal akut
d) Hati
(a) Ikterik
(b) billous remitten fever
(c) billous remitent fever:
e) Paru
(a) Edema paru
f) Komplikasi lain
(a) anemia
(b) malaria hiperpireksis
(c) hipoglikemia
(d) demam kencing hitam (black water fever)


Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan pengkajian keperawatan, diagnosis keperawatan yang mungkin terjadi pada malaria tropika, yaitu (Nanda, 2006), yaitu:

a. Hipertermi
Definisi
Peningkatan suhu tubuh di atas normal.

Karakteristik
1) peningkatan suhu tubuh di atas normal
2) gemetar
3) kejang
4) kulit kemerahan
5) peningkatan frekuensi pernafasan
6) takikardi
7) hangat

Faktor yang berhubungan
1) invasive plasmodium falsiparum.

Rumusan Diagnosis Keperawatan
Hipertermi berhubungan dengan invasive plasmodium falsiparum ditandai dengan
DS: Melaprkan panas
DO: 1) peningkatan suhu tubuh di atas nomal, 2) gemetar, 3 kejang, 4) kulit kemerahan, 5) peningkatan frekuensi pernafasan (FP), 6) takikardia, 7) hangat (kulit teraba panas)

b. Kekurangan volume cairan

Definisi
Penurunan cairan intravaskular, intestinal, dan atau intraseluler. Hal ini berhubungan dengan dehidrasi, kekurangan cairan tanpa kekurangan sodium.

Karakteristik

1) Kelelahan
2) Turgor kulit berkurang/Lidah kering
3) Peningkatan irama N, TD,
4) Perubahan Volume N
5) Penurunan pengisian vena (capiler revil)
6) Perubahan status mental
7) Penurunan urin output
8) Peningkatan konsentrasi urin
9) Peningkatan suhu tubuh
10) Peningkatan hematokrit
11) Penurunan BB mendadak


Rumusan Diagnois Keperawatan
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan hipertermia, muntah dan diare sekunder terhadap malaria tropika (invasive plasmodium palsifarum) ditandai dengan:
DS: Melaporkan rasa haus, panas, lemah, diare, muntah
DO: 1) lemah, 2) peningkatan suhu tubuh di atas normal, 3) turgor kulit berkurang, 4) mukosa lendir mulut kering, 5)peningkatan irama nadi (frekuensi jantung/FJ), 6) perubahan volume nadi, 7) penurunan capiler revil, 8) perubahan status mental, 9) penurunan urin output, 10) peningkatan konsentrasi urin, 11) peningkatn hematokrit, penurunan BB secara mendadak, 12) asidosis metabolik.




c.Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi
Ketebatasan dalam ketergantungan, secara pisik bertujuan menggerakkan badan salah satu atau lebih anggota ekstremitas.

Karakteristik

1) Ketidakstabilan postur tubuh selama melakukan aktifitas sehari – hari
2) Keterbatasan kemampuan untuk membentuk ketrampilan gerak
3) Keterbatasan kemampuan untuk membentuk ketrampilan gerak
4) Tidak terkoordinasi/pergerakan tersendat
5) Keterbatasan melakukan pergerakan
6) Sulit kembali
7) Perubahan gaya berjalan (contoh: berjalan lambat, sulit mengenal gaya berjalan, langkah pendek, menyeret kaki, posisi lengan lateral berlebihan)
8) Kurang bereaksi terhadap waktu
9) Bergerak disertai sesak napas
10) Menggunakan susbstansi dalam bergerak (contoh: meningkat perhataian terhadap aktivitas orang lain
11) Pergerakan lambat
12) Bergerak disertai tremor

Faktor yang berhubungan

1).Kelemahan secara umum
2) Penuurunan tingkat kesadaran

Rumusan Diagnosis Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan secara umum dan penurunan tingkat kesadaran ditandai dengan
DS: melaporkan lemah, 2) bingung, 3) tidak sadar
DO: 1) lemah, 2) delirium, 3) suporo coma, 4) coma, 5) GCS abnormal, 6) tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari (makan, minum, toileting, berpakaian, menyisir rambut), 7) sulit bergerak sendiri (bergerak dengan dibantu), 8) berjalan lambat, 9) bingung, 10) sesak nafas bila bergerak.


d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi
Kekurangan pemasukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

Karakteristik

1) BB 20% kurang dari BB ideal
2) Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan sehari-hari
3) Konjungtiva dan mukosa membran pucat
4) Kelemahan otot menelan/pengunyah
5) Peradangan pada tenggorokan
6) Terdapat tanda-tanda kurang makan
7) Tidak mampu mencerna makanan
8) Kehilangan BB dengan intake nutrisi yang tetap adekuat
9) Nyeri/kaku pada perut dengan atau tanpa kelaianan patologi
10) Pasien melaporkan kehilangan sensasi merasakan makanan
11) Peningkatan/hiperaktif suara peristaltik usus
12) Tidak tertarik terhadap makanan
13) Diare atau steatorhea
14) Kurang informasi/mis informasi tentang nutrisi
15) Perubahan pada rambut

Faktor Yang Berhubungan
1) Penurunan tingkat kesadaran
2) Malabsorbsi sekunder terhadap malaria tropika
3) Anoreksia


Rumusan Diagnosis Keperawatan
Ketidakseimabngan nutrisi kurng dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran, malabsorbsi, dan anoreksia sekunder terhadap malaria tropika ditandai dengan
DS:1) Melaporkan tidak ada nafsu makan, 2) berat badan menuruan
DO:1) BB 20% kurang dari BB ideal, 2) konjungtiva dan mukosa membran pucat, 3) mual, 4) tidak mau makan, 5) tidak mampu mencerna makanan, 6) peningkatan/hiperaktif suara peristaltik usus, 7) bingung, 8) delirium, 9) suporo coma, 10)coma, 11) GCS abnormal.


e.Nyeri akut
Definisi
Perasaan tidak menyenangkan dan pengalaman emosional timbul dari kerusakan jaringan aktual atau potensial atau menjelaskan tentang beberapa kerusakan. Terjadi secara mendadak atau lambat pada berbagai intensitas dari ringan sampai berat dengan antisipasi atau prediksi akhir dan lamanya kurang dari enam bulan.

Karakteristik

1) Melaporkan secara verbal atau dengan kode
2) Riwayat nyeri
3) Posisi menahan sakit (antalgig position)
4) Menunjukkan isyarat perlindungan
5) Posisi penjagaan
6) Kedok wajah
7) Gangguan tidur ( mata sayu, nampak menggigit, tergopoh – gopoh, meringis)
8) Berpusat pada diri sendiri
9) Pemusatan sempit (gangguan persepsi waktu, gangguan proses berfikir, menolak interaksi dengan orang dan lingkungan/menyendiri)
10) Perilaku kacau
( contoh: benci dengan orang, dan atau aktivitas, mengulangi aktivitas)
11. Respon autonomi (contoh: berkeringat banyak, perubahan tekanan darah, respirasi, nadi delatasi pupil)
11) Perubahan autonomik tekanan otot (mulai dari lemes sampai kaku)
12) Menunjukkan perilaku (sulit istirahat, merintih, menangis, waspada, lekas
marah, berkeluh – kesah)
13) Perubahan selera makan dan makan.


Faktor Yang Berhubungan
Invasisf plasmodium palsifarum

Rumusan diagnosis Keperawatan
Nyeri akut berhubungan dengan invasive plasmodium falsiparum ditandai dengan
DS : melaporkan nyeri (seperti sakit kepala, sakit pada tulang-tulang, sakit perut)
DO: 1) ekspresi wajah meringis, 2) managis, 3) menjerit, 4) menahan sakit, 5) tidak bisa tidur, 6) gelisah, 7) tidak mau diganggu (menolak berintegaksi dengan orang lain), 8) cepat marah, 9) banyak keringat, 10) perubahan tanada vital (TD, FP/N, FP (RR), TD), 11) lemah, 12) penurunan kekuatan otot, 13) malas makan

f. Kelemahan
Definisi
Persepsi tindakan seseorang tidak akan sesuai dengan hasil, kurang dapat mengontrol situasi yang terjadi berlebihan atau kejadian mendadak.

Karakteristik

Rendah
1) Peningkatan energi tidak
sesuai
2) Pasif
Sedang
1) Tidak berpartisipasi pada perawatan atau mengambil keputusan saat diberi kesempatan
2) Benci, marah, bersalah
3) Segan mengekspresikan bebenaran
4) Pasif
5) Tergantung dengan orang lain yang mungkin mengakibatkan kemarahan
6) Takut berpisah dari yang merawat
7) Tidak puas dan frustrasi
8) Interaksi interpersonal
9) Gaya hidup tak terpenuhi
10) Ragu – ragu mengekspresikan peran
11) Tidak memonitor kemajuan
12) Tidakmempertahan kan perawatan diri ketika terjadi perubahan
13) Tidak mampu memperoleh informasi perawa Berat
14) Tidak dapat mengontrol perawatan diri atau pengaruh rangsangan aatau pengaruh yang akan datang
15) Apatis
16) Depresi yang memparah pisik yang merupakan komplikasi pasien


Faktor yang berhubungan
1). Penurunan tingakt kesadaran sekunder terhadap invasif plasmodium palsifarum

g. Kurang perawatan diri: mandi
Definisi
Tidak mampu mandi/memelihara kebersihan diri sendiri.

Karakteristik
(1) Tidak mampu:
(1) Membasuh tubuh atau bagian tubuh
(2) Mendapat sumber air
(3) Mengatur temperatur atau mengalirkan air
(4) Mendapatkan perlengkapan mandi
(5) Mengeringkan badan
(6) Masuk atau keluar kamar mandi

Faktor Yang Berhubungan

1) Kelemahan
2) Penurunan tingkat kesadaran

h. Kurang perawatan diri berpakaian
Definisi
Ketidakmampuan untuk melakukan atau selesai berpakaian/bergaun sendiri.
Karakteristik

1) Tidak mampu untuk

1. Memakai atau mengambil pakaian ganti
2. Berpakian yang sesuai
3. Menggnti pakian


2) Tidak mampu untuk

1. Memakai pakian bagian atas
2. Memakai pakian bagian bawah
3. Memilih pakaian
4. Menggunakan alat bantu
5. Memasang resleting
6. Mengganti pakaian
7. Memakai kaus kaki
8. Merapikan pakaian
9. Mengambil pakaian
10. Memakai sepat



Faktor Yang Berhubungan
1) Nyeri
2) Gangguan kognitif
3) Kelemahan atau kecapekan
4) Gangguan neuromuskular

i. Kurang perawatan diri: makan
Definisi
Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan makan.

Karakteristik
1) Tidakmampu untuk

(1) Menyentuh makanan
(2) Mempersipkan makanan untuk dimakan
(3) Mengambil peralatan makan
(4) Mengunyah makanan
(5) Menggunakan alat bantu
(6) Meletakkan makanan ke dalam alat makan
(7) Membuka lemari
(8) Menelan makanan dengan cara aman
(9) Mengatur makanan di dalam mulut
(10) Memasukkan makananan ke dalam mulut
(11) Menghabiskan makanan
(12) Menelan makanan yang dihidangkan pada acara tertentu
(13) Mengambil mangkuk atau gelas
(14) Menelan makanan yang cukup



Faktor Yang Berhubungan

1) Kelemahan atau kelelah
2) Kerusakan neuromuskular
3) Nyeri
4) Gangguan persepsi atau gangguan kognitif
5) Perasaan tidak enak


j. Kurang perawatan diri: toileting
Definisi
Ketidakmampuan melakukan kegiatan toileting.
Karakteristik
1) Tidak mampu untuk

(1) Mencapai toilet atau pot
(2) Duduk di atas toilet atau pot
(3) Mengatur pakian untuk toileting
(4) Cebok
(5) Menyiram toilet atau pot

2)Kerusakan neuromuskular
3)Nyeri
4)Gangguan persepsi atau gangguan kognitif


Faktor Yang Berhubungan
1) Kelemahan atau kelelahan
2) Kerusakan neuromuskular
3) Nyeri
4) Gangguan persepsi atau gangguan kognitif
5) Perasaan tidak enak

k.Ketidakefekrifan perfusi jaringan (ginjal, Serebral, kardiopulmonal, Gastrointestinal. Perifer)
Definisi
Penurunan oksigen yang disebabakan oleh kegagalan pemberian zat makanan ke jaringan kapiler

Karakteristik

1) Ginjal
(1) Perubahan tekanan darah dari batas normal
(2) Hematuri
(3) Oliguri dan anuri
(4) Peningkatan nilai BUN/ Creatinin

2) Gastrointestinal
(1) Hipo/Hiperperistaltik
(2) Mual
(3) Distensi abdomen
(4) Nyeri perut atau perasaan tidak nyaman di perut
(5) Muntah
(6) Diare

3) Perifer
(1) Edema
(2) Himan’s sign positif
(3) Perubahan karakteristik kulit (rambut, kuku, kelembaban)
(4)Lemah atau nadi lemah
(6)Perubahan warna kulit
(7)Perubahan temperatur kulit
(8)Rasa tidak nayaman
(4) Claudation
(1)Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
(2)Sianosis
(3)Penyembuhan lambat
(4)Nadi arteri tak teraba
(5) Pucat, warna kulit sulit kembali secara normal pada kaki bagian bawah

5)Serebral
(1) Berbicara tidak normal
(2) Perubahan reaksi pupil
(3) Kelemahan ekstremitas atau paralysis
(4) Gangguan status mental
(5) Sulit mengenal
(6) Perubahan respon motorik
(7) Perubahan perilaku

5) Kardiopulmonal
(1) Perubahan respirasi rate dari batas normal normal
(2) Pemakaian otot pernapasan
(3) Pengembalian pembuluh darah kapiler > 3 detik
(4) Analisa gas darah (AGD) tidak normal
(7) Nyeri dada
(6) Merasa terbebani/ tertekan
(8) Bronkospas-me
(9) Dispneu
(10) Aritmia
(11) Ngorok
(12) Retrasi dada



Faktor Yang Berhubungan

1) Hipovolemnia
2) Hipervolemia
3) Perubahan aliran darah, arteri
4) Perubahan tingkat kesadaran
5) Perubahan aliran darah, vena
6) Penurunan mekanik aliran darah vena dan atau arteri
7) Gabungan antara ventilasi dengan aliran darah
8) Keracunan enzim
9) Gangguan afinitas hemoglobin terhadap oksigen


Rumusan Diagnosis Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan hipovolemia




4. Intervensi Keperawatan
Dx Keperawatan: Hipertermi
Tujuan: Suhu badan dalam batas normal
1. Lakukan kompres dingin di daerah ketiak dan lipatan paha
2. Berikan minum yang mengandung gula
3. Kolaborasi pemasangan infus sesuai yang dianjurkan (misalnya dekstrose 10%, RL)
4. Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai yang dianjurkan
5. Observasi: suhu tubuh, frekuensi pernapasan.
6. Kolaborasi pemeriksaan fungsi ginjal, saraf dan fungsi hati
7. Kolaborasi pemberian terapi malaria sesuai yang dianjurkan (kloroqiun, kina, fansidar , kinin antipirin, Hidrpkinin dll)
8. Kolaborasi terapi untuk komplikasi jika ada sesuai anjuran.


Evaluasi

1. Melaporkan tidak panas dan tanda serta gejala malaria hilang.


Diagnosis Keperawatan: Kekurangan volume cairan
Tujuan : Hidrodinamik teratasi
Intervensi:

1. Monitor tanda-tanda kekurangan volume cairan (turgor kulit, urin output, rasa haus, mukosa membran mulut kering, mata cekung, ubun-ubun cekung pada bayi, perubahan tanda vital)
2. Monitor berat badan setiap hari, masukan dan haluaran, BJ urin.
3. Monitor CVP (jika diindikasikan), tanda vital, tekanan darah ortostik, irama jantung untuk mendeteksi hipovolemia



Evaluasi

1. Tanda-tanda dehidrasi tidak nampak.
2. Pemeriksaan Fungsi ginjal normal.
3. Tanda-tanda vital normal.



Diagnosis keperawatan: Gangguan Mobilitas Fisik
Tujuan : Meningkatkan kemandirian pasien

1. Bantu pasien melakukan aktivitas.
2. Ubah pisisi pasien setiap dua jam untu mencegah dekubitus
3. Lakukan perawatan kulit pasien
4. Libatkan keluarga untuk membantu pasien mobilisasi.
5. Jaga keamanan pasien
6. Jangan meninggalkan pasien sendirian
7. Pasang pagar tempat tidur pasien
8. lakukan restrain jika pasien mengalami gangguan kesadaran.
9. Kolaborasi pemberian terapi sesuai anjuran
10. Monitor tingkat kesadaran pasien


Evaluasi

1. Pasien dapat beraktivitas tanpa mengalami cidera.


Diagnosis keperawatan: Nyeri akut
Tujuan : Nyeri terkontrol

1. Kolaborasi pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri.
2. Istirahatkan pasien untuk menghilangkan nyeri.
3. Beritahu pasien untuk mengatur posisi agar nyeri hilang selama 2-3 hari.
4. Monitor TD pasien .
5. Monitor muntah akibat nyeri hebat.


Evaluasi:

1. Tanda vital stabil.
2. Pasien dapat istirahat.



Diagnosis Keperawatan: Kelemahan
Tujuan : meningkatkan tenaga

1. Bantu pasien melakukan kegiatan sehari-hari
2. Kolaborasi pemberian vitamin sesuai anjuran
3. Anjurkan pasien mengontrol kemampuan untuk beraktivitas.
4. Monitor tanda vital.


Evaluasi

1. Pasien beraktivitas tanpa perubahan tanda-tanda vital yang mencolok.
2. Pasien patuh pada regimen terapi.


Diagnosis keperawatan: kurang perawatan diri mandi, berpakaian, makan dan toileting
Tujuan : Perawatan diri terpenuhi

1. Bantu dan libatkan keluarga untuk memandikan pasien
2. Bantu pasien mempersiapkan air mandi dan peralatan mandi: sabun, waslap, handuk.
3. Amati kulit kliean saat mandi untuk menemukan kelainan kulit.
4. Bantu pasien berpakaian
5. Bantu pasien toileting
6. Bantu perawatan diri: rambut, menyikat gigi, perawatn kuku, dan genitalia.


Evaluasi

1. Pasien dan keluarga berpartisipasi dalam perawatan pasien.
2. Kebutuhan perawatan diri terpenuhi.


Diagnosis Keperawatan: Ketidakefekrifan perfusi jaringan (ginjal, Serebral, kardiopulmonal, Gastrointestinal. Perifer)
Tujuan : meningkatkan perfusi jaringan (ginjal, Serebral, kardiopulmonal, Gastrointestinal. Perifer)

1. Kaji fungsi ginjal: kolaborasi pemeriksaan BUN, BJ urin, hematokrit.
2. Kaji fungsi hati: SGOT/SGPT, Urobilin, Bilirubin
3. Kaji fungsi jantung
4. Kaji Fungsi serebral: CT Scan, pemeriksaan tikgakt kesadaran: GCS), refleks, memori.
5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai anjuran
6. Kolaborasi pemberian terapi untuk memperbaiki perfusi jaringan serebral, kardiopulmonal, gastrointestinal, ginjal dan jaringan perifer.
7. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai anjuran.
8. Pantau tanda-tanda penurunan curah jantung: akral dingin, pucat, perubahan tanda vital.
9. Monitor tanda-tanda gagal ginjal: anuri, asotonia, sesak napas, abnormal laboratorium, penuruanan tingkat kesadaran.
10. Monitor tanda-tanda kerusakan hati: ikterus, hepatomegali, abnormal nilai laboratorium


Evaluasi

1. Fungsi ginjal tidak terganggu yang ditunjukkan dengan tanda-tanda penurunan fungsi ginjal tidak ada.
2. Fungsi serebral tidak terganngu yang ditunjukkan dengan kesadaran stabil.
3. Fungsi gastrointestinal tidak terganggu yang ditunjukkan dengan perbaikan hasil pemeriksaan SGOT/SGPT dan raiologi.
4. Perbaikan fungsi kardiopulmonal yang ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan Ekg dan Foto Dada baik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MALARIA

A. Konsep Dasar Teori

1. Pengertian
Malaria adalah penyakit yang bersifat akut maupun kronik yang disebabkan oleh protozoa genus plasmodium yang ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali (Mansjoer, 2001, hal 406).
Malaria adalah infeksi parasit pada sel darah merah yang disebabkan oleh suatu protozoa spesies plasmodium yang ditularkan kepada manusia melalui air liur nyamuk (Corwin, 2000, hal 125).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus plasmodium (Harijanto, 2000, hal 1).
Malaria adalah penyakit infeksi dengan demam berkala, yang disebabkan oleh Parasit Plasmodium dan ditularkan oleh sejenis nyamuk Anopeles (Tjay & Raharja, 2000).

2. Etiologi
Menurut Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu,
a. Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/ vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).
b. Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum (demam tiap 24-48 jam).
c. Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam tiap hari empat).
d. Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, diIndonesia dijumpai di Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.

Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya. Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

3. Jenis-jenis malaria
Menurut Harijanto (2000) pembagian jenis-jenis malaria berdasarkan jenis plasmodiumnya antara lain sebagai berikut :

a. Malaria Tropika (Plasmodium Falcifarum)
Malaria tropika/ falciparum malaria tropika merupakan bentuk yang paling berat, ditandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemia yang banyak dan sering terjadi komplikasi. Masa inkubasi 9-14 hari. Malaria tropika menyerang semua bentuk eritrosit. Disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Plasmodium ini berupa Ring/ cincin kecil yang berdiameter 1/3 diameter eritrosit normal dan merupakan satu-satunya spesies yang memiliki 2 kromatin inti (Double Chromatin).

Klasifikasi penyebaran Malaria Tropika:
Plasmodium Falcifarum menyerang sel darah merah seumur hidup. Infeksi Plasmodium Falcifarum sering kali menyebabkan sel darah merah yang mengandung parasit menghasilkan banyak tonjolan untuk melekat pada lapisan endotel dinding kapiler dengan akibat obstruksi trombosis dan iskemik lokal. Infeksi ini sering kali lebih berat dari infeksi lainnya dengan angka komplikasi tinggi (Malaria Serebral, gangguan gastrointestinal, Algid Malaria, dan Black Water Fever).

b. Malaria Kwartana (Plasmoduim Malariae)
Plasmodium Malariae mempunyai tropozoit yang serupa dengan Plasmoduim vivax, lebih kecil dan sitoplasmanya lebih kompak/ lebih biru. Tropozoit matur mempunyai granula coklat tua sampai hitam dan kadang-kadang mengumpul sampai membentuk pita. Skizon Plasmodium malariae mempunyai 8-10 merozoit yang tersusun seperti kelopak bunga/ rossete. Bentuk gametosit sangat mirip dengan Plasmodium vivax tetapi lebih kecil.

Ciri-ciri demam tiga hari sekali setelah puncak 48 jam. Gejala lain nyeri pada kepala dan punggung, mual, pembesaran limpa, dan malaise umum. Komplikasi yang jarang terjadi namun dapat terjadi seperti sindrom nefrotik dan komplikasi terhadap ginjal lainnya. Pada pemeriksaan akan di temukan edema, asites, proteinuria, hipoproteinemia, tanpa uremia dan hipertensi.

c. Malaria Ovale (Plasmodium Ovale)
Malaria Tersiana (Plasmodium Ovale) bentuknya mirip Plasmodium malariae, skizonnya hanya mempunyai 8 merozoit dengan masa pigmen hitam di tengah. Karakteristik yang dapat di pakai untuk identifikasi adalah bentuk eritrosit yang terinfeksi Plasmodium Ovale biasanya oval atau ireguler dan fibriated. Malaria ovale merupakan bentuk yang paling ringan dari semua malaria disebabkan oleh Plasmodium ovale. Masa inkubasi 11-16 hari, walau pun periode laten sampai 4 tahun. Serangan paroksismal 3-4 hari dan jarang terjadi lebih dari 10 kali walau pun tanpa terapi dan terjadi pada malam hari.

d. Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax)
Malaria Tersiana (Plasmodium Vivax) biasanya menginfeksi eritrosit muda yang diameternya lebih besar dari eritrosit normal. Bentuknya mirip dengan plasmodium Falcifarum, namun seiring dengan maturasi, tropozoit vivax berubah menjadi amoeboid. Terdiri dari 12-24 merozoit
ovale dan pigmen kuning tengguli. Gametosit berbentuk oval hampir memenuhi seluruh eritrosit, kromatinin eksentris, pigmen kuning. Gejala malaria jenis ini secara periodik 48 jam dengan gejala klasik trias malaria dan mengakibatkan demam berkala 4 hari sekali dengan puncak demam setiap 72 jam.

Dari semua jenis malaria dan jenis plasmodium yang menyerang system tubuh, malaria tropika merupakan malaria yang paling berat di tandai dengan panas yang ireguler, anemia, splenomegali, parasitemis yang banyak, dan sering terjadinya komplikasi.

4. Karakteristik nyamuk
Menurut Harijanto (2000) malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Lebih dari 400 spesies Anopheles di dunia, hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria. Di Indonesia telah ditemukan 24 spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria.
Sarang nyamuk Anopheles bervariasi, ada yang di air tawar, air payau dan ada pula yang bersarang pada genangan air pada cabang-cabang pohon yang besar (Slamet, 2002, hal 103).

Karakteristik nyamuk Anopeles adalah sebagai berikut :
a. Hidup di daerah tropic dan sub tropic, ditemukan hidup di dataran rendah
b. Menggigit antara waktu senja (malam hari) dan subuh hari
c. Biasanya tinggal di dalam rumah, di luar rumah, dan senang mengigit manusia (menghisap darah)
d. Jarak terbangnya tidak lebih dari 2-3 km
e. Pada saat menggigit bagian belakangnya mengarah ke atas dengan sudut 48 derajat
f. Daur hidupnya memerlukan waktu ± 1 minggu .
g. Lebih senang hidup di daerah rawa

5. Patofisiologi
Daur hidup spesies malaria pada manusia yaitu:
a. Fase seksual
Fase ini terjadi di dalam tubuh manusia (Skizogoni), dan di dalam tubuh nyamuk (Sporogoni). Setelah beberapa siklus, sebagian merozoit di dalam eritrosit dapat berkembang menjadi bentuk- bentuk seksual jantan dan betina. Gametosit ini tidak berkembang akan mati bila tidak di hisap oleh Anopeles betina. Di dalam lambung nyamuk terjadi penggabungan dari gametosit jantan dan betina menjadi zigote, yang kemudian mempenetrasi dinding lambung dan berkembang menjadi Ookista. Dalam waktu 3 minggu, sporozoit kecil yang memasuki kelenjar ludah nyamuk (Tjay & Rahardja, 2002, hal .162-163).
Fase eritrosit dimulai dan merozoid dalam darah menyerang eritrosit membentuk tropozoid. Proses berlanjut menjadi trofozoit- skizonmerozoit. Setelah 2- 3 generasi merozoit dibentuk, sebagian merozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara permulaan infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa prapaten, sedangkan masa tunas/ incubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer, 2001, hal. 409).

b. Fase Aseksual
Terjadi di dalam hati, penularan terjadi bila nyamuk betina yang terinfeksi parasit, menyengat manusia dan dengan ludahnya menyuntikkan “ sporozoit “ ke dalam peredaran darah yang untuk selanjutnya bermukim di sel-sel parenchym hati (Pre-eritrositer). Parasit tumbuh dan mengalami pembelahan (proses skizogoni dengan menghasilakn skizon) 6-9 hari kemudian skizon masak dan melepaskan beribu-ribu merozoit. Fase di dalam hati ini di namakan “ Pra -eritrositer primer.” Terjadi di dalam darah. Sel darah merah berada dalam sirkulasi lebih kurang 120 hari. Sel darah mengandung hemoglobin yang dapat mengangkut 20 ml O2 dalam 100 ml darah. Eritrosit diproduksi oleh hormon eritropoitin di dalam ginjal dan hati. Sel darah di hancurkan di limpa yang mana proses penghancuran yang di keluarkan diproses kembali untuk mensintesa sel eritrosit yang baru dan pigmen bilirubin yang dikelurkan bersamaan dari usus halus. Dari sebagian merozoit memasuki sel-sel darah merah dan berkembang di sini menjadi trofozoit. Sebagian lainnya memasuki jaringan lain, antara lain limpa atau terdiam di hati dan di sebut “ekso-eritrositer sekunder“. Dalam waktu 48 -72 jam, sel-sel darah merah pecah dan merozoit yang di lepaskan dapat memasuki siklus di mulai kembali. Setiap saat sel darah merah pecah, penderita merasa kedinginan dan demam, hal ini di sebabkan oleh merozoit dan protein asing yang di pisahkan. Secara garis besar semua jenis Plasmodium memiliki siklus hidup yang sama yaitu tetap sebagian di tubuh manusia (aseksual) dan sebagian ditubuh nyamuk.

6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang di temukan pada klien dngan malaria secara umum menurut Mansjoer (1999) antara lain sebagai berikut :

a. Demam
Demam periodik yang berkaitan dengan saat pecahnya skizon matang (sporolasi). Pada Malaria Tertiana (P.Vivax dan P. Ovale), pematangan skizon tiap 48 jam maka periodisitas demamnya setiap hari ke-3, sedangkan Malaria Kuartana (P. Malariae) pematangannya tiap 72 jam dan periodisitas demamnya tiap 4 hari. Tiap serangan di tandai dengan beberapa serangan demam periodik.

Gejala umum (gejala klasik) yaitu terjadinya “Trias Malaria” (malaria proxysm) secara berurutan :
1) Periode dingin.
Mulai menggigil, kulit kering dan dingin, penderita sering membungkus diri dengan selimut atau sarung dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi-gigi saling terantuk, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
2) Periode panas.
Muka merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tetap tinggi sampai 40oC atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun), kesadaran delirium sampai terjadi kejang (anak). Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
3) Periode berkeringat.
Penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, penderita merasa capai dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b. Splenomegali
Splenomegali adalah pembesaran limpa yang merupakan gejala khas Malaria Kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam dan menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jaringan ikat bertambah (Corwin , 2000, hal. 571). Pembesaran limpa terjadi pada beberapa infeksi ketika membesar sekitar 3 kali lipat. Lien dapat teraba di bawah arkus costa kiri, lekukan pada batas anterior. Pada batasan anteriornya merupakan gambaran pada palpasi yang membedakan jika lien membesar lebih lanjut. Lien akan terdorong ke bawah ke kanan, mendekat umbilicus dan fossa iliaca dekstra.

c. Anemia
Derajat anemia tergantung pada spesies penyebab, yang paling berat adalah anemia karena Falcifarum. Anemia di sebabkan oleh penghancuran eritrosit yang berlebihan Eritrosit normal tidak dapat hidup lama (reduced survival time). Gangguan pembentukan eritrosit karena depresi eritropoesis dalam sumsum tulang (Mansjoer. dkk, Hal. 411).

d. Ikterus
Ikterus adalah diskolorasi kuning pada kulit dan skIera mata akibat kelebihan bilirubin dalam darah. Bilirubin adalah produk penguraian sel darah merah. Terdapat tiga jenis ikterus antara lain :
1) Ikterus hemolitik
Disebabkan oleh lisisnya (penguraian) sel darah merah yang berlebihan. Ikterus ini dapat terjadi pada destruksi sel darah merah yang berlebihan dan hati dapat mengkonjugasikan semua bilirubin yang di hasilkan
2) Ikterus hepatoseluler
Penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh hati terjadi pada disfungsi hepatosit dan di sebut dengan hepatoseluler.
3) Ikterus Obstruktif
Sumbatan terhadap aliran darah ke empedu keluar hati atau melalui duktus biliaris di sebut dengan ikterus obstuktif (Corwin, 2000, hal. 571).

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan mikroskopis malaria
Diagnosis malaria sebagai mana penyakit pada umumnya didasarkan pada manifestasi klinis (termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (plasmodium) di dalam penderita. Uji imunoserologis yang dirancang dengan bermacam-macam target dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi di mana pemeriksaan mikrokopis tidak dapat dilakukan. Diagnosis definitif demam malaria ditegakan dengan ditemukanya parasit plasmodium dalam darah penderita. Pemeriksaan mikrokropis satu kali yang memberi hasil negatif tidak menyingkirkan diagnosis deman malaria. Untuk itu diperlukan pemeriksaan serial dengan interval antara pemeriksaan satu hari.

Pemeriksaan mikroskropis membutuhkan syarat-syarat tertentu agar mempunyai nilai diagnostik yang tinggi (sensitivitas dan spesifisitas mencapai 100%).
1) Waktu pengambilan sampel harus tepat yaitu pada akhir periode
demam memasuki periode berkeringat. Pada periode ini jumlah trophozoite dalam sirkulasi dalam mencapai maksimal dan cukup matur sehingga memudahkan identifikasi spesies parasit.
2) Volume yang diambil sebagai sampel cukup, yaitu darah kapiler (finger prick) dengan volume 3,0-4,0 mikro liter untuk sediaan tebal dan 1,0-1,5 mikro liter untuk sedian tipis.
3) Kualitas perparat harus baik untuk menjamin identifikasi spesies plasmodium yang tepat.
4) Identifikasi spesies plasmodium
5) Identifikasi morfologi sangat penting untuk menentukan spesies plasmodium dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan obat.

b. QBC (Semi Quantitative Buffy Coat)
Prinsip dasar: tes floresensi yaitu adanya protein pada plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasi eritrosit terinfeksi plasmodium. QBC merupakan teknik pemeriksaan dengan menggunakan tabung kapiler dengan diameter tertentu yang dilapisi acridine orange tetapi cara ini tidak dapat membedakan spesies plasmodium dan kurang tepat sebagai instrumen hitung parasit.

c. Pemeriksaan imunoserologis
Pemeriksaan imunoserologis didesain baik untuk mendeteksi antibodi spesifik terhadap paraasit plasmodium maupun antigen spesifik plasmodium atau eritrosit yang terinfeksi plasmodium teknik ini terus dikembangkan terutama menggunakan teknik radioimmunoassay dan enzim immunoassay.

d. Pemeriksan Biomolekuler
Pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit/ plasmodium dalam darah penderita malaria.tes ini menggunakan DNA lengkap yaitu dengan melisiskan eritrosit penderita malaria untuk mendapatkan ekstrak DNA.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan khusus pada kasus- kasus malaria dapat diberikan tergantung dari jenis plasmodium, menurut Tjay & Rahardja (2002) antara lain sebagai berikut:

a. Malaria Tersiana/ Kuartana
Biasanya di tanggulangi dengan kloroquin namun jika resisten perlu di tambahkan mefloquin single dose 500 mg p.c (atau kinin 3 dd 600 mg selama 4-7 hari). Terapi ini disusul dengan pemberian primaquin 15 mg /hari selama 14 hari)

b. Malaria Ovale
Berikan kinin dan doksisklin (hari pertama 200 mg, lalu 1 dd 100 mg selama 6 hari). Atau mefloquin (2 dosis dari masing-masing 15 dan 10 mg/ kg dengan interval 4-6 jam). Pirimethamin-sulfadoksin (dosis tunggal dari 3 tablet ) yang biasanya di kombinasikan dengan kinin (3 dd 600 mg selama 3 hari).

c. Malaria Falcifarum
Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet. Kina 3 x 650 mg selama 7 hari. Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/ hari selama 7-10 hari dan aminosiklin 2 x 100 mg/ hari selama 7 hari

9. Komplikasi
Menurut Gandahusa, Ilahude dan Pribadi (2000) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit malaria adalah :
a. Malaria otak
Malaria otak merupakan penyulit yang menyebabkan kematian tertinggi (80%) bila dibandingkan dengan penyakit malaria lainnya. Gejala klinisnya dimulai secara lambat atau setelah gejala permulaan. Sakit kepala dan rasa ngantuk disusul dengan gangguan kesadaran, kelainan saraf dan kejang-kejang bersifat fokal atau menyeluruh.

b. Anemia berat
Komplikasi ini ditandai dengan menurunnya hematokrit secara mendadak (<> 3 mg/ dl. Seringkali penyulit ini disertai edema paru. Angka kematian mencapai 50%. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya Anoksia, penurunan aliran darah keginjal, yang dikarenakan sumbatan kapiler, sebagai akibatnya terjadi penurunan filtrasi pada glomerulus.

d. Edema paru
Komplikasi ini biasanya terjadi pada wanita hamil dan setelah melahirkan. Frekuensi pernapasan meningkat. Merupakan komplikasi yang berat yang menyebabkan kematian. Biasanya disebabkan oleh kelebihan cairan dan Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS).

e. Hipoglikemia
Konsentrasi gula pada penderita turun (< style="font-weight: bold;">B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.

b. Sirkulasi
Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.

c. Eliminasi
Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
Tanda : Distensi abdomen

d. Makanan dan cairan
Gejala : Anoreksia mual dan muntah
Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.

e. Neuro sensori
Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.

f. Pernapasan.
Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas

g. Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler, 1999):
a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
d. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
e. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

3. Perencanaan Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah :

a Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .

Tindakan/ Intervensi :
1) Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan.
2) Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat
Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
3) Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.
Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
4) Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.
Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
5) Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan
Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
6) Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi
Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.

b Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.

Tindakan/ Intervensi :
1) Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh.
Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
2) Amati adanya menggigil dan diaforosis.
Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
3) Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi
Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
4) Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk.
Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
5) Dapatkan spisemen darah.
Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria

c Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.

Tindakan/ intervensi :
1) Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil.
Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
2) Pantau suhu lingkungan.
Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
3) Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol.
Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
4) Berikan antipiretik.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
5) Berikan selimut pendingin.
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.

d Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh

Tindakan/ intervensi :
1) Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan.
Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
2) Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi.
Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah
3) Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer.
Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
4) Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat.
Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
5) Berikan cairan parenteral.
Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.

e Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

Tindakan/ intervensi:
1) Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan.
Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
2) Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program.
Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
3) Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang.
Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
4) Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal.
Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
5) Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan.
Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
6) Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis.
Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
7) Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan.
Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.

Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang disebut Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembang biakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah. Plasmodium yang menyebarkan penyakit malaria berasal dari spesies Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium knowlesi.
Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles, terutamanya Anopheles sundaicus di Asia dan Anopheles gambiae di Afrika. Malaria adalah sejenis penyakit menular yang dalam manusia sekitar 350-500 juta orang terinfeksi dan lebih dari 1 juta kematian setiap tahun, terutama di daerah tropis dan di Afrika di bawah gurun Sahara.

B.Jenis Plasmodium
Ada empat jenis Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu sebagai berikut :
- Plasmodium Vivax, menyebabkan malaria vivax yang disebut pula sebagai malaria tertiana.
- Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria falciparum yang dapat pula disebut sebagai malaria tersiana.
- Plasmodium malariae, menyebabkan malaria malariaeatau malaria kuartana karena serangan demam berulang pada tiap hari keempat.
- Plasmodium ovale, menyebabkan malaria ovale dengan gejala mirip malari vivax. Malaria ini merupakan jenis ringan dan dapat sembuh sendiri

Gb1 dari kiri ke kanan:P. Vivax,P.Falciparum,P.Malariae,P.Ovale

C.Proses Kehidupan Plasmodium
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang meliputi: Pertama, metabolisme (pertukaran zat). Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari haemoglobin sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
Kedua, pertumbuhan. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi bervariasi.Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
Ketiga, pergerakan. Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
Keempat, berkembang biak. Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru. Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu:
d. Pembiakan seksual. Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni.
Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor.
Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni, pada masing-masing spesies plasmodium adalah berbeda, yaitu: Plasmodium vivax: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium falsiparum: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 10-12 butir dan siklus sporogoni selama 10 hari. Plasmodium malariae: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.
2. Pembiakan aseksual. Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses sizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang disebut merozoit.
Kelima, reaksi terhadap rangsangan. Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu:
a. Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b. Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c. Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit dewasa. Sizon muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut satu siklus. Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk tiap spesies plasmodium. Pada plasmodium falsiparum: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24 jam. Artinya reproduksi tinggi dan cepat sehingga kepadatan troposoit pada darah sangat tinggi.
Plasmodium vivax: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit pada darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini ditemukan.
Akhirnya, karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda. Plasmodium falsiparum selama 9-14 hari, Plasmodium vivax selama 12-17 hari, dan Plasmodium malariae 18 hari.

D.Siklus Hidup Plasmodium pada Tubuh Manusia

Ketika nyamuk anopheles betina (yang mengandung parasit malaria) menggigit manusia, akan keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk ke dalam darah dan jaringan hati. Dalam siklus hidupnya parasit malaria membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati (stadium ekso-eritrositer). Setelah sel hati pecah, akan keluar merozoit/kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam eritrosit (stadium eritrositer). Disitu mulai bentuk troposit muda sampai sizon tua/matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merozoit.
Sebagian besar Merozoit masuk kemabli ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidupnya di tubuh nyamuk (stadium sporogoni).
Didalam lambung nyamuk, terjadi perkawinan antara sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot. Zigot berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, keluar sporozoit yang berpindah ke kelenjar liur nyamuk dan siap untuk ditularkan ke manusia.
Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium ovale.
Pada Plasmodium falciparum serangan dapat meluas ke berbagai organ tubuh lain dan menimbulkan kerusakan seperti di otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya malaria berat atau komplikasi. Plasmodium Falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua – bila jaringan tersebut berada di dalam otak- peristiwa ini disebut sekustrasi. Pada penderita malaria berat, sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20-50% hampir semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele) pada orang dewasa. Malaria pada anak kecil dapat terjadi sekuel.

E. Jenis Malaria
Penyakit ini memiliki empat jenis dan disebabkan oleh spesies parasit yang berbeda. Jenis malaria itu adalah:
- Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan Plasmodium vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi).
- Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian.
- Malaria kuartana yang disebabkan Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.
- Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.

F. Gejala Malaria
Gejala serangan malaria pada penderita yaitu:
e. Gejala klasik, biasanya ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria atau yang belum mempunyai kekebalan (immunitas); atau yang pertama kali menderita malaria. Gejala ini merupakan suatu parokisme, yang terdiri dari tiga stadium berurutan:
- menggigil (selama 15-60 menit), terjadi setelah pecahnya sizon dalam eritrosit dan keluar zat-zat antigenik yang menimbulkan mengigil-dingin.
- demam (selama 2-6 jam), timbul setelah penderita mengigil, demam dengan suhu badan sekitar 37,5-40 derajad celcius, pada penderita hiper parasitemia (lebih dari 5 persen) suhu meningkat sampai lebih dari 40 derajad celcius.
- berkeringat (selama 2-4 jam), timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme tubuh sehingga produksi keringat bertambah. Kadang-kadang dalam keadaan berat, keringat sampai membasahi tubuh seperti orang mandi. Biasanya setelah berkeringat, penderita merasa sehat kembali.
b. Gejala malaria dalam program pemberantasan malaria:
- Demam
- Menggigil
- Berkeringat
- Dapat disertai dengan gejala lain: Sakit kepala, mual dan muntah.
- Gejala khas daerah setempat: diare pada balita (di Timtim), nyeri otot atau pegal-pegal pada orang dewasa (di Papua), pucat dan menggigil-dingin pada orang dewasa (di Yogyakarta).
c. Gejala malaria berat atau komplikasi, yaitu gejala malaria klinis ringan diatas dengan disertai salah satu gejala di bawah ini:
- Gangguan kesadaran (lebih dari 30 menit)
- Kejang, beberapa kali kejang
- Panas tinggi diikuti gangguan kesadaran
- Mata kuning dan tubuh kuning
- Perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan
- Jumlah kencing kurang (oliguri)
- Warna urine seperti I tua
- Kelemahan umum (tidak bisa duduk/berdiri)
- Nafas sesak
d. Kadar darah putih, leukosit, cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati biasanya akan timbul jaundice ringan (sakit kuning) serta pembesaran hati dan limpa.
e. Kadar gula darah rendah.
f. Jika sejumlah parasit menetap di dalam darah kadang malaria bersifat menetap. Menyebabkan penurunan nafsu makan, rasa pahit pada lidah, lemah, sertai demam.

Gejala malaria berdasarkan jenis malaria antara lain:
a. Gejala Malaria Vivax & Ovale
Gejala yang terlihat sangat samar; berupa demam ringan yang tidak menetap, keringat dingin, dan berlangsung selama 1 minggu membentuk pola yang khas. Biasanya demam akan terjadi antara 1 – 8 jam. Setelah demam reda, pengidap malaria ini merasa sehat sampai gejala susulan kembali terjadi. Gejala jenis malaria ini cenderung terjadi setiap 48 jam.
b. Gejala Malaria Falciparum
Gejala awal adalah demam tinggi, suhu tubuh naik secara bertahap kemudian tiba-tiba turun. Serangan bisa berlangsung selama 20 – 36 jam, dan penderita mengalami sakit kepala hebat. Setelah gejala utama mereda, pengidap akan merasa tidak nyaman.
d. Gejala Malaria Malariae (kuartana)
Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax, dengan selang waktu setiap 72 jam.

G. Diagnosa Penyakit Malaria
Tes diagnostik cepat (RDTs) digunakan untuk mendiagnosa penyakit malaria. Test ini berdasar pada pendeteksian antigen parasit malaria di dalam darah, dengan menggunakan metoda immunochromatographic. Paling sering mereka menggunakan dipstick atau test strip yang untuk pengujian monoclonal antidibodies yang secara langsung menyerang target antigens dari parasit tersebut. Test dapat dilakukan sekitar 15 menit. Beberapa kotak test sekarang ini banyak tersedia di pasaran. Bidang ilmu ini sedang dikembangkan dengan cepat, dan peningkatan teknis secara terus menerus dapat meningkatkan kemampuan RDTs untuk menegakkan diagnosa malaria.
Antigens yang Ditargetkan Sekarang Disediakan oleh RDTs :
Ø Histidine-rich protein II (HRP-II) adalah suatu protein yang dapat larut dalam air yang diproduksi oleh trophozoites dan muda (tetapi belum matang) gametocytes P. falcipatarum. Kotak yang tersedia dipasaran sekarang ini hanya tersedia untuk mendeteksi HRP-ll yang berasal dari P. falciparum saja.

Ø Laktat parasit Dehydrogenase (Pldh) diproduksi oleh asexual dan sexual stages (gametocytes) yang berasal dari parasit malaria. Kotak tes yang sekarang ini tersedia mendeteksi Pldh berasal dari semua empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia. Mereka dapat membedakan jenis P.falciparum dan jenis yang non-falciparum, tetapi tidak bisa membedakan antara P.vivax, P.ovale dan P. malariae.

Ø Antigen(S) yang lain kini hadir dalam semua empat jenis yang juga ditargetkan di dalam kotak yang berkombinasi untuk pendeteksian menyangkut antigen HRP-II dari P.falciparum bersama-sama dengan sesuatu, hingga kini tak bisa ditentukan, antigen “pan-malarial” yang menyangkut jenis lain.
Beberapa kotak yang mendeteksi semua empat jenis Plasmodium menyebutkan di dalam merk dagang mereka atau dalam pemasaran mereka hanya dua jenis (“PF/PV”). Ini lebih dapat mendorong kearah kebingungan tentang kemampuan diagnostik mereka.

Prosedur Test Umum (Variasi Antar kotak) :
Ø Spesimen darah finger-prick dikumpulkan (2-50 ml, tergantung pada kotak), menggunakan berbagai tabung microcapillarv. Beberapa pabrik menyatakan bahwa plasma atau darah anticoagulated dapat juga digunakan.
Ø Spesimen darah dicampur (di dalam tabung test terpisah atau tempat yang melengkung, atau pada sample pad) dengan larutan buffer yang berisi campuran haemolysing sama seperti antibody yang spesifik yang berlabel dengan visually detecble marker (seperti emas colloidal). Jika antigen yang sudah diselidiki telah hadir, maka antigen atau antibody yang kompleks telah terbentuk. Dalam beberapa kotak, antibody yang berlabel adalah pre-deposited yang selama pembuatan memakai sample pad atau di dalam tempat yang melengkung dan hanya satu lysing atau washing buffer yang ditambahkan pada darah.

Ø Antigen-antibody yang berlabel yang kompleks pindah tempat atas test strip (paling sering nitrocellulose atau serat glass) dengan prinsip kapiler pada bahan reaksi test-specific yang selama pembuatan telah pre-deposited. Ini meliputi (a) satu baris menangkap antibody yang spesifik untuk antigen di bawah penyelidikan (beberapa bentuk digunakan jika beberapa antigens sedang diselidiki) dan (b) sebuah prosedur mengontrol garis, dengan antibody yang akan menangkap antibody yang berlabel.
Ø Washing buffer kemudian ditambahkan untuk memindahkan haemoglobin dan permit visualisasi dari semua garis yang berwarna di atas strip. Buffer adalah menambahkan dengan menyimpan secara langsung di atas strip, dengan menempatkannya di dalam tempat yang lengkung dimana yang berpindah tempat itu adalah strip, atau dengan mencuci keseluruhan strip di dalam tabung test.
Ø Jika yang berada di bawah penyelidikan adalah darah yang berisi antigen, antigen-antibody yang berlabel yang kompleks akan dihentikan pada garis pre-deposited yang menangkap antibody dan akan dapat ditemukan secara visual. Apakah darah tidak berisi antigen atau tidak, garis pengontrol akan menjadi kelihatan sama seperti antibody yang berlabel ditangkap oleh antibody garis pre-deposited dari antibody yang secara langsung melawannya. (Catatan: desain ini mengakibatkan garis kendali tidak muncul sekalipun tidak ada darah yang bercampur dengan haemolysing buffer) Tes yang lengkap memakan waktu bervariasi dari dari 5 sampai 15 menit.

Tes Performance dari RDTs
Tes Performance dari RDTs telah ditaksir secara ekstensif di dalam situasi klinis berbeda, kedua-duanya di negara-negara tidak endemik dan endemik. Kegunaan dari penilaian ini telah disepakati sedikit banyaknya variasi di dalam metodologi dan ukuran sample yang biasanya berukuran kecil. Lanjutan penilaian seperti itu akan menjadi diperlukan dengan peningkatan pengenalan teknik atau dalam pengembangan kotak peralatan yang terbaru.

RDTs mendeteksi empat jenis Plasmodium yang menginfeksi manusia, tergantung pada antigens yang menjadi dasarnya. Beberapa RDTs hanya mendeteksi P. falciparum dan parasit malaria lainnya di dua bagian yang terpisah. Sampai saat ini, tidak ada RDT yang dipasarkan telah dilaporkan untuk dapat mempercayai pembedaan antara P.vivax, P.ovale dan P.malariae, walaupun begitu riset untuk pengembangan test seperti itu selalu dilanjutkan.
Kepekaan dari RDTs yang telah dipelajari untuk P.falciparum, sejak kotak untuk P.falciparum (target banyak diarahkan P.falciparum HRP-II) telah tersedia untuk waktu lebih lama. Tenaga ahli yang dibandingkan dengan mikroskopi (kadang-kadang yang dilengkapi oleh polymerase reaksi berantai), RDTs yang biasanya mencapai suatu kepekaan lebih dari 90% di dalam mendeteksi P.falciparum pada kepadatan di atas 100 parasit per ml darah (9.24 dan dilaporkan pada saat pertemuan). Di bawah tingkatan 100 parasit per ml darah, dengan jelas kepekaan dapat berkurang.
Kepekaan RDT untuk jenis yang non-falciparum menjadi lebih sedikit yang dipelajari. Penyelidikan yang diselenggarakan sampai saat ini menunjukkan bahwa kotak Pldh boleh mencapai suatu kepekaan untuk P.vivax yang dapat diperbandingkan dengan P.falciparum. Ini belum termasuk kasus kotak yang menargetkan antigens “pan-malarial” yang berbeda.
Ketegasan dari RDTs, diukur dalam penyelidikan yang sama, apakah yang seragam mempunyai hasil yang tinggi (kebanyakan > 90%). Bagaimanapun, hasil positif palsu telah dilaporkan di dalam darah dari pasien dengan faktor rheumatoid, terutama di dalam versi yang lebih awal dari satu kotak HRP-II; masalahnya, mungkin dihubungkan dengan reaksi silang dengan antibody monoclonal yang berlabel, terakhir sudah dilaporkan dengan benar didalam beberapa versi kotak terbaru. Sebagai tambahan, test HRP-II dapat positif tinggal untuk 7-14 hari yang mengikuti kemoterapi di dalam proporsi substansil individu, sungguhpun pasien ini tidak lagi mempunyai gejala atau parasitaernia (seperti ketika ditaksir oleh blood smears). Derajat tingkat kepositifan yang persisten seperti itu kelihatannya tidak ditemui di dalam test yang mengarahkan antigens lain.Nilai-nilai yang bersifat prediksi, kedua-duanya ditemukan hal positif dan hal negatif, tukar menukar parasit merupakan hal yang dianggap biasa dan sering ditemukan untuk menjadi bisa diterima.
RDTs yang dilaporkan selalu sama untuk menjadi lebih mudah dilaksanakan dibanding semua teknik diagnostik berkenaan dengan malaria lain, dengan beberapa format RDT yang sedang ditemukan menjadi lebih mudah dioperasikan dibanding dengan yang lain. Kesehatan para pekerja dengan ketrampilan minimal dapat dilatih; terlatih di dalam teknik RDT dalam periode yang bermacam-macam dalam tiga jam selama satu hari.
RDTs adalah lebih lebih sederhana untuk dilaksanakan dan untuk diinterpretasikan. Mereka tidak memerlukan pelatihan dengan menggunakan listrik. Peralatan yang spesial atau pelatihan penggunaan mikroskop. Bagi para pekerja kesehatan (dan pekerja kesehatan lainnya seperti sukarelawan) dapat mengajarkan prosedur yang berarti dalam beberapa jam, dengan ketrampilan ingatan yang baik di atas periode satu tahun.
RDTs relatif sempurna dalam tes performance dan dalam tukar menukar intrepretasi relatif lebih sedikit antar para pemakai. Lebih dari itu, kebanyakan kotak dapat dikirimkan dan disimpan dalam kondisi yang sesuai dengan lingkungan.
Sejak RDTs mendeteksi perputaran antigens, itu dapat mendeteksi infeksi P. falciparum bahkan ketika parasit disita di kompartemen vaskuler dan tidak begitu bisa mendeteksi oleh pengujian mikroskopik dari sekeliling blood smear. Pada wanita-wanita dengan placental malaria (seperti ketika dipertunjukkan oleh placental smears), RDTs sudah mendeteksi putaran HRP-II sungguhpun blood smears hasilnya negatif dari P.falciparum pada plasenta.
Sekarang ini sudah tersedia dipasaran RDTs secara yang mengarahkan HRP-II dapat mendeteksi hanya pada P.falciparum. Kotak itu akan mendeteksi hanya sebagian dari kasus di mana ada Plasmodium jenis lain itu merupakan co-endemik. Mereka tidaklah pantas untuk mendiagnosa kasus malaria yang di import dari area di mana P.falciparum bukan jenis lazim.
Target RDTs itu HRP-II dari P.falciparum dapat memberi hasil positif untuk sampai dua minggu mengikuti pemeriksaan parasit dan chemotherapi seperti yang telah dikonfirmasikan oleh mikroskopi Alasan untuk antigen ini perlu untuk diperjelas. Menunggu keputusan klarifikasi, RDTs mengarahkan HRP-II mungkin meng-hasilkan keputusan yang membingungkan dalam hubungannya dengan penilaian kegagalan perawatan perlawanan obat atau RDTs yang sekarang jadilah lebih mahal dibanding dengan menggunakan mikroskop (mikroskopi).




H. Pengobatan Malaria
Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
-Membunuh semua stadium dan jenis parasit
-Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
-Toksisitas dan efek samping sedikit
-Mudah cara pemberiannya
-Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan teknis. Hambatan operasioanal itu adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)
Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap obat. Obat yang ideal yaitu:
- Membunuh semua stadium dan jenis parasit
- Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
- Toksisitas dan efek samping sedikit
- Mudah cara pemberiannya
- Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sedangkan hambatan operasional dalam pengobatan adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal klorokuin untuk 3 hari, hanya diminum 1 hari saja).
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria, antara lain:
1. Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda.
Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu.
Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar / sama dengan 30 mg basa/kg BB.
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:
- Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa klorokuin disulfat per ampul.

2. Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi sehingga perlu hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.
Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam keadaan kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
- Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.


3. Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika : Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping : Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan pendengaran –telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)

4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit
Farmakodinamika :
- primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu
- SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan sitoplasma parasit
Toksisitas :
- sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
- pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 250 mg/hari (dewasa)
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Kontra indikasi :
- idiosinkresi
- bayi kurang 1 tahun
- Defisiensi G6PD
Formulasi obat : 500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.

5. Sambiloto
Bila sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dipilih sebagai obat alternatif, bagian yang digunakan adalah daunnya. Tanaman ini tumbuh lurus dengan banyak cabang. Tingginya Cuma 50 – 80 cm. Daunnya terbukti tidak beracun dan memiliki sifat antipiretik (menghilangkan demam). Sifat antipiretik inilah yang bisa membantu penderita malaria dalam melawan penyakitnya. Dalam penelitian in vivo (di dalam tubuh makhluk hidup), daun sambiloto memang tidak mematikan P. berghei pada mencit. Namun, mencit yang tertular bisa diperpanjang masa hidupnya karena hati dan limpanya terlindung dari kerusakan. Dengan demikian penggunaan daun sambiloto dapat menunjang penggunaan obat plasmodicide (bersifat menghancurkan plasmodia). Hasilnya, sudah terlihat pada pemberian pertama. Meski begitu, dianjurkan untuk menggunakannya secara terus-menerus. Daun sambiloto bisa digunakan sebagai obat oral tunggal tradisional. Setiap kali hendak menggunakannya diperlukan sekitar setengah genggam daun sambiloto segar. Bahan itu dicuci, direbus dengan tiga gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar ¾ bagiannya. Setelah disaring dan ditambahi madu (kalau dirasa perlu), air rebusan sudah siap dijadikan obat tradisional untuk malaria. Dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing sebanyak ¾ gelas minum.

6. Pulai
Kalau di dekat rumah tumbuh pohon pulai (Alstonia scholaris R. Br.), ada baiknya tanaman ini yang dipilih. Tinggi pohon ini bisa mencapai 25 m dengan diameter batang 40 – 60 cm. Di Jawa, pulai umumnya ditemukan di daerah berketinggian di bawah 900 m di atas permukaan laut. Bagian tanaman yang digunakan bukan lagi daunnya, tapi kulit pohonnya. Rasa bagian pohon ini pahit dan tak berbau. Menurut Perry, kulit kayu tsb. Baik untuk pengobatan malaria kronis yang disertai pembesaran limpa. Di dalamnya terkandung senyawa alkaloid. Air dari seduhan kulit tanaman ini terbukti tidak beracun. Secara in vitro (di dalam tabung percobaan) terbukti ekstraknya bersifat plasmodicide pada konsentrasi 10 – 100 mikrogram/mikroliter. Apakah alkaloid yang dikandungnya bersifat plasmodicide, belum terbukti. Untuk menggunakannya sebagai obat tradisional malaria, diperlukan kulit batangnya sebesar tiga jari. Kulit itu direbus di dalam tiga gelas minum air bersih hingga tinggal sekitar ½-nya. Setelah disaring dan diberi pemanis berupa gula atau madu, air rebusan tsb. Sudah bisa diminum sebagai obat tradisional. Sekali minum cukup ¾ gelas dan dalam sehari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali.




7. Johar
Tanaman johar (Cassia siamea Lamk.) juga sudah banyak diteliti kemungkinannya sebagai obat malaria. Tanaman ini berupa pohon dan cepat tumbuhnya. Di Jawa, tanaman ini banyak dibudidayakan di daerah dengan ketinggian di bawah 1.000 m di atas permukaan laut. Tingginya bisa mencapai 15 m dengan batang berdiameter 40 – 50 cm. Kayunya termasuk kuat dan awet. Daunnya merupakan bagian yang bisa digunakan sebagai obat malaria. Di dalamnya terdapat alkaloid bersifat racun dan oxymethylanthraquinone. Namun, zat-zat tsb. Belum terbukti bertanggungjawab terhadap khasiatnya sebagai obat malaria.
Dalam penelitian diketahui, sampai dosis 100 mg serbuk daun/100 g tikus dalam bentuk infus oral tidak mengurangi jumlah eritrosit (sel darah merah) tertular parasit (plasmodium). Ada kemungkinan perlu dosis lebih besar dan dengan frekuensi lebih sering supaya efek yang diharapkan bisa dicapai. Juga telah dibuktikan bahwa ekstrak daun johar termasuk bahan yang tidak beracun. Secara in vivo ekstrak tersebut tidak bersifat plasmodicide pada P. berghei, tapi memperpanjang masa hidup mencit tertular, lantaran limpa dan hatinya tidak rusak. Daun johar juga memiliki daya imunostimulasi (merangsang produksi zat kekebalan tubuh), bersifat antipiretik yang potensinya seperti asetosal. Infusnya juga bersifat hepatoproteksif (melindungi hati dari kerusakan).
Seperti dikutip Heyne, dalam harian Indische dagbladen Juni 1917 disebutkan seorang bernama Wilkens di Surakarta menganjurkan penggunaan daun johar untuk pengobatan malaria. Segenggam daun mudanya direbus dengan enam cangkir air hingga airnya tersisa separuhnya (tiga cangkir). Hasil rebusan ini diminum tiga kali sehari, masing-masing secangkir. Kalau penderita merasa agak baik, dosisnya diturunkan menjadi dua kali sehari, masing-masing secangkir. Setelah kesehatannya normal, dosisnya diturunkan kembali menjadi secangkir dalam sehari.
Di masa sekarang, ramuan itu sedikit berubah meskipun prinsipnya sama. Untuk menggunakannya dalam proses pengobatan malaria digunakan ¾ genggam daun johar segar. Semuanya direbus di dalam 3 gelas minum air hingga air rebusannya tersisa ¾-nya. Air rebusan ini diminum 3 kali sehari, masing-masing ¾ gelas minum.



8. Bratawali
Tanaman lain yang bisa dijadikan sebagai alternatif bahan obat tradisional adalah bratawali (Tinospora crispa Miers.). Tanaman ini tumbuh merambat dengan gemang batang sebesar kelingking orang dewasa. Batangnya dipenuhi benjolan-benjolan kecil.
Bagian tanaman yang digunakan untuk pengobatan malaria adalah batangnya. Di dalamnya terkandung alkaloid. Batang ini rasanya sangat pahit, sehingga binatang pun enggan menyentuhnya. Demikian pahitnya hingga kalau air rebusannya dikonsumsi begitu saja dapat menyebabkan muntah-muntah. Meski begitu, rebusan ini telah lama digunakan sebagai obat demam yang sukar diobati. Bahkan, sejak lebih dari setengah abad lampau khasiatnya sebagai obat deman telah diuji oleh dokter-dokter angkatan bersenjata. Mereka berkesimpulan khasiatnya baik pada beberapa kasus demam berselang (mungkin demam sebagai gejala malaria).
Serbuk batang bratawali termasuk bahan yang PNT. Infusnya bersifat antipiretik. Sifat inilah yang meringankan penderitaan penderita malaria. Namun, belum diketahui apakah sifat ini disebabkan alkaloid yang dikandungnya atau oleh sebab lain. Yang pasti, dalam penelitian bahan ini tidak menurunkan jumlah eritrosit mencit yang tertular P. berghei.
Untuk menjadikannya sebagai obat tunggal tradisional diperlukan ¾ jari batang bratawali segar. Batang itu dipotong-potong seperlunya lalu direbus di dalam 4 ½ gelas minum air hingga tinggal separuhnya. Air rebusan disaring, diberi pemanis gula atau madu secukupnya. Hasilnya siap diminum sebagai obat oral. Tiap hari penderita dianjurkan meminumnya tiga kali, masing-masing ¾ gelas minum.

9. Vaksin
Kurang memuaskannya hasil penanganan selama ini mengakibatkan para ahli sependapat bahwa harapan untuk memenangkan perang melawan malaria terletak pada ditemukannya vaksin antimalaria. Dari ke empat spesies plasmodium, yang paling banyak menimbulkan kematian adalah P falciparum sehingga prioritas penemuan vaksin ditujukan terhadap spesies ini. Sementara ini telah diteliti empat kemungkinan pendekatan tata kerja vaksin:
1. pada stadium pre erythrocyt (sel darah merah),
2. pada tingkat blood stage.
3. pada transmission blocking.
4. kombinasi ketiganya atau multi stage vaccine.
Vaksin yang bekerja pada stadium pre erythrocyte di desain untuk mencegah infeksi ke sel darah merah yakni mencegah pelepasan merozoit dari hati. Makanya vaksin tersebut sangat penting peranannya bagi strategi penemuan multi stage vaccine selanjutnya.
Sementara vaksin yang bekerja pada blood stage bekerja membatasi multiplikasi parasit di dalam darah. Sehingga mengurangi gejala klinis penyakit, namun tidak dapat mencegah terjadinya infeksi. Kemungkinan mekanisme kerjanya adalah menginduksi antibodi terhadap protein permukaan merozoite, protein dari sel darah merah yang sudah terinfeksi atau menginduksi toksin antimalaria
Sedangkan vaksin transmission-blocking vaccinee (TBVs) bertujuan mencegah transmisi parasit dari manusia ke nyamuk dan vaksin jenis ini digabungkan dengan vaksin berbagai tingkat yang lain (liver dan blood stage).
Begitu pula vaksin multi stage. Vaksin ini di disain untuk berefek pada semua tingkat pada siklus parasit malaria. Pertama diuji coba pada manusia dengan tipe SPF66 suatu tipe peptide vaksin. Pada awalnya SPF66 memberikan hasil yang menjanjikan, namun dalam percobaan skala besar penelitian fase III hasilnya negatif. Saat ini formula baru vaksin ini sedang dikembangkan serta vaksin multi stage berbasis DNA juga mulai dikembangkan .
Untuk mengatasi plasmodium memang diperlukan vaksin kompleks namun ternyata penambahan berbagai elemen justru hasilnya kontra produktif. Penemuan genetic tools yang baru seperti transcriptome dan teknologi analisa proteome diharapkan membuat para ahli dapat lebih memahami biologi dari plasmodium sehingga dapat menolong untuk pengembangan vaksin dan obat antimalaria yang baru.
Walau strategi mengatasi malaria belum sepenuhnya berhasil, namun tetap harapannya terletak pada vaksin-vaksin tersebut. Meski sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang memenuhi syarat, bahkan pengembangannya masih banyak tantangan. Para ahli tetap mengupayakan ditemukannya vaksin antimalaria terutama vaksin multi stage.

I. Pencegahan Malaria
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :
1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.
Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria. Aturan pemakaiannya adalah :
 Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
 Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).
 Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga tablet.